Mengikat Tali Persaudaraan – Memutus Sebab-sebab Perpecahan
0
comments
MENGIKAT TALI PERSAUDARAAN
MEMUTUS SEBAB-SEBAB PERPECAHAN
oleh: Abu Ja’far Al-Harits Al-Andalasy
–Semoga Alloh Mengampuninya-
–Semoga Alloh Mengampuninya-
بسم الله الرحمن الرحيم
إن الحمد لله نستعينه ونستغفره
وأشهد أن لا إله إلا الله وحده لا شريك له وأشهد أن محمدا عبده ورسوله صلى
الله عليه وعلى آله وسلم تسليما كثيرا أما بعد:
Persatuan di atas Al-Qur’an dan Sunnah
dengan meniti jalan salaful ummah adalah perkara yang sangat melegakan
hati. Sebaliknya perselisihan dan perpecahan merupakan sesuatu yang
membuat sempit dan menyesakkan dada.
Saling mencintai di atas agama Alloh
adalah sebuah keutamaan yang besar, namun banyak orang yang tidak
menyadarinya dan lebih mengedepankan egonya. Rosululloh Shollallohu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:
إِنَّ مِنْ عِبَادِ اللَّهِ عِبَادًا يَغْبِطُهُمُ الْأَنْبِيَاءُ وَالشُّهَدَاءُ
“Sesungguhnya diantara hamba Alloh terdapat hamba-hamba yang para nabi dan syuhada’ ingin seperti mereka”.
Dikatakan kepada beliau: “Siapakah mereka sehingga kami bisa mencintai mereka?”.
Beliau menjawab:
هُمْ قَوْمٌ تَحَابُّوا بِنُورِ اللهِ
مِنْ غَيْرِ أَرْحَامٍ وَلَا أَنْسَابٍ، وُجُوهُهُمْ نُورٌ عَلَى مَنَابِرَ
مِنْ نُورٍ، لَا يَخَافُونَ إِنْ خَافَ النَّاسُ وَلَا يَحْزَنُونَ إِنْ
حَزِنَ النَّاسُ
“Mereka adalah kaum yang saling
mencintai dikarenakan cahaya Alloh tanpa ada hubungan kekeluargaan dan
nasab. Wajah-wajah mereka adalah cahaya di atas menara-menara yang
terbuat dari cahaya. Mereka tidak merasa takut walau orang-orang merasa
takut. Dan mereka tidak bersedih walau orang-orang merasa sedih”
Kemudian beliau membaca:
أَلَا إِنَّ أَوْلِيَاءَ اللَّهِ لَا خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلَا هُمْ يَحْزَنُونَ
“Ingatlah para wali Alloh itu, tidak ada rasa takut pada mereka dan mereka tidak bersedih hati” (QS Yunus 62)
(HR Abu Ya’la Al-Mushily, dari Abu Hurairoh Rodhiyallohu ‘Anhu. Dishohihkan Syaikh Al-Albany dan dihasankan Syaikh Muqbil Rahimahumulloh)
Perpecahan dan pertikaian adalah perusak
dan penghancur rasa cinta dan kasih sayang. Makanya sebelum terjadi
perkara-perkara yang bakal disesali, seorang mukmin mesti mempelajari
dan mengetahui sebab-sebab yang bisa membuat seseorang terpisah dari
saudaranya. Terlebih lagi seorang sunny salafy yang semangat mengajak
manusia kepada persatuan, semestinya mereka jugalah orang-orang yang
paling semangat menutup pintu perpecahan dan menyelesaikan pertikaian
dengan cara bijaksana.
Jika diperhatikan, banyak faktor-faktor
yang menyebabkan terjadi keretakan dan perpecahan di kalangan ikhwah.
Diantara faktor-faktor besarnya, disebutkan Syaikh kami ‘Abdulloh bin
Lamh Al-Khaulany Hafizhohulloh di kitab ‘Uqudul Jamaan fi Ahammiati Ishlah Zati baini Ahlil Iman dengan taqdim Syaikhuna Yahya Al-Hajury Hafizhohulloh. Mengingat
pentingnya faidah yang disampaikan, maka tulisan ini disusun dengan
sedikit penyederhanaan dari pembahasan beliau tersebut, semoga dengannya
kita lebih bisa berhati-hati agar tidak menjadi penyebab dan penyebar
perpecahan sehingga lepas dari keutamaan dan jatuh ke kesengsaraan, naudzubillah.
Sebab Pertama: Mempergauli Manusia Dengan Satu Metode Tanpa Memperhitungkan Perbedaan Psikologi, Tabi’at ataupun Akhlak
Manusia berbeda-beda, ada yang berdada
lapang, ada juga yang sempit. Ada orang yang susah diajak kompromi ada
yang gampang, Ada yang pendendam dan ada yang mudah merupakan
permasalahan.
Memahami tata-cara pergaulan dengan
manusia adalah perkara yang besar butuh kepada keahlian sehingga bisa
menunaaikan hak setiap pemiliknya, dan mampu menempatkan masing-masing
orang sesuai kedudukannya. Tidak pantas memakai satu metode pembicaraan
dalam menghadapi setiap lawan bicara. Diantara lawan bicara, ada orang
yang berilmu, ada yang bodoh, ada yang tua ada yang kecil, ada lawan,
ada teman. Di setiap posisi ada metode pembicaraannya, dan di setiap
kejadian ada pembicaraan yang sesuai dengannya. Terkadang sikap yang
kamu tempuh terhadap sebagian temanmu, dianggap sebagai perkara terpuji,
sekedar kelakar atau menunjukkan perhatianmu kepadanya, yang mungkin
jika sikap itu kamu terapkan pada orang lain justru menjadi pemisah
antara kamu dan dia.
