Toleransi Berlebihan Terhadap Ahlus Bid’ah

Posted by Admin 0 comments

TOLERANSI BERLEBIHAN TERHADAP AHLUS BID’AH

Ditulis oleh: Abu Ja’far Al-Harits Al-Minangkabawy
-semoga Alloh menjaganya-
Darul Hadits Dammaj, Yaman
بسم الله الرحمن الرحيم
إن الحمد لله نستعينه ونستغفره وأشهد أن لا إله إلا الله وحده لا شريك له وأشهد أن محمدا عبده ورسوله صلى الله عليه وعلى آله وسلم تسليما كثيرا أما بعد:
Masalah hizbiyyah adalah masalah pelik yang cukup rumit dipahami oleh sebagian besar salafiyyin. Hal itu dikarenakan mayoritas mereka pada awalnya dikenal berbaju salafy bahkan tergolong orang yang dipandang berilmu.

Bidang-bidang ilmu yang diajarkan tidak jauh berbeda, sehingga tidak jarang orang mengatakan: “Apa sih beda pengajian ustadz A dan para Ustadz B, kitab akidahnya sama, … kitab fiqhnya sama …”, sehingga unsur-unsur subjektif kemudian cenderung lebih dikedepankan untuk memilih tempat belajar.
Sebagian orang pun masa bodoh dan alergi menanggapi pembahasan seputar hizbiyyah dan menganggapnya sebagai sesuatu yang tidak berguna, dan menganggap orang yang mengulas pembahasan hizbiyyah membuang-buang waktu.
Sungguh itu adalah kesalahan besar dan langkah pertama menuju hizbiyyah -kecuali bagi orang yang diselamatkan Alloh-. Karena memang pola hizbiyyah pada awalnya sangat samar sekali, dan seringnya lebih terlihat pada praktek walau secara pendalilan dan proses pembelajaran kelihatannya mereka sehat-sehat saja.
Namun sikap-sikap yang samar tersebut telah ditangkap oleh para ulama terkhusus pakar jarh wa ta’dil sehingga mereka melihat bahwa berbedanya praktek hizbiyyun dengan amalan salaf mesti muncul dari kaedah-kaedah baru yang mereka anggap baik, bukan dari hakikat kaedah dan akidah salaf.
Ketahuilah bahwa satu kesalahan dalam mengambil sikap akan berbuntut kepada kesalahan-kesalahan berikutnya tanpa disadari. Sebagaimana kesalahan kebanyakan orang dalam mengkadar tingkat kelembutan dan toleransi yang dberikan kepada ahlul bid’ah. Jika orang keliru dalam masalah ini maka langkah-langkah ketergelinciran berikutnya telah menanti, diantaranya sikap antipati terhadap ahlussunnah yang serius menjelaskan membuka tabir bid’ah dan hizbiyyah.
Secara teoritis mungkin apa-apa yang diuraikan agak sulit dipahami, namun dengan mengikuti penjelasan ulama disertai contoh kasus yang yang sedang mereka tangani, insyaalloh akan terbuka cakrawala yang semoga menjadi sebab besar yang menyelamatkan kita dari jerat hizbiyyah.
Berikut tulisan Syaikh Robi’ bin Hadi Al-Madhkholy Hafizhohulloh yang berjudul Nasihatun wa Dzikro Li Kull Man Takallama bismi As-Salafiyyah, semoga bisa mencerminkan gambaran permasalahan. Namun disarankan bagi pembaca yang mendapatkan kebingungan dalam beberapa kaidah yang beliau singgung, untuk merujuk lagi ke terjemahan kitab Mishbahuz Zholam karena disitu terdapat pemaparan yang agak meluas disertai contoh-contohnya.
Syaikh Robi’ Hafizhohulloh mengatakan:
بسم الله الرحمن الرحيم
الحمد لله والصلاة والسلام على رسول الله وعلى آله وصحبه ومن اتبع هداه.أما بعد:
Tulisan ini adalah nasehat dan peringatan kepada setiap orang yang berbicara atas nama salafiyyah, akan tetapi ketika datang ujian, dan ketika datang panah dan tombak ke tengah-tengah salafiyyah dari para pembuat makar, fitnah dan keributan, anda tidak mendapatkan orang ini menjadi bala tentara salafiyyah, tidak juga termasuk para pemanahnya. Bahkan anda mendapatkan darinya berbagai keanehan dan keganjilan.
