Perpecahan Umat Islam; Antara Larangan dan Kepastian
0
comments
PERPECAHAN UMAT ISLAM
ANTARA LARANGAN DAN KEPASTIAN
-Sebuah Muqoddimah-
Ditulis:
Mushlih bin Syahid Abu Sholeh Al-Madiuniy
-saddadahulloh-
Mushlih bin Syahid Abu Sholeh Al-Madiuniy
-saddadahulloh-
بسم الله الرحمن الرحيم
إن الحمد لله نستعينه ونستغفره
وأشهد أن لا إله إلا الله وحده لا شريك له وأشهد أن محمدا عبده
ورسوله صلى
الله عليه وعلى آله وسلم تسليما كثيرا أما بعد
Perpecahan umat Islam merupakan
kenyataan pahit yang dialami oleh kaum muslimin secara umum, terlebih
lagi pada akhir zaman setelah merajalelanya kejahilan dan kecenderungan
untuk mengikuti hawa nafsu dan kepuasan duniawi. Demikian juga, jauhnya
mereka dari bimbingan ilahi dengan banyak meninggalkan ajaran agama yang
lurus dan cenderung mengedepankan akal pikiran semata dalam menjalani
kehidupan dunia ini. Dengan demikian, muncullah berbagai penyimpangan
syariat baik berupa sikap ghuluw (berlebihan), banyaknya perdebatan dalam perkara agama, munculnya fanatisme sempit, kerusuhan dan pemberontakan terhadap waliyul amr, baik dari kalangan ulama’ maupun umaro’
atau sikap menyerupai dan mengekor terhadap orang-orang kafir. Hal itu
semua merupakan sebab-sebab timbul dan maraknya perpecahan umat ini,
sehingga menyebabkan keadaan umat Islam semakin terpuruk.
Akankah kita terus berpangku tangan dan
acuh tak acuh terhadap kenyataan tersebut? Masa bodoh dengan nasib umat,
bahkan terhadap keselamatan diri dan agama kita sendiri, sehingga kita
akan terus terseret arus perpecahan itu?
Tentunya sebagai seorang muslim yang
baik, hendaknya cerdas dalam menanggapi apa yang terjadi di sekitarnya,
terlebih lagi terhadap perkara-perkara yang berdampak buruk terhadap
diri dan agamanya di dunia dan akherat, diantaranya adalah perpecahan
umat tersebut. Hal itu dengan cara mengenal hakekat perpecahan itu
sendiri serta mengetahui dan mengerti akan pentingnya untuk
mempelajarinya.
PENGERTIAN
Istilah perpecahan umat dalam pembahasan syariat Islam memiliki beberapa makna:
Pertama: perpecahan dan perselisihan dalam agama. Hal ini sebagaimana dalam firman Alloh -ta’ala-:
واعتصموا بحبل الله جميعا ولا تفرقوا
“Berpeganglah kalian semuanya kepada tali (agama) Alloh dan janganlah bercerai-berai.” (QS. Ali Imron: 103)
ولا تكونوا كالذين تفرقوا واختلفوا من بعد ما جاءهم البينات وأولئك لهم عذاب عظيم
“Janganlah kalian menyerupai
orang-orang yang bercerai-berai dan berselisih sesudah datang keterangan
yang jelas kepada mereka. Mereka itulah orang-orang yang mendapat siksa
yang berat.” (QS. Ali Imron: 105)
إن الذين فرقوا دينهم وكانوا شيعا لست منهم في شيء إنما أمرهم إلى الله ثم ينبئهم بما كانوا يفعلون
“Sesungguhnya orang-orang yang
memecah belah agama mereka dan menjadi berkelompok-kelompok, tidak ada
sedikitpun tanggung jawabmu kepada mereka. Sesungguhnya urusan mereka
hanyalah terserah kepada Alloh. Kemudian Alloh akan memberitahukan kepada mereka apa yang telah mereka perbuat.” (QS. Al-An’am: 159)
Sabda Rosululloh -shollallohu ‘alaihi wa sallam-:
إنما هلك من كان قبلكم من الأمم باختلافهم في الكتاب
“Terjadinya kebinasaan umat-umat sebelum kalian hanyalah karena penyelisihan mereka terhadap Al-Kitab.” (HR. Muslim dari Abdulloh bin ‘Amr -rodhiyallohu ‘anhuma-)
Kedua: perpecahan terhadap jama’ah kaum muslimin yang merupakan keumuman umat Islam pada zaman Rosululloh -shollallohu ‘alaihi wa sallam- dan para shahabat beliau. Mereka dijuluki sebagai Ahlussunnah
setelah munculnya kelompok-kelompok sempalan yang ada. Maka siapa yang
menyelisihi jalan mereka pada suatu perkara pokok (prinsip) agama -baik
dalam aqidah atau manhaj-, sehingga membangkang terhadap para ulama
agama dan memberontak, maka dialah biang perpecahan itu. Orang seperti
inilah yang disebutkan oleh Rosululloh -shollallohu ‘alaihi wa sallam- dalam sebuah sabda beliau:
من خرج من الطاعة وفارق الجماعة
ثم مات مات ميتة جاهلية ومن قتل تحت راية عمية يغضب للعصبة ويقاتل للعصبة