Makanya seorang hamba semestinya menjadi
seorang yang penuh pertimbangan dalam pergaulannya, bijaksana dalam
sikapnya, penuh perhitungan dalam kata-katanya, menimbang baik-baik
kata-katanya tersebut sebelum ditimbang yang lain. Hukumi dulu
perbuatannya dan pergerakannya, sebelum dia dihukumi atas tindak
tanduknya tersebut. Sebab pertama ini akan semakin jelas, dengan
memahami sebab-sebab berikut:
Sebab Kedua: Kata-kata Yang Tidak Pada Tempatnya
Alloh Subhanahu wa Ta’ala mengatakan:
وَقُلْ لِعِبَادِي يَقُولُوا الَّتِي هِيَ
أَحْسَنُ إِنَّ الشَّيْطَانَ يَنْزَغُ بَيْنَهُمْ إِنَّ الشَّيْطَانَ
كَانَ لِلْإِنْسَانِ عَدُوًّا مُبِينًا
“Katakanlah wahai Muhammad kepada
hamba-hamba-Ku agar mereka mengucapkan perkataan yang terbaik. Sungguh
syaithon itu senantiasa menimbulkan perselisihan diantara mereka.
Sesungguhnya syaithon adalah musuh yang nyata bagi manusia” (QS Al-Isro’ ayat 53)
Alloh ‘Azza wa Jalla
menyebutkan alasan-Nya dalam memerintahkan kita untuk memilih kata-kata
yang terbaik di percakapan, karena syaithon menunggu-nunggu
ketergelinciran omongan sehingga dia bisa menanam benih kejelekan,
paling tidak antara pembicara dan lawan bicara.
Alloh ‘Azza wa Jalla mengatakan:
وَقُولُوا لِلنَّاسِ حُسْنًا
“Ucapkanlah perkataan yang terbaik kepada manusia” (QS Al-Baqoroh 83)
Rosululloh Shollallohu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:
وَالكَلِمَةُ الطَّيِّبَةُ صَدَقَة
“Perkataan yang baik adalah sedekah” (Muttafaqun ‘Alaihi dari Abu Hurairoh Rodhiyallohu ‘Anhu)
Beliau Shollallohu ‘Alaihi wa Sallam juga mengatakan:
َمَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَاليَوْمِ الآخِرِ فَلْيَقُلْ خَيْرًا أَوْ لِيَصْمُت
“Barangsiapa yang beriman kepada Alloh dan hari akhir maka ucapkanlah perkataan yang baik, kalau tidak bisa maka diamlah” (Muttafaqun ‘Alaihi, dari Abu Syuraih dan semisalnya dari Abu Hurairoh Rodhiyallohu ‘Anhum)
Penggunaan kalimat yang baik, yang
dipilah-pilah, merupakan sifat orang baik-baik dan mulia. Sebagaimana
penggunaan perkataan jelek, yang tidak pada tempatnya, banyak celoteh
merupakan sifat bengal dan orang-orang rendahan. Sesungguhnya merupakan
sebuah musibah bagi seorang hamba apabila manusia tidak mau duduk dan
bertemu dengannya karena khawatir akan kejelekannya, bahkan dengan
kondisi itu dia telah menjadi sejelek-jelek manusia. Rosululloh Shollallohu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:
إِنَّ شَرَّ النَّاسِ مَنْزِلَةً عِنْدَ اللهِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ، مَنْ وَدَعَهُ، أَوْ تَرَكَهُ النَّاسُ اتِّقَاءَ فُحْشِه
“Sesungguhnya sejelek-jelek manusia
kedudukannya di sisi Alloh pada hari kiamat adalah seseorang yang
ditinggalkan orang-orang karena berlindung dari kekejiannya” (Muttafaqun ‘Alaihi dari ‘Aisyah Rodhiyallohu ‘Anha)
Ketahuilah, banyak terjadinya saling hajr (boikot),
saling mengelak dan berbagai perkara yang masuk ke hati seperti
kejengkelan dan komentar-komentar antara ikhwah, teman, karib, dan
lainnya, kembali pada sebab ini: Kata-kata yang tidak pada tempatnya dan cara bicara yang jelek.
Baik hal itu terjadi secara langsung melalui percakapan, atau
dinukilkan oleh para pengadu domba yang menyampaikan perkataan untuk
merusak hubungan baik: “Mereka bilang begini, dia bilang begitu, dia
menduga …” sehingga hati menjadi penuh dengan kegeraman dan kebencian.
Sebab Ketiga: Tindakan-Tindakan Yang Tidak Pantas
Diantara tindakan yang termasuk ke sebab
ini adalah sikap tidak peduli dan merendahkan orang lain. Setiap jiwa
menginginkan perlakuan yang baik, diterima dan diperhatikan, sebagaimana
jiwa membenci orang yang merasa tinggi dan angkuh di depannya,
menganggap rendah dan menghinakan dirinya.