Telah nampak dari kalangan yang mengaku-ngaku dirinya salafi –sementara mereka menunggu-nunggu kesempatan merusak dakwah dan pengikutnya- berbagai sikap serta amalan-amalan yang bertolak belakang dengan salafiyyah baik dari sisi manhaj maupun pokok-pokoknya, yang membuat ubun-ubun beruban
Diantara sikap sikap tersebut:
1. Membela Ahlul bid’ah yang besar seperti penganut hululiyyah dan wihdatul wujud, serta wihdatul adyan (penyatuan agama)[1], ikhwatul adyan (persaudaraan antar agama), musaawatul adyan (persamaan antara agama), pemilik khurafat-khurafat dan kesyirikan-kesyirikan. Orang (yang mengaku salafi ini pun) memberi kesaksian bahwa mereka adalah ahlussunah, bahkan sampai perkaranya kepada tahap rekomendasi dari para gembong (orang-orang yang berbaju salafy) terhadap para penentang dari kalangan Rofidhoh dan Shufiyyah. Mereka menyifati orang-orang tersebut sebagai ulama-ulama yang dipercaya, merekomendasikan mazhab-mazhab mereka. Semua itu turut dibantu oleh para pengikut yang bodoh.
2. “Peperangan” yang keji dan zholim terhadap ahlussunnah, membuat jelek citra mereka, manhaj serta pokok-pokok mereka (di mata kaum muslimin –pent).
3. Membuat pokok-pokok baru yang menentang pokok-pokok dan manhaj ahlussunnah dengan tujuan memerangi ahlussunnah dan membela para ahlul bid’ah yang besar. Pokok-pokok baru tersebut seperti:
a. Kita memperbaiki tidak menjarh
b. Manhaj yang luas dan lapang, sehingga menampung semua ahlussunnah –menurut istilah mereka- dan umat ini. Akan tetapi mereka mempersempit ruang gerak ahlussunnah (yang hakiki), manhaj serta pokok-pokok mereka.
c. Mahhaj Muwazanah (menghitung antara kesalahan dan jasa).
d. Memalingkan ungkapan global dari para pengikut kesesatan kepada perincian-perincian mereka (sehingga maknanya menjadi baik –pent). Sementara rincian mereka yang jelas telah terlihat sebelum munculnya pengglobalan tersebut.
Serta pokok-pokok lainnya yang dipandang hina oleh ahlussunnah, dimana ahlussunnah telah menjelaskan kebatilan dan kepalsuan dari pokok-pokok tersebut.
4. Untuk melarikan diri dari al-haq dan tetap berada kokoh di atas kebatilah mereka menelurkan slogan:
a. Kaidah: “… tidak mengharuskanku”.
b. Kaidah: “… tidak (memberikan penjelasan yang) memuaskanku”.
c. Memerangi pokok: Jarh mufassar (terperinci).
d. Menolak khabar tsiqoh.
e. Mensyaratkan adanya ijma’ untuk membid’ahkan setiap mubtadi’, bagaimanapun tegaknya dalil-dalil dan bukti-bukti yang mengharuskan pembid’ahan mereka, bagaimanapun kedudukan orang yang membid’ahkan, bagaimanapun banyak orang yang membid’ahkan. Apabila mereka diselisihi oleh satu orang saja dari kalangan pengikut hawa nafsu, maka batallah tabdi’ (pembid’ahan).
f. Mereka membuat kaidah dalam mencela shahabat Muhammad Shollallohu ‘Alaihi wa Sallam pada jenis celaan yang paling keji, yaitu menyifatkan shohabat dengan buih-buih (di air bah). Ketika dituntut untuk menyampaikan udzur dari perkataan itu, mereka mengatakan: “Itu bukan celaan, bukanlah celaan. Kalau kata ini muncul dari seorang sunny maka itu bukanlah celaan. Kalau muncul dari seorang rofidhy baru jadi celaan”. Kaidah ini berlangsung sejak tahun 1424 H sampai hari ini.