فليس من أمتي ومن خرج من أمتي على أمتي يضرب برها وفاجرها لا يتحاش من
مؤمنها ولا يفي بذي عهدها فليس مني
“Siapa yang keluar dari ketaatan dan
menyimpang dari jama’ah kemudian mati, maka matinya seperti kematian
jahiliyah. Siapa yang berperang di bawah bendera fanatisme buta, marah
dan berperang karenanya, maka dia bukan dari umatku. Siapa yang keluar
dari umatku, menghantam yang sholeh maupun jahat, tidak peduli dengan
kaum mukminnya dan tidak menepati perjanjian dengan ahludz dzimmahnya
(orang kafir yang terikat perjanjian dengan kaum muslimin), maka dia
bukanlah bagian dariku.” (HR. Muslim dari Abu Huroiroh -rodhiyallohu ‘anhu-)
Maka beliau -shollallohu ‘alaihi wa sallam- menyebutkan beberapa jenis orang yang termasuk dalam golongan pembangkang dan pemberontak:
1. Orang-orang yang berpecah dari jama’ah muslimin.
2. Orang-orang yang keluar dari ketaatan terhadap pemimpin kaum muslimin.
3. Memberontak terhadap umat dengan cara kekerasan.
4. Orang-orang yang berperang di bawah bendera fanatisme buta.
Oleh karena itu, sikap keluar dari jalan Ahlussunnah wal jama’ah,
meskipun hanya pada satu perkara pokok dari prinsip-prinsip agama, baik
dalam bidang aqidah maupun selainnya atau berhubungan dengan
kemaslahatan umat yang besar, semua itu termasuk dalam perpecahan yang
dapat menyebabkan fitnah, peperangan, pembangkangan dan kebid’ahan. Para
pelakunya dinamakan ahli ahwa’ dan ahli bida’.
Syaikhul Islam -rohimahulloh- berkata: “Kebid’ahan itu beriringan dengan perpecahan, sebagaimana as-sunnah itu beriringan dengan al-jama’ah (persatuan). Sehingga mereka dijuluki dengan: Ahlussunnah wal jamaa’ah sebagaimana lawan mereka dijuluki dengan: ahlul bid’ah wal furqoh.” (lihat Al-Istiqomah: 1/42, karya Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah -rohimahulloh-)
(Mausu’ah Al-Firoq Al-Muntasibah lil-Islam: 1/5)
*********************
LARANGAN PERPECAHAN PADA UMAT INI
Banyak dalil-dalil yang berisi tentang
perintah untuk berjama’ah diiringi dengan larangan dari perpecahan pada
satu tempat, padahal perintah untuk berjamaah tersebut mengandung
konsekwensi larangan untuk berpecah dan sebaliknya walaupun tidak
disebutkan dalam satu tempat. Hal ini sesuai dengan kaedah: “Seluruh perintah untuk melakukan sesuatu mengandung konsekwensi larangan untuk melakukan kebalikannya.” Hal ini menunjukkan begitu ditekankannya perkara wajibnya berjamaah serta larangan untuk berpecah-belah.
Diantara dalil-dalil tersebut adalah firman Alloh –ta’ala-:
واعتصموا بحبل الله جميعا ولا
تفرقوا واذكروا نعمة الله عليكم إذ كنتم أعداء فألف بين قلوبكم فأصبحتم
بنعمته إخوانا وكنتم على شفا حفرة من النار فأنقذكم منها كذلك يبين الله
لكم آياته لعلكم تهتدون
“Berpeganglah kalian semuanya kepada tali (agama) Alloh dan janganlah bercerai-berai. Ingatlah akan nikmat Alloh kepada kalian ketika dahulu (masa Jahiliyah) kalian bermusuh-musuhan. Maka Alloh mempersatukan hati kalian, lalu menjadilah kalian karena nikmat Alloh sebagai orang-orang yang bersaudara dan kalian telah berada di tepi jurang neraka, lalu Alloh menyelamatkan kalian darinya. Demikianlah Alloh menerangkan ayat-ayat-Nya kepada kalian, agar kalian mendapat petunjuk.” (QS. Ali Imron: 103)
Pada ayat ini Alloh –‘azza wa jalla- memerintahkan kita untuk berpegang dengan jama’ah di atas kalimat yang haq, mentaati Alloh
dan Rosul-Nya, karena hal itu merupakan keselamatan serta merupakan
sesuatu yang diridhoi oleh-Nya dan melarang dari berpecah-belah dalam
agama ini, menuruti hawa nafsu dan kepentingan-kepentingan duniawi
seperti berpecahnya Yahudi dan Nashrani dalam agama mereka, karena hal
itu merupakan kebinasaan serta dibenci oleh-Nya. Perintah untuk
berjamaah ini bersifat umum untuk seluruh umat di setiap tempat dan
zaman. Ini merupakan salah satu dari kaedah pokok agama Islam yang
dengannya akan terwujud kesepakatan kata, keteraturan di segala bidang
kehidupan baik dunia maupun agama dan keselamatan dari perselisihan.