Alloh Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا
يَسْخَرْ قَوْمٌ مِنْ قَوْمٍ عَسَى أَنْ يَكُونُوا خَيْرًا مِنْهُمْ وَلَا
نِسَاءٌ مِنْ نِسَاءٍ عَسَى أَنْ يَكُنَّ خَيْرًا مِنْهُنَّ وَلَا
تَلْمِزُوا أَنْفُسَكُمْ وَلَا تَنَابَزُوا بِالْأَلْقَابِ بِئْسَ الِاسْمُ
الْفُسُوقُ بَعْدَ الْإِيمَانِ وَمَنْ لَمْ يَتُبْ فَأُولَئِكَ هُمُ
الظَّالِمُونَ
“Wahai orang-orang yang beriman,
janganlah suatu kaum mengolok-olok kaum yang lain, karena bisa jadi
mereka yang diolok-olokkan lebih baik dari yang memperolok. Jangan pula
para perempuan mengolok-olok perempuan yang lain, karena bisa jadi
mereka yang diolok-olokkan lebih baik dari yang memperolok. Janganlah
kalian saling mencela satu sama lain dan jangan memanggil dengan
gelar-gelar yang buruk, sejelek-jelek pangilan adalah panggilan dengan
kefasikan setelah dia beriman. Barangsiapa yang tidak bertobat maka
merekalah orang-orang yang zholim” (QS Al-Hujurat 11)
Rosululloh Shollallohu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:
بِحَسْبِ امْرِئٍ مِنَ الشَّرِّ أَنْ يَحْقِرَ أَخَاهُ الْمُسْلِم
“Cukuplah kejelekan bagi seseorang, perendahan saudaranya yang muslim” (HR Muslim dari Abu Hurairoh Rodhiyallohu ‘Anhu)
Sebab Keempat: Ketamakan Terhadap Harta dan Kedudukan
Rosululloh Shollallohu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:
وَاتَّقُوا الشُّحَّ، فَإِنَّ الشُّحَّ
أَهْلَكَ مَنْ كَانَ قَبْلَكُمْ، حَمَلَهُمْ عَلَى أَنْ سَفَكُوا
دِمَاءَهُمْ وَاسْتَحَلُّوا مَحَارِمَهُم
“Berlindunglah kalian dari
ketamakan. Karena sesungguhnya ketamakan telah mmbinasakan orang-orang
sebelum kalian. Ia membawa mereka untuk menumpahkan darah dan
menghalalkan keharaman-keharaman” (HR Muslim dari Jabir Rodhiyallohu ‘Anhu)
Setiap kali ketamakan, cinta harta atau
kepemimpinan berakar pada diri seseorang, maka setiap itu juga
perkara-perkara besar menjadi remeh di sisinya dibanding usaha
pengokohan dirinya, kepentingan pribadinya dan sasaran yang ingin
dicapainya.
Sebab Kelima: Hasad
Yaitu ketidak sukaan atas adanya nikmat
pada orang lain dan senang jika nikmat itu hilang, baik nikmat itu
pindah kepadanya atau tidak.
Ketahuilah bahwasanya perkara ini termasuk sebab terbesar yang mengobrak-abrik persaudaraan dan hubungan. Hal itu karena hasad membawa pemiliknya untuk memusuhi orang yang dia hasadi, bahkan sampai mendorongnya untuk berupaya menghilangkan nikmat pada orang itu. Bagi orang yang hasad berbuat berbagai kemungkaran dan kekejian adalah sesuatu remeh di sisinya demi mengobati kemarahannya dan memadamkan api hasad
yang ada di tenggorokannya. Menjauhlah kamu dari penyakit yang susah
diobati ini, mintalah pertolongan kepaa Alloh darinya,
bersungguh-sungguhlah dalam melepaskan dirimu darinya!!
Rosululloh Shollallohu ‘Alaihi wa Sallam mengatakan:
وَلاَ تَحَاسَدُوا، وَلاَ تَبَاغَضُوا وَكُونُوا عِبَادَ اللَّهِ إِخْوَانًا
“Janganlah kalian saling hasad dan saling membenci, jadilah hamba-hamba Alloh yang bersaudara” (Muttafaqun ‘Alaihi dari Abu Hurairoh Rodhiyallohu ‘Anhu)
Sebab Keenam: Namiimah (Hasutan/ Adu Domba)
Yaitu penukilan perkataan dalam bentuk hasutan dan pengrusakan. Namiimah adalah dosa besar, sebab diharamkannya seseorang dari surga dan sebab ditimpanya azab Alloh. Rosululloh Shollallohu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:
لَا يَدْخُلُ الْجَنَّةَ نَمَّام
“Tukang hasut tidak akan masuk ke surga” (HR Muslim dari Hudzaifah Rodhiyallohu ‘Anhu)
Ibnu ‘Abbas Rodhiyallohu ‘Anhu mengatakan: “Rosululloh Shollallohu ‘Alaihi wa Sallam melewati dua buah kuburan lantas mengatakan:
أَمَا إِنَّهُمَا لَيُعَذَّبَانِ وَمَا
يُعَذَّبَانِ فِي كَبِيرٍ، أَمَّا أَحَدُهُمَا فَكَانَ يَمْشِي
بِالنَّمِيمَةِ، وَأَمَّا الْآخَرُ فَكَانَ لَا يَسْتَتِرُ مِنْ بَوْلِه
“Adapun keduanya sedang diazab.
Tidaklah keduanya diazab pada perkara yang bersar (untuk ditinggalkan).
Adapun salah satunya, dahulu kerjanya mengadu domba. Sementara yang
satunya, dahulu tidak berlindung dari kencingnya” (Muttafaqun ‘Alaihi, lafazh ini di Muslim)
Maka wajib bagi seorang muslim untuk tidak mencampuri urusan orang lain, menukilkan perkataan di tengah-tengah manusia.
Jika ada yang mengatakan: Saya tidak bermaksud merusak
Jawabnya: Pada mayoritas kenyataannya,
kerusakan terjadi walaupun orang yang menukilkan tidak menyadarinya
ketika itu. Sementara itu orang yang menerima berita akan menyimpan
berbagai perkara –hanya Allohlah yang mengetahui- tentang orang yang
dinukilkan.