Kaidah-kaidah buatan ini menjadi sumber bagi fitnah-fitnah yang datang seperti potongan malam yang kelam. Semua bala ini ditemani dengan kesombongan, penentangan dan keangkuhan terhadap orang-orang yang menasehati mereka serta menjelaskan penyimpangan dan omong kosong mereka.
Bersamaan dengan berbagai cobaan, bala dan selainnya, kita mendapatkan ada saja orang yang merekomendasi mereka dan menghukumi mereka sebagai ahlussunnah.
Ada beberapa hadits nabawi yang ingin aku sampaikan untuk mengingatkan kaum tersebut akan mereka berpikir dan terlahau dari apa yang mereka lakukan selama ini.
1. Dari Qois bin Abi Hazim, beliau berkata: “Abu Bakr Rodhiyallohu ‘Anhu berdiri, memuji dan menyanjung Alloh, lalu berkata: “Wahai manusia, kalian membaca ayat ini:
يا أيها الذين آمنوا عليكم أنفسكم لا يضركم من ضل إذا اهتديتم
“Hai orang-orang yang beriman, jagalah diri kalian; Tiadalah orang yang sesat itu akan memberi mudharat kepada kalian apabila kalian telah mendapat petunjuk” (QS Al-Maa’idah 105)
Namun kalian meletakkannya di selain tempatnya. Aku mendengar Rosululloh Shollallohu ‘Alaihi wa Sallam mengatakan:
إذا رأى الناس المنكر فلم يغيروه أوشك أن يعمهم الله بعقاب
“Apabila manusia melihat kemungkaran namun mereka tidak mengubahnya, maka dekat sekali (masa) Alloh akan mengazab mereka secara umum”.
Ini hadits yang shohih, diriwayatkan Imam Ahmad di Musnadnya (1/5), Abu Daud di Sunannya/ no hadits (4338), Ibnu Majah di Sunannya/ Kitabul Fitan/ no hadits (4005), serta selain mereka dari para Imam.
2. Dari Hudzaifah Ibnul Yaman Rodhiyallohu ‘Anhu, dari Rosululloh Shollallohu ‘Alaihi wa Sallam, beliau berkata:
وَالَّذِي نَفْسِي بيده لَتَأْمُرُنَّ بِالْمَعْرُوفِ وَلَتَنْهَوُنَّ عن الْمُنْكَرِ أو لَيُوشِكَنَّ الله أَنْ يَبْعَثَ عَلَيْكُمْ عِقَابًا منه ثُمَّ تَدْعُونَهُ فلا يُسْتَجَابُ لَكُمْ
“Demi yang jiwaku berada di tangannya. Betul-betullah kalian mengerjakan amar ma’ruf nahi mungkar atau sungguh akan dekat (masa) Alloh mengutus azab dari-Nya kepada kalian, kemudian kalian berdo’a kepada-Nya dan kalian tidak akan dikabulkan”.
Hadits ini diriwayatkan At-Tirmidzi/ Kitabul Fitan/ no hadits (2169), beliau berkata hadits ini hasan, akan tetapi pada sanadnya terdapat kelemahan. Hadits ini juga diriwayatkan oleh Imam Ahmad di Musnadnya (5/388).
Hukum At-Tirmidzi bahwa hadits ini hasan dikarenakan hadits ini memiliki dua penguat:
Pertama: Hadits dari ‘Aisyah Rodhiyallohu ‘Anha. Diriwayatkan Imam Ahmad di Musnadnya (6/159), dengan makna semisal, dan pada sanadnya terdapat kelemahan. Kedua: dari hadits Abu Hurairoh Rodhiyallohu ‘Anhu, diriwayatkan Al-Bazzar di Musnadnya/ no hadits (8508), Al-Khothib di Tarikhnya (13/92).
Dengan segenap jalan-jalan ini, maka hadits ini naik derajatnya ke hasan li ghorihi. Syaikh Al-Albany menghasankannya di Shohihul Jami’ (6947).