(lihat Tafsir Ath-Thobariy, Ibnu Katsir dan Al-Qurthubiy pada ayat ini)
Rosululloh -shollallohu ‘alaihi wa sallam- bersabda:
إن الله يرضى لكم ثلاثا ويكره لكم
ثلاثا فيرضى لكم أن تعبدوه ولا تشركوا به شيئا وأن تعتصموا بحبل الله
جميعا ولا تفرقوا ويكره لكم ثلاثا قيل وقال وكثرة السؤال وإضاعة المال
“Sesungguhnya Alloh
meridhoi kalian pada tiga perkara dan membenci pada tiga perkara pula.
Meridhoi kalian untuk menyembah-Nya dan tidak menyekutukan-Nya dengan
sesuatu apapun; berpegang teguh dengan tali Alloh
seluruhnya dan tidak berpecah-belah. Membenci kalian pada: berita-berita
yang tidak jelas kebenarannya (isu-isu berdasarkan katanya dan
katanya); banyak bertanya yang tidak bermanfaat serta menyia-nyiakan
harta.” (HR. Muslim dari Abu Huroiroh -rodhiyallohu ‘anhu-)
Demikian juga firman Alloh -ta’ala-:
وأن هذا صراطي مستقيما فاتبعوه ولا تتبعوا السبل فتفرق بكم عن سبيله ذلكم وصاكم به لعلكم تتقون
“Bahwa yang Kami perintahkan ini
adalah jalan-Ku yang lurus, maka ikutilah dia dan janganlah kalian
mengikuti jalan-jalan yang lain, karena hal itu mencerai beraikan kalian
dari jalan-Nya (yang satu). Yang demikian itu diperintahkan Alloh agar kalian bertakwa.” (QS. Al-An’am: 153)
Pada ayat ini Alloh -ta’ala-
memerintahkan kaum muslimin untuk berjama’ah dan melarang mereka untuk
berselisih dan berpecah-belah dalam agama-Nya yang ini merupakan sebab
kebinasaan umat-umat terdahulu. Yang dimaksud dengan ‘jalan-Ku’ yang
wajib ditempuh di sini adalah metode dan ajaran agama yang telah
diridhoi oleh Alloh -ta’ala- bagi
hamba-hamba-Nya yang hal itu adalah ajaran yang lurus, tidak ada
kebengkokan sedikit pun dari al-haq. Adapun jalan-jalan selainnya yang
wajib ditinggalkan adalah jalan-jalan selain agama Islam, baik berupa
ajaran Yahudi, Nashrani, Majusi dan selainnya berupa kebid’ahan dan kesesatan. (lihat Tafsir Al-Qurthubiy)
Tidaklah perpecahan yang terjadi pada kaum muslimin, melainkan karena perbedaan metode (manhaj) dalam beragama. Oleh karena itu, Alloh -ta’ala-
menerangkan bahwa jalan yang benar dan menghantarkan kepada persatuan
itu hanyalah satu serta memerintahkan kita untuk berkumpul dan bersatu
di atas jalan tersebut. Adapun jalan-jalan selainnya akan menghantarkan
kepada cabang-cabang kesesatan dan kebid’ahan sebagaimana kenyataan yang
telah terjadi di zaman ini. (lihat Tafsir Ibnu Katsir)
Dalam hadits Ibnu Mas’ud -rodhiyallohu ‘anhu-, Rosululloh -shollallohu ‘alaihi wa sallam- bersabda:
خط لنا رسول
الله صلى الله عليه وسلم يوما خطا ثم قال هذا سبيل الله ثم خط خطوطا عن
يمينه وخطوطا عن يساره ثم قال هذه سبل على كل سبيل منها شيطان يدعو إليها ثم قرأ هذه الآية
“Suatu hari Rosululloh -shollallohu ‘alaihi wa sallam- mengguratkan satu garis, kemudian bersabda: “Ini adalah jalan Alloh.”