Wajib bagi orang yang menerima berita
dari penghasut untuk menutup pintu darinya, jangan membenarkannya, dan
menghardiknya, demi menjaga keselamatan hatinya. Alloh Ta’ala berfirman:
وَلَا تُطِعْ كُلَّ حَلَّافٍ مَهِينٍ ^ هَمَّازٍ مَشَّاءٍ بِنَمِيم
“Janganlah engkau mematuhi orang yang banyak bersumpah dan suka menghina, suka mencela yang kian memari menyebarkan fitnah” (QS Al-Qolam 10-11)
Alloh juga berfirman:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِنْ
جَاءَكُمْ فَاسِقٌ بِنَبَإٍ فَتَبَيَّنُوا أَنْ تُصِيبُوا قَوْمًا
بِجَهَالَةٍ فَتُصْبِحُوا عَلَى مَا فَعَلْتُمْ نَادِمِين
“Wahai orang-orang yang beriman jika
datang kepada kalian seorang yang fasiq maka jangan terburu-buru,
telitilah dan pelajari dengan seksama. Agar kalian tidak mencelakakan
suatu kaum karena kebodohan (kecerobohan) yang akhirnya membuat kalian
menyesali perbuatan itu.” (QS Al Hujurot 6)
Sementara tukang hasut termasuk orang yang fasiq.
Sungguh bagus apa yang dikatakan
Al-Hasan Al-Bashry: “Orang yang (sekarang) menghasutmu, maka dia akan
menghasut orang lain terhadapmu”.
Sebab Ketujuh: Kezholiman
Pada hadits Al-Qudsy bahwa Rosululloh Shollallohu ‘Alaihi wa Sallam meriwayatkan perkataan Alloh Tabaroka wa Ta’ala:
يَا عِبَادِي إِنِّي حَرَّمْتُ الظُّلْمَ عَلَى نَفْسِي، وَجَعَلْتُهُ بَيْنَكُمْ مُحَرَّمًا، فَلَا تَظَالَمُوا
“Wahai hamma-hamba-Ku, sesungguhnya
Aku mengharamkan kezholiman atas diri-Ku, serta Ku-jadikan ia sebagai
sebuah keharaman di antara kalian. Maka janganlah kalian saling
menzholimi” (HR Muslim dari Abu Dzar Rodhiyallohu ‘Anhu)
Sangat banyak ayat dan hadits yang menunjukkan keharaman perbuatan zholim. Rosululloh Shollallohu ‘Alaihi wa Sallam menekankan sekali tentang keharaman perkara ini, beliau Shollallohu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:
اتَّقُوا الظُّلْمَ، فَإِنَّ الظُّلْمَ ظُلُمَاتٌ يَوْمَ الْقِيَامَة
“Lindungilah diri kalian dari kezholiman karena kezholiman adalah kegelapan bagi pelakunya pada hari kiamat” (HR Muslim dari Jabir bin ‘Abdillah Rodhiyallohu ‘Anhuma)
Kezholiman akibatnya membahayakan dan pemiliknya bakal memikul dosa yang tak terhitung. Rosululloh Shollallohu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:
إِنَّ اللَّهَ لَيُمْلِي لِلظَّالِمِ حَتَّى إِذَا أَخَذَهُ لَمْ يُفْلِتْهُ
“Sesungguhnya Alloh memberi
penangguhan bagi pelaku kezholiman. Sampai apabila Alloh mengazabnya,
Dia tidak akan membebaskannya sampai azabnya selesai”.
Kemudian Rosululloh membaca:
وَكَذَلِكَ أَخْذُ رَبِّكَ إِذَا أَخَذَ القُرَى وَهِيَ ظَالِمَةٌ إِنَّ أَخْذَهُ أَلِيمٌ شَدِيدٌ
“Begitulah siksa Robb-mu. Apabila
Dia menyiksa penduduk negeri-negeri yang berbuat zholim. Sungguh
siksanya sangat pedih lagi menyakitkan” (QS Hud 102)
(HR Muslim dari Abu Musa Rodhiyallohu ‘Anhu)
Alloh ‘Azza wa Jalla juga mengatakan:
وَلَا تَحْسَبَنَّ اللَّهَ غَافِلًا عَمَّا يَعْمَلُ الظَّالِمُونَ إِنَّمَا يُؤَخِّرُهُمْ لِيَوْمٍ تَشْخَصُ فِيهِ الْأَبْصَارُ
“Janganlah sekali-kali engkau
menyangka bahwa Alloh lalai dari apa-apa yang dilakukan oleh orang-orang
yang berbuat kezholiman. Hanya saja Dia menangguhkan mereka samapai
pada hari yang waktu itu mata-mata mereka terbelalak” (QS Ibrohim 42)
Rosululloh Shollallohu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:
وَاتَّقِ دَعْوَةَ المَظْلُومِ، فَإِنَّهُ لَيْسَ بَيْنَهُ وَبَيْنَ اللَّهِ حِجَابٌ
“Berlindunglah kalian dari do’a orang yang dizholimi karea tidak ada pembatas antara dia dengan Alloh” (Muttafaqun ‘Alaihi dari Mu’adz bin Jabal Rodhiyallohu ‘Anhu)
Apabila kamu memiliki kezholiman terhadap orang lain, maka ikutilah petunjuk Rosululloh Shollallohu ‘Alaihi wa Sallam:
مَنْ كَانَتْ لَهُ مَظْلَمَةٌ لِأَخِيهِ
مِنْ عِرْضِهِ أَوْ شَيْءٍ، فَلْيَتَحَلَّلْهُ مِنْهُ اليَوْمَ، قَبْلَ
أَنْ لاَ يَكُونَ دِينَارٌ وَلاَ دِرْهَمٌ، إِنْ كَانَ لَهُ عَمَلٌ صَالِحٌ
أُخِذَ مِنْهُ بِقَدْرِ مَظْلَمَتِهِ، وَإِنْ لَمْ تَكُنْ لَهُ حَسَنَاتٌ
أُخِذَ مِنْ سَيِّئَاتِ صَاحِبِهِ فَحُمِلَ عَلَيْه
“Barangsiapa yang berbuat zholim
kepada saudarana dalam masalah harga didi atau sesatu ang lain maka
mintalah maaf darinya sekarang sebelum tidak ada lagi dinar dan dirham.