3. Dari Ibnu Mas’ud Rodhiyallohu ‘Anhu, bahwasanya Rosululloh Shollallohu ‘Alaihi wa Sallam mengatakan:
ما من نَبِيٍّ بَعَثَهُ الله في أُمَّةٍ قَبْلِي إلا كان له من أُمَّتِهِ حَوَارِيُّونَ وَأَصْحَابٌ، يَأْخُذُونَ بِسُنَّتِهِ وَيَقْتَدُونَ بِأَمْرِهِ، ثُمَّ إِنَّهَا تَخْلُفُ من بَعْدِهِمْ خُلُوفٌ يَقُولُونَ مالا يَفْعَلُونَ وَيَفْعَلُونَ مالا يُؤْمَرُونَ، فَمَنْ جَاهَدَهُمْ بيده فَهُوَ مُؤْمِنٌ، وَمَنْ جَاهَدَهُمْ بِلِسَانِهِ فَهُوَ مُؤْمِنٌ، وَمَنْ جَاهَدَهُمْ بِقَلْبِهِ فَهُوَ مُؤْمِنٌ، وَلَيْسَ وَرَاءَ ذلك من الْإِيمَانِ حَبَّةُ خَرْدَلٍ
“Tidak seorang nabi pun yang Alloh utus pada umat-umat sebelumku, kecuali dia memiliki para penolong dan shohabat dari umatnya. Mereka mengambil sunnahnya dan mengikuti perintahnya. Kemudian mereka akan digantikan oleh generasi yang mengatakan apa yang tidak mereka lakukan dan melakukan apa yang tidak diperintahkan. Barangsiapa yang memerangi mereka dengan tangannya maka dia adalah seorang mukmin, barangsiapa yang memerangi mereka dengan lisannya maka dia adalah seorang mukmin, barangsiapa yang memerangi mereka dengan hatinya maka dia adalah seorang mukmin. Tidak ada setelah itu keimanan walau sebesar biji sawi.
Diriwayatkan oleh Imam Muslim di Kitabul Imam/ no hadits (50), Abu ‘Awanah (1/35-36), Ibnu Mandah di Kitabul Iman (hal 183-184)
Pada hadits-hadits ini terdapat penjelasan dari Rosululloh Shollallohu ‘Alaihi wa Sallam akan bahaya kemungkaran berupa bid’ah dan maksiat.
Bahaya dan dampak jeleknya tidak hanya terbatas kepada pelakunya, melainkan mencakup orang-orang yang mengambil muka dan beramah tamah dengan mereka, serta lebih-lebih lagi bahaya itu meliputi orang-orang yang membela kemungkaran tersebut. Perkara ini bertambah parah lagi jika orang tersebut melawan orang-orang yang mengingkari kemungkaran-kemungkaran tersebut dari kalangan ahlul haq yang menegakkan aturan-aturan Alloh, memerangi pengikut kesesatan dan fitnah.
4. Dari Nu’man bin Basyir Rodhiyallohu ‘Anhuma: Nabi Shollallohu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:
مَثَلُ الْمُدْهِنِ فِي حُدُودِ اللَّهِ وَالْوَاقِعِ فِيهَا مَثَلُ قَوْمٍ اسْتَهَمُوا سَفِينَةً فَصَارَ بَعْضُهُمْ فِي أَسْفَلِهَا وَصَارَ بَعْضُهُمْ فِي أَعْلَاهَا فَكَانَ الَّذِي فِي أَسْفَلِهَا يَمُرُّونَ بِالْمَاءِ عَلَى الَّذِينَ فِي أَعْلَاهَا فَتَأَذَّوْا بِهِ فَأَخَذَ فَأْسًا فَجَعَلَ يَنْقُرُ أَسْفَلَ السَّفِينَةِ فَأَتَوْهُ فَقَالُوا مَا لَكَ قَالَ تَأَذَّيْتُمْ بِي وَلَا بُدَّ لِي مِنْ الْمَاءِ فَإِنْ أَخَذُوا عَلَى يَدَيْهِ أَنْجَوْهُ وَنَجَّوْا أَنْفُسَهُمْ وَإِنْ تَرَكُوهُ أَهْلَكُوهُ وَأَهْلَكُوا أَنْفُسَهُمْ
“Permisalan orang yang mengambil muka, tidak mengingkari keharaman Alloh, dan permisalan orang yang melakukan keharaman, adalah seperti suatu kaum yang mengambil undian untuk mendapatkan tempat di kapal, sehingga sebagian mereka mendapatkan tempat di lantai bawah (lambung kapal) dan sebagiannya mendapatkan tempat di lantai atas. Maka orang yang dibawah (kalau mengambil air) melalui orang yang di atas dengan air tersebut sehingga orang yang di atas pun menjadi terganggu. Maka orang yang di bawah tersebut mengambil kapak dan mulai melubangi bagian bawah kapal. Lantas orang-orang yang berada di atas mendatanginya dan berkata: “Ada apa denganmu?”. Dia menjawab: “Kalian telah terganggu denganku sementara aku mesti mendapatkan air”. Apabila mereka bisa menahan perbuatan orang itu, maka mereka bisa menyelamatkan orang tersebut dan menyelamatkan diri mereka sendiri. Apabila mereka membiarkannya, maka mereka telah membinasakan orang tersebut dan membinasakan diri mereka sendiri”.
