Apakah Basmalah termasuk dari Surah Al-Fatihah ?

Posted by Admin 0 comments

APAKAH BASMALAH TERMASUK AL-FATIHAH?

Ditulis: Mushlih bin Syahid Al-Madiuniy -saddadahulloh-
بسم الله الرحمن الرحيم
الحمد لله رب العالمين، وبه نستعين، والصلاة والسلام على سيد المرسلين، وعلى آله وصحبه ومن تبعهم بإحسان إلى يوم الدين، أما بعد:
Para ulama berbeda pendapat dalam permasalahan: apakah basmalah termasuk ayat dari surat Al-Fatihah ataukah tidak?

Pendapat pertama: basmalah termasuk ayat dari surat Al-Fatihah. Ini adalah pendapat Imam Asy-Syafi’iy, Ishaq, Abu ‘Ubaid dan Imam Ahmad dalam sebuah riwayat -rohimahumulloh-.
Mereka berdalil dengan hadits Abu Huroiroh rodhiyallohu ‘anhu yang diriwayatkan oleh Imam Ad-Daruquthniy dalam Sunan-nya (2/86), bahwasanya Rosululloh -shollallohu ‘alaihi wa sallam- bersabda:
إِذَا قَرَأْتُمِ: الْحَمْدُ لله فَاقْرَءُوا: بِسْمِ الله الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ، إِنَّهَا أُمُّ الْقُرْآنِ، وَأُمُّ الْكِتَابِ، وَالسَّبْعُ الْمَثَانِي، وَبِسْمِ الله الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ إِحْدَاهَا
“Jika kalian membaca: (الحمد لله) (yaitu surat Al-Fatihah, pen), maka bacalah: (بسم الله الرحمن الرحيم). Dia adalah ummul qur’an, ummul kitab dan sab’ul matsaniy. Sedangkan (بسم الله الرحمن الرحيم) adalah salah satu ayatnya.”
Hadits ini mauquf menurut pendapat yang rojih (kuat), yaitu hanya sampai kepada Abu Huroiroh -rodhiyallohu ‘anhu- saja, tidak marfu’ (sampai kepada Nabi). Demikianlah yang dikuatkan sendiri oleh Imam Ad-Daruquthniy dalam kitab ‘Ilal-nya (8/149). Yang keliru dalam menjadikan hadits ini marfu’ (kepada Nabi) adalah perowi yang bernama Abdulhamid bin Ja’far. (lihat Fathul ‘Allam: 1/727, oleh Syaikhuna Ibnu Hizam -hafidzohulloh-)
Jadi hadits ini lemah, tidak bisa dijadikan sebagai sandaran dalam berhujjah, karena diantara syarat bahwa hadits itu dikatakan shohih adalah bersambung sanad-nya sampai Nabi -shollallohu ‘alaihi wa sallam-. Sedangkan ini hanyalah sampai pada sahabat saja.
Mereka juga berdalil dengan hadits Ummu Salamah -rodhiyallohu ‘anha-, bahwa Nabi -shollallohu ‘alaihi wa sallam- membaca basmalah dalam sholat dan menghitungnya sebagai ayat pertama. Lalu membaca hamdalah dan menghitungnya sebagai ayat kedua. Hadits ini diriwayatkan oleh Ibnul Mundzir -rohimahulloh- dan selainnya yang dalam sanad-nya terdapat perowi kadzzab (pendusta dalam hadits Rosululloh) yang bernama ‘Umar bin Harun. Sehingga hadits ini sangat lemah, tidak bisa dipakai sebagai dalil sama sekali.
Yang masyhur dan shohih dari hadits Ummu Salamah -rodhiyallohu ‘anha- adalah tanpa menyebutkan ketika sedang sholat, juga tanpa penghitungan bahwa basmalah adalah ayat pertama dan hamdalah adalah ayat kedua, tetapi dengan lafadz:
أَنَّ قِرَاءَةَ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَتْ…، فَوَصَفَ: بِسْمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ ، حَرْفًا حَرْفًا، قِرَاءَةً بَطِيئَةً
“Dahulu bacaan Nabi -shollallohu ‘alaihi wa sallam- adalah… dengan mensifatkan bahwa (بسم الله الرحمن الرحيم) dibaca secara pelan-pelan tidak tergesa-gesa, huruf demi huruf.” (HR. Ahmad dan selainnya, lihat tahqiq Musnad Ahmad: 44/324)
Dalam riwayat lain:
أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى الله عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ يُصَلِّي فِي بَيْتِهَا، فَيَقْرَأُ: بِسْمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ الْحَمْدُ لله رَبِّ الْعَالَمِينَ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ مَالِكِ يَوْمِ الدِّينِ إِيَّاكَ نَعْبُدُ وَإِيَّاكَ نَسْتَعِينُ اهْدِنَا الصِّرَاطَ الْمُسْتَقِيمَ صِرَاطَ الَّذِينَ أَنْعَمْتَ عَلَيْهِمْ غَيْرِ الْمَغْضُوبِ عَلَيْهِمْ وَلَا الضَّالِّينَ