Apabila dia memiliki amalan solih maka aka diambil darinya sesuai kadar
kezolimannya. Kalau dia tidak memiliki kebaikan maka diambil dari
kejelekan-kejelekan saudaranya lalu dibebankan kepadanya’. (HR Al-Bukhory dari Abu Hurairoh Rodhiyallohu ‘Anhu)
Sebab Kedelapan: Watak Yang Kaku dan Perilaku Yang Kasar
Hal ini termasuk perkara yang bisa
meruntuhkan ukhuwah, ketika seseorang memiliki sifat terlalu perasa
(sensitif), banyak mengungkit-ungkit tindakan-tindakan yang muncul dari
teman-temannya. Diantara orang ada yang suka banyak komentar, apapun
perkara dikomentarinya. Kamu bakal melihat bahwa orang yang kondisinya
seperti ini: marah sama yang ini, yang itu diboikot, ribut sama si A,
tegang sama si B …
Dalam banyak perkara yang sepele,
selayaknya bagi seorang muslim memilih sikap tidak acuh untuk menjaga
hatinya sehingga hubungan dan kasih sayang antara dia dengan saudaranya
tetap lenggeng. Seseorang mesti menutup mata terhadap kekeliruan, salah
omong atau sebagian tindakan-tindakan yang tidak pantas dari orang-orang
yang digaulinya. Watak yang kaku dan akhlak yang kasar pada hakikatnya
menunjukkan kerusakan akhlak, kebejatan atau kelemahan jiwa.
Sungguh kamu akan merasa heran melihat
seseorang yang tidak memberi toleransi sediktpun terhadap kekeliruan,
salah omong, senda gurau dan sebagainya. Pada hakikatnya hal tersebut
justru terhitung sebagai sebuah kesalahan dimana dia bersikap selalu
waspada melihat perkara itu (dari orang lain) dan enggan memberikan
toleransi demi menjaga ukhuwah. Alloh Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
خُذِ الْعَفْوَ وَأْمُرْ بِالْعُرْفِ وَأَعْرِضْ عَنِ الْجَاهِلِين
“Jadilah orang yang pemaaf dan suruhlah orang untuk melakukan kebaikan serta jangan pedulikan orang-orang yang bodoh”.(QS Al-A’rof 199)
Di Shohih Al-Bukhory, Ibnu ‘Abbas Rodhiyallohu ‘Anhu
mengatakan: “’Uyainah bin Mihshon bin Hudzaifah datang dan tinggal di
tempat keponakannya: Al-Hurr bin Qois. Al-Hurr termasuk sekelompok orang
yang dekat dengan ‘Umar dahulu Qurro’ (orang-orang yang
berilmu tentang kitabulloh dan sunnah) adalah teman duduk dan musyawaroh
‘Umar baik yang sudah berumur maupun masih belia.
‘Uyainah berkata kepada keponakannya: “Wahai keponakanku, engkau memiliki kedudukan di sisi ‘Amir
(pemimpin) ini, maka mintakanlah bagiku izin untuk menemuinya”. Al-Hurr
berkata: “Aku akan meminta izin bagimu untuk menemuinya”. Maka Al-Hurr
memintakan izin untuk ‘Uyainah kepada ‘Umar dan ‘Umar pun
mengizinkannya. Ketika dia masuk menemui ‘Umar, ‘Uyainah berkata: “Hai
Ibnul khoththob, demi Alloh engkau tidak memberi kami dengan cukup dan
tidak menghukumi kami dengan adil”. Maka ‘Umar pun marah dan ingin
menghukumnya. Maka Al-hurr berkata kepadanya: “Wahai ‘Amirul Mukminin, sesungguhnya Alloh Ta’ala berkata kepada Nabi-Nya:
خُذِ الْعَفْوَ وَأْمُرْ بِالْعُرْفِ وَأَعْرِضْ عَنِ الْجَاهِلِين
“Sungguh orang ini termasuk orang-orang yang bodoh”.
Demi Alloh,’Umar tidak jadi melakukannya
ketika ayat tersebut dibacakan kepadanya. Beliau adalah orang yang jika
mendengar (hukum) Kitabulloh maka dia akan berhenti di situ dan tidak
melewatinya”.