Hadits ini diriwayatkan oleh Al-Bukhory di Shohihnya/ Kitabusy Syahadat/ no hadits (2686), Imam Ahmad di Musnadnya (4/ 268-269), At-Tirmidzi/ Kitabul Fitan/ no hadits (2173), Ibnu Hibban/ Kitabul Ihsan (297-298).
Sementara lafazh hadits ini diriwayat Imam Ahmad dan At-Tirmidzi:
مَثَلُ الْقَائِمِ على حُدُودِ اللَّهِ وَالْمُدْهِنِ فيها كَمَثَلِ قَوْمٍ اسْتَهَمُوا على سَفِينَةٍ في الْبَحْرِ فَأَصَابَ بَعْضُهُمْ أَعْلَاهَا وَأَصَابَ بَعْضُهُمْ أَسْفَلَهَا فَكَانَ الَّذِينَ في أَسْفَلِهَا يَصْعَدُونَ فَيَسْتَقُونَ الْمَاءَ فَيَصُبُّونَ على الَّذِينَ في أَعْلَاهَا فقال الَّذِينَ في أَعْلَاهَا لَا نَدَعُكُمْ تَصْعَدُونَ فَتُؤْذُونَنَا فقال الَّذِينَ في أَسْفَلِهَا فَإِنَّا نَنْقُبُهَا من أَسْفَلِهَا فَنَسْتَقِي فَإِنْ أَخَذُوا على أَيْدِيهِمْ فَمَنَعُوهُمْ نَجَوْا جميعا وَإِنْ تَرَكُوهُمْ غَرِقُوا جميعا
“Permisalahan orang yang melakukan keharaman Alloh dan orang yang mengambil muka pada keharaman itu adalah seperti suatu kaum yang melakukan undian demi mendapatkan tempat di atas kapal yang tengah berada di lautan. Maka sebagian mereka mendapatkan tempat di atas dan sebagiannya mendapatkan tempat di bawah. Orang-orang yang berada di bawah naik untuk mengambil air sehingga mereka membasahi orang-orang yang berada dia atas. Maka orang-orang yang berada di atas mengatakan: “Kami tidak akan membiarkan kalian naik sehingga kalian mengganggu kami”. Orang-orang yang berada di bawah mengatakan: “Sungguh kami akan melobangi kapal dari bawah sehingga kami bisa mengambil air. Apabila mereka (yang di atas) bisa menahan orang-orang (yang di bawah) tersebut maka mereka akan selamat semuanya, apabila mereka membiarkannya maka mereka akan tenggelam semuanya”.
Orang yang mengambil muka adalah para penjilat yang melihat dan mendengar sebuah kemungkaran berupa bid’ah dan selainnya tapi tidak mengingkarinya, bahkan terus menjilat kepada pelaku kemungkaran dan membela kemungkaran tersebut.
Maka bagaimana jika sikap dia berlanjut sampai kepada pembelaan terhadap pelaku kemungkaran, menghiasi-hiasi keadaan mereka serta merekomendasikan bahwa mereka adalah ahlus sunnah?.