“Dahulu Nabi -shollallohu ‘alaihi wa sallam- sholat di rumahnya (Ummu Salamah, pen) dengan membaca: (بسم الله الرحمن الرحيم) (sampai akhir surat, pen).” (HR. Ath-Thohawiy dalam Syarh Musykilil Atsar: 1/199)
Mereka juga berdalil, bahwa para sahabat -rodhiyallohu ‘anhum ajma’in- telah menetapkannya dalam mushhaf (kitab Al-Qur’an) dan mereka tidaklah menetapkan di dalamnya melainkan ayat Al-Quran.
Pendapat kedua: basmalah bukan termasuk ayat dalam surat Al-Fatihah dan selainnya, kecuali dalam surat An-Naml (ayat 30) yang mengisahkan bahwa surat Nabi Sulaiman -‘alaihis-salam- kepada ratu Saba’ diawali dengan basmalah. Ini adalah salah satu riwayat dari Imam Ahmad, pendapat Abu Hanifah, Imam Malik, Al-Auza’iy dan Ibnu Jarir Ath-Thobariy -rohimahumulloh-.
Dalil dari pendapat ini adalah hadits Abu Huroiroh -rodhiyallohu ‘anhu- dalam Shohih Muslim, bahwasanya Nabi -shollallohu ‘alaihi wa sallam- bersabda dalam sebuah hadits qudsiy:
قَالَ اللهُ تَعَالَى: قَسَمْتُ الصَّلَاةَ بَيْنِي وَبَيْنَ عَبْدِي نِصْفَيْنِ، وَلِعَبْدِي مَا سَأَلَ، فَإِذَا قَالَ الْعَبْدُ: الْحَمْدُ لله رَبِّ الْعَالَمِينَ، قَالَ اللهُ تَعَالَى: حَمِدَنِي عَبْدِي، وَإِذَا قَالَ: الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ، قَالَ اللهُ تَعَالَى: أَثْنَى عَلَيَّ عَبْدِي، وَإِذَا قَالَ: مَالِكِ يَوْمِ الدِّينِ، قَالَ: مَجَّدَنِي عَبْدِي -وَقَالَ مَرَّةً فَوَّضَ إِلَيَّ عَبْدِي- فَإِذَا قَالَ: إِيَّاكَ نَعْبُدُ وَإِيَّاكَ نَسْتَعِينُ، قَالَ: هَذَا بَيْنِي وَبَيْنَ عَبْدِي، وَلِعَبْدِي مَا سَأَلَ، فَإِذَا قَالَ: اهْدِنَا الصِّرَاطَ الْمُسْتَقِيمَ صِرَاطَ الَّذينَ أَنْعَمْتَ عَلَيْهِمْ غَيْرِ الْمَغْضُوبِ عَلَيْهِمْ وَلَا الضَّالِّينَ، قَالَ: هَذَا لِعَبْدِي وَلِعَبْدِي مَا سَأَلَ.
“Alloh -ta’ala- berfirman: “Aku telah membagi sholat (yaitu surat Al-Fatihah, karena tidaklah sholat itu sah, kecuali dengan membacanya, pen) menjadi dua bagian yang sama; setengah untuk diri-Ku, yang lainnya untuk hamba-Ku dan bagi hamba-Ku apa yang ia minta:
Jika ia membaca: (الحمد لله رب العالمين) (“Segala puji hanya milik Alloh,”) Alloh -ta’ala- berkata: “Hamba-Ku telah memuji-Ku.”
Jika ia membaca: (الرحمن الرحيم) (“Maha pemberi rahmat lagi penyayang,”) Alloh -ta’ala- berkata: “Hamba-Ku telah menyanjung-Ku.”
Jika ia membaca: (مالك يوم الدين) (“Penguasa hari pembalasan,”) Alloh berkata: “Hamba-Ku telah mengagungkan-Ku.” Pada kali lain dengan mengatakan: “Hamba-Ku mempercayakan urusan kepada-Ku.”
Jika ia membaca: (إياك نعبد وإياك نستعين) (“Hanya kepada-Mu-lah kami menyembah dan hanya kepada-Mu-lah kami memohon pertolongan,”) Alloh berkata: “Ini adalah untuk-Ku dan untuk hamba-Ku. Bagi hamba-Ku apa yang ia minta.”
Jika ia membaca: (اهدنا الصراط المستقيم) (“Tunjukilah kami ke jalan yang lurus,”) (صراط الذين أنعمت عليهم) (“Yaitu jalan orang-orang yang telah Engkau berikan kenikmatan atas mereka,”) (غير المغضوب عليهم ولا الضالين) (“Bukan jalan orang-orang yang Engkau murkai dan sesatkan,”) Alloh berkata: “Ini adalah untuk hamba-Ku dan baginyalah apa yang diminta.” (HR. Muslim, no. 395)
Hadits ini menerangkan bahwa surat Al-Fatihah yang terdiri dari tujuh ayat tersebut terbagi menjadi dua bagian:
Bagian pertama (tiga setengah ayat pertama) berisi hak-hak Alloh yang wajib atas hamba-Nya berupa pujian, sanjungan, pengagungan dan peribadahan untuk Alloh -subhanahu wa ta’ala- semata.