Ja’far Ash-Shodiq mengatakan: “Alloh
memerintahkan Nabi-Nya dengan akhlak-akhlak yang mulia, dan tidak ada di
Al-Qur’an ayat yang paling lengkap tentang akhlak-akhlak yang mulia,
kecuali ayat ini” [Tafsir Al-Qurthuby 8/303, Tafsir Al-Baghowy 3/316]
Sebagian ulama mengatakan: “Manusia itu
ada dua. Ada orang yang ingin berbuat baik maka ambillah apa yang mudah
dari kebaikannya kepadamu, jangan engkau membebaninya di atas
kemampuannya dan jangan membuat sesuatu yang membuatnya gerah. Kemudian,
ada (kelompok) orang yang ingin berbuat jelek, maka perintahkanlah dia
untuk berbuat ma’ruf (kebaikan). Apabila dia terus-menerus di atas
kesesatannya, ingin berbuat maksiat terhadapmu, dan terus di atas
kebodohannya maka berpalinglah darinya, semoga dengan hal itu makarnya
tertolak, sebagaimana perkataan Alloh Ta’ala:
ادْفَعْ بِالَّتِي هِيَ أَحْسَنُ السَّيِّئَة
“Tolaklah kejelekan dengan cara yang terbaik” (QS Al-Mukminun 96)
[Lihat Tafsir Ibnu Katsir 2/381]
Sebab Kesembilan: Bid’ah, Hizbiyyah, dan Kaku terhadap Madzhab
Pokok dari rusaknya hubungan yang disebabkan bid’ah adalah: Sikap wala’
(loyalitas) yang sempit, bagi siapa saja yang berada di atas garis yang
bengkok dalam keadaan bagaimanapun. Demikian juga sikap baro’
(berlepas diri) yang sempit, dari siapa saja yang tidak setipe dengannya
walaupun orang tersebut termasuk orang yang paling bertaqwa kepada
Alloh Ta’ala.
Betapa banyak dalil-dalil di Al-Qur’an
dan Sunnah -yang menghancurkan pokok buatan tersebut yang menimbulkan
perpecahan diantara orang-orang beriman- berupa perintah-perintah untuk
menerapkan wala’ bagi Alloh, Rosul-nya dan orang-orang yang beriman,
serta baro’ dari orang-orang kafir, musyrikin serta orang-orang yang menentang Alloh Ta’ala.
Betapa besarnya dampak bid’ah dan
hizbiyyah di kalangan muslimin dalam membuat perpecahan, permusuhan,
saling hasad serta tipu daya diantara mereka. Terkadang kamu melihat
dalam sebuah keluarga, sesama saudara yang seibu sebapak, berada dalam
perselisihan yang sengit dan perpecahan yang lebar, masing-masing
membela mazhab dan pemikiran mereka yang muhdats (dibuat-buat), wallohul Musta’an.
Wahai kaum muslimin, berhati-hatilah kalian dari bala dan bencana ini. Ingatlah perkataan Alloh Ta’ala:
وَلَا تَكُونُوا كَالَّذِينَ تَفَرَّقُوا وَاخْتَلَفُوا مِنْ بَعْدِ مَا جَاءَهُمُ الْبَيِّنَاتُ وَأُولَئِكَ لَهُمْ عَذَابٌ عَظِيم
“Janganlah kalian seperti
orang-orang yang berpecah belah dan berselisih setelah
penjelasan-penjelasan datang kepada mereka. Merekalah orang-orang yang
akan mendapatkan azab yang besar”.(QS Ali ‘Imron 105)
Alloh mengatakan:
إِنَّ الَّذِينَ فَرَّقُوا دِينَهُمْ
وَكَانُوا شِيَعًا لَسْتَ مِنْهُمْ فِي شَيْءٍ إِنَّمَا أَمْرُهُمْ إِلَى
اللَّهِ ثُمَّ يُنَبِّئُهُمْ بِمَا كَانُوا يَفْعَلُون
“Sesungguhnya orang-orang yang
memecah belah agamanya dan menjadi beberapa golongan, sedikitpun bukan
tanggung jawabmu (Muhammad). Sesungguhnya urusan mereka kembali kepada
Alloh. Lalu Dia akan memberitahukan kepada mereka tentang perbuatan
mereka”(QS Al-An’am 159)
Rosululloh Shollallohu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:
إِنَّ اللهَ يَرْضَى لَكُمْ ثَلَاثًا،
وَيَكْرَهُ لَكُمْ ثَلَاثًا، فَيَرْضَى لَكُمْ: أَنْ تَعْبُدُوهُ، وَلَا
تُشْرِكُوا بِهِ شَيْئًا، وَأَنْ تَعْتَصِمُوا بِحَبْلِ اللهِ جَمِيعًا
وَلَا تَفَرَّقُوا، وَيَكْرَهُ لَكُمْ: قِيلَ وَقَالَ، وَكَثْرَةَ
السُّؤَالِ، وَإِضَاعَةِ الْمَالِ
“Sesungguhnya Alloh meridhoi tiga
perkara dan membenci tiga perkara bagi kalian. Dia meridhoi kalian:
dalam peribadahan-Nya dan tidak menyekutukan-Nya dengan apapun, serta
kalian seluruhnya berpegang teguh dengan tali Alloh dan tidak berpecah
belah. Sementara, Dia membenci bagi kalian: desas desus, banyak bertanya
dan menyia-nyiakan harta” (HR Muslim dari Abu Hurairoh Rodhiyallohu ‘Anhu)
Sebab Kesepuluh: Prasangka Buruk
Sebab ini dibangun di atas kecurigaan,
bayangan-bayangan jelek dan was-was. sehingga bisa merusak hubungan
dengan para ikhwah yang mulia gara-gara faktor sepele. Sebagai misal:
Terkadang seseorang dilewati temannya begitu saja tanpa mengucapkan
salam karena banyak pikiran dan sebagainya. Maka orang ini pun mulai
berprasangka buruk sehingga rusak hubungan antara keduanya gara-gara
bersandar dengan prasangka yang ada di hatinya.