Bagaimana jika perbuatan tersebut berlanjut dengan tidak mau menolong orang yang mengingkari kemungkaran tersebut bahkan membuat ganbaran yang keliru pada manusia dengan menyatakan bahwa mereka (para pengingkar kemungkaran) tidak berada di atas al-haq, menyelisihi manhaj yang benar??
Sikap-sikap inilah yang menyemangati para pelaku kemungkaran untuk terus menerus dalam kesesatan mereka, mendorong orang-orang yang memiliki kelemahan jiwa untuk berprasangka baik terhadap mereka, terlempar ke pelukan mereka, menolong dan membela mereka serta perkara-perkara lain yang memalingkan mayoritas orang dari manhaj salafus sholih di kebanyakan negara.
Maka wajib bagi golongan ini untuk bertakwa kepada Alloh serta meninjau kembali sikap-sikap mereka dengan sungguh-sungguh dan keikhlasan, dan mengenal apa yang diakibatkan oleh sikap-sikap mereka tersebut berupa dampak-dampak yang berbahaya, yang kelak akan ditanya di hadapan Alloh ‘Azza wa Jalla di hari seseorang tidak bisa membela orang lain sedikitpun. Wajib bagi mereka untuk melihat kembali orang-orang dekat mereka dengan sungguh-sungguh karena sesungguhnya ini adalah perkara yang berbahaya.
Aku mengingatkan mereka dengan perkataan Alloh Ta’ala:
الْأَخِلَّاء يَوْمَئِذٍ بَعْضُهُمْ لِبَعْضٍ عَدُوٌّ إِلَّا الْمُتَّقِينَ
“Teman-teman akrab pada hari itu sebagiannya menjadi musuh bagi sebagian yang lain kecuali orang-orang yang bertakwa”. (QS Az-Zukhruf 67)
Aku juga mengingatkan mereka dengan perkataan Alloh Ta’ala:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ كُونُواْ قَوَّامِينَ بِالْقِسْطِ شُهَدَاء لِلّهِ وَلَوْ عَلَى أَنفُسِكُمْ أَوِ الْوَالِدَيْنِ وَالأَقْرَبِينَ
“Wahai orang-orang yang beriman, jadilah kamu orang yang benar-benar penegak keadilan, menjadi saksi karena Allah biarpun terhadap dirimu sendiri atau ibu bapa dan kaum kerabatmu”. QS An-Nisa’ 135)
Juga dengan sabda Rosululloh Shollallohu ‘Alaihi wa Sallam:
الدِّينُ النَّصِيحَةُ الدِّينُ النَّصِيحَةُ ثلاثا، قالوا: لِمَنْ يا رَسُولَ اللَّهِ؟ قال: لِلَّهِ وَلِكِتَابِهِ وَلِرَسُولِهِ ولأئمة الْمُسْلِمِينَ وَعَامَّتِهِمْ
“Agama ini adalah nasehat, agama ini adalah nasehat (tiga kali)”. Para Shohabat mengatakan: “Untuk siapa wahai Rosululloh?”. Beliau menjawab: “Untuk Alloh, kitab-Nya, Rosul-Nya, para pemimpin muslimin dan masyarakatnya”.
Aku ingatkan mereka dengan hadits shohabat yang mulia Jarir bin ‘Abdillah Al-Bajali Rodhiyallohu ‘Anhu.
Dari Ziyad bin ‘Ilaqoh berkata: “Aku mendengar Jarir bin ‘Abdillah ketika dia berdiri berkhutbah di hari kematian Al-Mughiroh bin Su’bah: “Wajib bagi kalian untuk bertakwa kepada Alloh ‘Azza wa Jalla, dan tenang sampai datang pemimpin (pengganti) karena dia akan datang sekarang. Berilah syafaat pada pemimpin kalian karena dia suka memaafkan”.
Kemudian dia berkata: “Amma Ba’du, sungguh aku telah mendatangi Rosululloh Shollallohu ‘Alaihi wa Sallam maka aku mengatakan: “Aku ingin membai’atmu atas Islam”. Maka beliau mensyaratkan kepadaku untuk melakukan nasehat bagi setiap muslim, maka aku membaiat beliau atas itu. Demi Robb masjid ini, aku sungguh seorang penasehat bagi kalian semuanya”. Kemudian beliau (Jarir) beristighfar dan turun”.