Adapun bagian kedua -yaitu tiga setengah ayat terakhir (dimulai dari pertengahan ayat keempat sampai ketujuh akhir surat)-, berisi tentang apa yang diperoleh oleh seorang hamba berupa pertolongan Alloh dan hidayah-Nya kepada jalan yang lurus.
Jikalau basmalah termasuk ayat dalam Al-Fatihah, tentunya akan dihitung dan disebutkan pada awal hadits. Jika disebutkan ayat basmalah pada awalnya, maka pembagiannya menjadi tidak tepat; ayat-ayat pujian dan sanjungan menjadi empat setengah ayat setelah ditambah basmalah, sedangkan sisanya hanya dua setengah ayat. Adapun jika tanpa basmalah, maka telah tepat pembagiannya.
Maka pendapat kedua inilah yang benar, berdasarkan dalil-dalil shohih tersebut dan ini juga tarjih Syaikhuna Muhammad bin Hizam hafidzohulloh dalam Fathul ‘Allam (1/728).
Mengenai perhitungan ayat-ayatnya, maka hamdalah (الحمد لله رب العالمين) adalah ayat pertama. Ayat keenam adalah firman Alloh: (صراط الذين أنعمت عليهم), kemudian ditutup dengan ayat terakhir (ketujuh): (غير المغضوب عليهم ولا الضالين). Inilah perhitungan ayat-ayat surat Al-Fatihah menurut para qurro’ (ahli qiro’ah) Madinah, Syam dan Bashroh. (lihat Al-Inshof, hal. 154, karya Ibnu ‘Abdil Barr -rohimahulloh-)
Fungsi penulisan ayat basmalah pada setiap awal surat
Jika ada yang bertanya: “Apa maksud penulisan basmalah pada awal setiap surat dalam Al-Qur’an?”
Imam Ibnu Qudamah -rohimahulloh- menjelaskan bahwa penetapan basmalah tersebut adalah untuk pembatas antara surat-surat yang ada. Oleh karena itu, penulisannya diletakkan pada satu baris khusus di atas setiap surat. (lihat Al-Mughniy: 2/151)
Hal ini berdasarkan hadits Ibnu ‘Abbas -rodhiyallohu ‘anhuma- riwayat Abu Dawud (788) dengan sanad yang shohih, bahwasanya beliau berkata:
كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَا يَعْرِفُ فَصْلَ السُّورَةِ حَتَّى تَنَزَّلَ عَلَيْهِ: بِسْمِ الله الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ.
“Dahulu Nabi -shollallohu ‘alaihi wa sallam- tidak mengetahui pembatas pada tiap-tiap surat hingga diturunkan kepada beliau: (بسم الله الرحمن الرحيم).”
Ini adalah pendapat Imam Ahmad yang masyhur dari beliau, juga Abdulloh bin Al-Mubarok, Dawud bin ‘Ali, Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah (lihat Majmu’ Fatawa: 22/434-438) -rohimahumulloh-.
Kesimpulan
Dari uraian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa basmalah bukanlah termasuk ayat dari surat Al-Fatihah dan juga surat-surat lainnya, kecuali pada surat An-Naml ayat 30. Akan tetapi ia adalah ayat yang diturunkan tersendiri, berfungsi sebagai pembatas pada tiap-tiap surat yang ada, kecuali surat At-Taubah.
Wallohu a’lam bish-showab.
Sumber:
Al-Inshof Fiimaa Baina ‘Ulama Al-Muslimin Fii Qiro’ati Bismillahirohmanirrohim Fii Fatihatil Kitab, karya Ibnu ‘Abdil Barr -rohimahulloh- (hal. 153-158);
Fathul ‘Allam Fii Dirosati Ahadits Bulughil Marom, oleh Syaikh Muhammad bin Hizam Al-Ba’daniy -hafidzohulloh- (1/727-728).

Sumber: ahlussunnah.web.id 
TERIMA KASIH ATAS KUNJUNGAN SAUDARA
Judul: Apakah Basmalah termasuk dari Surah Al-Fatihah ?
Ditulis oleh Admin
Rating Blog 5 dari 5
Semoga artikel ini bermanfaat bagi saudara. Jika ingin mengutip, baik itu sebagian atau keseluruhan dari isi artikel ini harap menyertakan link dofollow ke http://risalahkajian.blogspot.com/2013/03/apakah-basmalah-termasuk-dari-surah-al.html. Terima kasih sudah singgah membaca artikel ini.
credit for cara membuat email - Copyright of Risalah Kajian.