Alloh telah melarang kebanyakan dari prasangka:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اجْتَنِبُوا كَثِيرًا مِنَ الظَّنِّ إِنَّ بَعْضَ الظَّنِّ إِثْمٌ
“Wahai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan dari prasangka. Sesungguhnya sebagian prasangka adalah dosa” (QS Al-Hujurat 12)
Sebab Kesebelas: Debat
Ini adalah pintu besar yang bisa
menimbulkan kerusakan hubungan, maka semestinya bagi kita untuk menjauh
darinya kecuali tidak ada cara lain yang bisa dipakai untuk menampakkan
kebenaran. Karena itulah Rosululloh Shollallohu ‘Alaihi wa Sallam mengatakan:
مَا ضَلَّ قَوْمٌ بَعْدَ هُدًى كَانُوا عَلَيْهِ إِلَّا أُوتُوا الجَدَلَ
“Tidaklah suatu kaum menjadi sesat setelah mendapat petunjuk kecuali didatangkan perdebatan kepada mereka”
Kemudian Rosululloh Shollallohu ‘Alaihi wa Sallam membaca ayat ini:
مَا ضَرَبُوهُ لَكَ إِلَّا جَدَلًا بَلْ هُمْ قَوْمٌ خَصِمُون
“Mereka tidak memberi perumpamaan kepadamu kecuali dengan maksud mendebat. Sebenarnya mereka adalah kaum yang suka bertengkar” (QS Az-Zukhruf 58)
(HR Ahmad, At-Tirmidzi, dan Ibnu Majah. Hadits ini di Shohil Musnad Syaikh Muqbil)
Betapa banyak perpecahan terjadi antar
ikhwah dengan sebab debat yang mengandung pembelaan terhadap pendapatnya
dan penentangan terhadap apa yang disampaikan padanya, bahkan disertai
kekeliruan-kekeliruan dan cacat (dalam perdebatan tersebut).
Sebab Kedua Belas: Egois dan Mau Menang Sendiri
Bahaya sifat ini sangat besar terhadap
pribadi ataupun masyarakat. Menyebabkan hilang atau melemahnya ukhuwah,
serta melenyapkan cinta akan kebaikan bagi kaum mukminin, serta
lenyapnya sifat mengalah.
Kedudukan seorang muslim jauh lebih
tinggi dari sifat rendahan ini. seorang mukmin mestinya jauh dari sifat
tamak, kikir, menimbun barang dsb .. serta berakhlak dengan sifat
dermawan, murah hati, ringan tangan dan pergaulan yang baik. Alloh
Ta’ala berfirman:
مُحَمَّدٌ رَسُولُ اللَّهِ وَالَّذِينَ
مَعَهُ أَشِدَّاءُ عَلَى الْكُفَّارِ رُحَمَاءُ بَيْنَهُمْ تَرَاهُمْ
رُكَّعًا سُجَّدًا يَبْتَغُونَ فَضْلًا مِنَ اللَّهِ وَرِضْوَانًا
“Muhammad adalah rosululloh dan
orang-orang yang bersamanya bersikap keras terhadap orang-orang kafir
namun berkasih-sayang sesame mereka. Kamu melihat mereka ruku’ dan sujud
mencari karunia Alloh dan keridhoaan-Nya”.(QS Al-Fath 29)
Alloh juga berfirman:
وَالَّذِينَ تَبَوَّءُوا الدَّارَ
وَالْإِيمَانَ مِنْ قَبْلِهِمْ يُحِبُّونَ مَنْ هَاجَرَ إِلَيْهِمْ وَلَا
يَجِدُونَ فِي صُدُورِهِمْ حَاجَةً مِمَّا أُوتُوا وَيُؤْثِرُونَ عَلَى
أَنْفُسِهِمْ وَلَوْ كَانَ بِهِمْ خَصَاصَةٌ وَمَنْ يُوقَ شُحَّ نَفْسِهِ
فَأُولَئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ
“Orang-orang Anshor yang telah
menempati kota Madinah dan telah beriman sebelum kedatangan mereka kaum
Muhajirin, mereka mencintai orang-orang yang berhijroh ke tempat mereka.
Mereka tidak menaruh keinginan di dalam hati mereka terhadap apa yang
diberikan kepada kaum muhajirin. Mereka mengutamakan Muhajirin di atas
diri-diri mereka sendiri meskipun mereka juga memerlukan. Barangsiapa
yang menjaga dirinya dari kekikiran maka mereka itulah orang yang
beruntung” (QS Al-Hasyr 9)
Barangsiapa yang mendapat perlakuan dari
orang yang mau menang sendiri maka wajib baginya bersabar sebagaimana
wasiat Rosululloh Shollallohu ‘Alaihi wa Sallam:
سَتَلْقَوْنَ بَعْدِي أُثْرَةً، فَاصْبِرُوا حَتَّى تَلْقَوْنِي عَلَى الحَوْضِ
“Sepeninggalku kalian akan mendapatkan sifat mau menang sendiri, maka bersabarlah kalian sampai menemuiku di telagaku” (Muttafaqun ‘Alaihi dari Usaid bin Khudair Rodhiyallohu ‘Anhu)
Rosululloh Shollallohu ‘Alaihi wa Sallam juga mengatakan:
إِنَّكُمْ سَتَرَوْنَ بَعْدِي أَثَرَةً وَأُمُورًا تُنْكِرُونَهَا
“Sepeninggalku kalian akan melihat sifat mau menang sendiri dan perkara-perkara yang kalian ingkari”
Mereka mengatakan: “Maka apa yang engkau perintahkan kepada kami wahai Rosululloh?”.Beliau mejawab”
أَدُّوا إِلَيْهِمْ حَقَّهُمْ، وَسَلُوا اللَّهَ حَقَّكُمْ
“Tunaikanlah hak-hak mereka dan mintalah hak-hak kalian kepada Alloh” (HR Al-Bukhory dari ‘Abdulloh bin Mas’ud Rodhiyallohu ‘Anhu)
Sebab Ketiga Belas: Keras Kepala Dan Ngotot Dengan Pendapat
Saya heran melihat sebagian teman yang
saling boikot akibat ngototnya salah seorang diantara mereka pada
pendapatnya dalam perkara yang ada keluasan di dalamnya, bahkan perkara
yang remeh. Aneh, hati-hati berselisih, saling boikot dan memutus
hubungan disebabkan kengototan dalam beberapa perkara yang remeh. Kamu
melihat seseorang berselisih dengan temannya gara-gara masalah sepele
yang masing-masingnya ngotot dengan pendapatnya dan tidak ada satupun
yang siap mengalah, padahal perkaranya lapang. Tidak terasa hubungan
mereka menjadi renggang.