Diriwayatkan oleh Al-Bukhory di Shohihnya/ Kitabul Iman/ Bab perkataan Nabi Shollallohu ‘Alaihi wa Sallam:
الدِّينُ النَّصِيحَةُ لِلَّهِ وَلِرَسُولِهِ وَلِأَئِمَّةِ الْمُسْلِمِينَ وَعَامَّتِهِمْ
dan perkataan Alloh Ta’ala
وَقَوْلِهِ تَعَالَى (إِذَا نَصَحُوا لِلَّهِ وَرَسُولِهِ
no hadits (58). Juga diriwayatkan oleh Imam Ahmad (4/ 357) dan Bukhory/ Kitabul Iman/ no hadits (57) dengan riwayat yang ringkas.
Aku mengingatkan mereka dengan hadits-hadits dan ayat-ayat ini dari sisi wajibnya menegakkan nasehat demi Alloh, kitab-Nya, Rosul-Nya para pemimpin muslimin dan masyarakatnya, serta apa yang terkandung di dalamnya berupa wajibnya mengingkari kemungkaran-kemungkaran, serta ancaman yang keras bagi orang yang tidak melakukan kewajiban ini dan tidak mengingkari kemungkaran.
Aku katakan sebagaimana dikatakan oleh Jarir: “Demi Robb masjid ini, aku sungguh seorang penasehat bagi kalian semuanya”. Bahkan aku katakan: Demi Robb langit dan bumi aku sungguh seorang penasehat bagi mereka.
Aku ingatkan mereka dengan perkataan Anas Rodhiyallohu ‘Anhu: “Sesungguhnya kalian melakukan amalan yang di mata kalian lebih halus dari rambut. Sungguh dahulu kami di zaman Nabi Shollallohu ‘Alaihi wa Sallam menghitungnya termasuk dosa-dosa”.
Diriwayatkan oleh Al-Bukhory di Kitabur Roqo’iq/ no hadits (6492), Ahmad di Musnadnya (3/157), dan Abu Ya’la di Musnadnya/ no hadits (4207 dan 4314).
Diantara nasehatku kepada mereka, agar mereka mempelajari manhaj salafus sholeh dari sumbernya, konsisten dengannya dan mengamalkannya pada diri-diri mereka dan orang lain. Aku memohon kepada Alloh agar membukakan mata orang-orang tersebut pada apa-apa yang mereka bodoh dan keliru tentangnya, atau yang sengaja mereka lakukan.
وصلى الله على نبينا محمد وعلى آله وصحبه وسلم
Ditulis oleh Robi’ bin Hadi ‘Umair Al-Madkholy
9/2/1432 H

[1] Seorang salafy yang cerdas, sekali-kali tidak tertipu dengan apa yang dinampakkan ‘Ali Al-Halaby berupa pengkafiran Wihdaatul Adyan, karena dia mengkritik gerakan tersebut dari satu sisi sementara di sisi lain dia dan para penolongnya membela gerakan tersebut. Dia (Al-Halaby dan pendukungnya) merekomendasi orang-orang yang mendakwahkan pemahaman tersebut dan memerangi orang yang mengkritik pergerakan tersebut. Dia menyifati para pengkritik sebagai orang-orang yang ekstrim dan khowarij. dan mengeroyok mereka. Betapa banyak sikap bermain-main dengan ramah-tamah buta yang muncul dari sisinya (Al-Halaby).

Sumber: ahlussunnah.web.id
TERIMA KASIH ATAS KUNJUNGAN SAUDARA
Judul: Toleransi Berlebihan Terhadap Ahlus Bid’ah
Ditulis oleh Admin
Rating Blog 5 dari 5
Semoga artikel ini bermanfaat bagi saudara. Jika ingin mengutip, baik itu sebagian atau keseluruhan dari isi artikel ini harap menyertakan link dofollow ke http://risalahkajian.blogspot.com/2013/03/toleransi-berlebihan-terhadap-ahlus.html. Terima kasih sudah singgah membaca artikel ini.
credit for cara membuat email - Copyright of Risalah Kajian.