Karena bahayanya perkara ini terhadap ukhuwah, maka Rosululloh Shollallohu ‘Alaihi wa Sallam memperingatkan dua utusannya untuk berdakwah kepada Alloh: Mu’adz dan Abu Musa Rodhiyallohu ‘Anhuma. Ketika mengutus mereka berdua ke Yaman, beliau berkata kepada mereka:
يَسِّرَا وَلاَ تُعَسِّرَا، وَبَشِّرَا وَلاَ تُنَفِّرَا، وَتَطَاوَعَا وَلاَ تَخْتَلِفَا
“Permudahlah dan jangan kalia
membuat susah. Buatlah mereka bergembira dan jangan melakukan sesuatu
yang membuat mereka lari. Saling taatlah kalian satu sama lain dan janga
berselisih (Muttafaqun ‘Alaihi, dari Abu musa Al-Asy’ari Rodhiyallohu ‘Anhu)
Pada hadits ini terdapat anjuran untuk
membuat kesepakatan, karena padanya terdapat pengokohan rasa cinta dan
hubungan serta kerja sama dalam kebenaran. Wallohul Muwaffiq
Akhir Kata …
Semoga peringatan dan nasehat Syaikh
menambah semangat untuk mempererat kecintaan dan tali persaudaraan
terutama yang murni dibangun di atas agama yang hanif ini.
Sudah semestinya bagi seorang mukmin untuk bersemangat pada apa-apa yang
bermanfaat baginya dan kaum muslimin, karena hal tersebut adalah alamat
kebahagiaan. Di sisi lain dia mesti menjaga dirinya agar jangan menjadi
perusuh di tengah yang mengusik ketenangan kaum muslimin karena itu
adalah alamat kesengsaraan. Rosululloh Sholllallohu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:
إن من الناس مفاتيح للخير مغاليق للشر وإن
من الناس مفاتيح للشر مغاليق للخير فطوبى لمن جعل الله مفاتيح الخير على
يديه وويل لمن جعل الله مفاتيح الشر على يديه
“Sungguh
sebagian manusia adalah kunci-kunci untuk kebaikan dan penutup-penutup
(pintu) kejelekan. Sementara sebagian manusia adalah penutup-penutup
(pintu) kebaikan dan kunci-kunci kejelekan. Maka kebahagiaan (surga)
bagi orang yang Allah jadikan kunci kebaikan pada tangannya, dan
celakalah bagi orang yang Allah jadikan kunci kejelekan pada tangannya” (HR Ibnu Majah dari Anas bin Malik Rodhiyallohu ‘Anhu, dihasankan oleh Al-’Allamah Al-Albani dengan segenap jalan-jalannya)
Mungkin sedikit pelajaran dari saya petik dari pribadi Syaikh kami Yahya Al-Hajury Hafizhohulloh yang
kami temui selama ini, sabagaimana derasnya beliau memperingatkan kaum
muslimin -terkhusus ikhwah salafiyyah- dari cengkeraman hizbiyyah,
demikian juga ngototnya beliau menasehatkan kepada ikhwah untuk menjaga
ukhuwah, tidak gampang berselisih, ta’ashshub (fanatik) dengan yang ini,
memboikot yang itu padahal semua masih salafy, masih di atas jalur
ahlussunnah. Beliau juga orang yang terbuka dalam menerima orang-orang
yang beriktikad baik untuk melakukan perbaikan. Ketika beliau
menyampaikan bahwa Sholih Al-Bakriy –Hafizhohulloh- menghubungi
beliau meminta maaf atas apa-apa yang telah lalu, beliau berkata:
“Tidaklah seseorang meminta kerelaan hatiku atas permasalahan yang telah
terjadi, kecuali aku merelakannya”.
Pada hakikatnya yaa ikhwaty,
kita mesti banyak bersabar. Baik ketika mengajak saudara kita ke dakwah
dan jalannya para salaf yang selamat, maupun sabar dalam menghadapi
kekurangan dan kelemahan teman yang sudah mau berjalan beriringan.
Dahulu kita menggandengnya dengan susah payah, kemudian akankah kita
lepas begitu saja?
TERIMA KASIH ATAS KUNJUNGAN SAUDARA
Judul: Mengikat Tali Persaudaraan – Memutus Sebab-sebab Perpecahan
Ditulis oleh Admin
Rating Blog 5 dari 5
Semoga artikel ini bermanfaat bagi saudara. Jika ingin mengutip, baik itu sebagian atau keseluruhan dari isi artikel ini harap menyertakan link dofollow ke http://risalahkajian.blogspot.com/2013/03/mengikat-tali-persaudaraan-memutus.html. Terima kasih sudah singgah membaca artikel ini.Ditulis oleh Admin
Rating Blog 5 dari 5