Kemudian beliau membuat garis-garis lain di sebelah kanan dan kirinya,
lalu bersabda: “Ini adalah jalan-jalan yang pada setiap jalan itu
terdapat setan yang menyeru kepadanya.” Kemudian beliau membaca ayat
tersebut di atas.” (HR. Ahmad dan selainnya, dishohihkan oleh Syaikh Al-Albaniy -rohimahulloh- dalam Tahqiq Syarh Ath-Thohawiyah)
Dalam hadits An-Nawwas bin Sam’an Al-Anshoriy -rodhiyallohu ‘anhu-: “Rosululloh -shollallohu ‘alaihi wa sallam- bersabda:
ضرب الله مثلا صراطا مستقيما وعلى
جنبتي الصراط سوران بينهما أبواب مفتحة وعلى الأبواب ستور مرخاة وعلى باب
الصراط داع يقول يا أيها الناس ادخلوا الصراط جميعا ولا تتفرقوا وداع يدعو
فوق الصراط فإذا أراد إنسان فتح شيء من تلك الأبواب قال له ويحك لا تفتحه
فإنك إن تفتحه تلجه فالصراط الإسلام والستور حدود الله والأبواب محارم الله
والداعي على رأس الصراط كتاب الله تعالى والداعي من فوق الصراط واعظ الله
في قلب كل مسلم
“Alloh memberikan
permisalan sebuah jalan yang lurus, di kedua tepinya terdapat pagar yang
memiliki pintu-pintu terbuka. Pada pintu-pintu tersebut terdapat
tirai-tirai terjulur dan di pintu (ujung) jalan itu terdapat seorang
penyeru yang menyerukan: “Wahai manusia, masuklah jalan ini semuanya dan
janganlah kalian berpencar-pencar.” Seorang penyeru lagi berada di atas
jalan tersebut. Jika seseorang ingin membuka sesuatu dari pintu-pintu
itu, maka ia berseru: “Celaka kau, jangan dibuka! Jika engkau
membukanya, maka engkau akan memasukinya (sehingga akan celaka).” Maka
jalan lurus itu adalah Islam, sedangkan tirai-tirai itu adalah
rambu-rambu (larangan) Alloh. Adapun pintu-pintu itu adalah larangan-larangan Alloh,
sedangkan penyeru di ujung jalan itu adalah kitabulloh -ta’ala-
(Al-Quran) dan penyeru yang berada di atas jalan itu adalah penasehat Alloh dalam hati seorang muslim.” (HR. Ahmad dan selainnya, dishohihkan oleh Ibnu Katsir dalam tafsirnya dan Syaikh Al-Albaniy dalam Shohihul Jami’)
(Mausu’ah Al-Firoq…: 1/9-12)
*********************
KEPASTIAN AKAN TERJADINYA PERPECAHAN PADA UMAT INI
Setelah kita mengetahui bahwa perpecahan
umat tersebut merupakan perkara yang sangat terlarang oleh syariat dan
sebagai penyebab kebinasaan, maka perlu diketahui bahwa Alloh -ta’ala- telah mengabarkan bahwa hal itu pasti terjadi pada umat ini dengan takdir Alloh
yang penuh dengan hikmah. Hal ini tidaklah membuat kita menyerah dan
berpangku-tangan dalam menghadapi kenyataan ini, sehingga hanyut di
dalamnya. Akan tetapi, pengabaran dan peringatan Alloh -ta’ala- akan hal tersebut mendorong kita kaum muslimin untuk mewaspadai dan menghindarinya, sehingga terselamatkan dari kejelekannya.
Alloh -ta’ala- berfirman:
ولو شاء ربك لجعل الناس أمة واحدة ولا يزالون مختلفين إلا من رحم ربك ولذلك خلقهم وتمت كلمة ربك لأملأن جهنم من الجنة والناس أجمعين
“Jikalau Robb-mu menghendaki, tentu
Dia menjadikan manusia umat yang satu. Akan tetapi, mereka senantiasa
berselisih (baik dalam agama, keyakinan, pendapat dan madzhab), kecuali
orang-orang yang diberi rahmat oleh Robb-mu. Untuk itulah Alloh
menciptakan mereka (sebagai bentuk ujian dan cobaan). Kalimat Robb-mu
(keputusan-Nya) telah ditetapkan: “Sesungguhnya Aku akan memenuhi neraka
Jahannam dengan jin dan manusia (yang durhaka) semuanya.” (QS. Hud: 118-119)
Alloh -ta’ala- berfirman:
ولو شاء ربك لآمن من في الأرض كلهم جميعا أفأنت تكره الناس حتى يكونوا مؤمنين
“Jikalau Robb-mu
menghendaki, tentulah akan beriman orang yang ada di muka bumi
seluruhnya. Maka apakah kamu hendak memaksa manusia supaya mereka
menjadi orang-orang yang beriman semuanya?!” (QS. Yunus: 99)
Ayat ini menerangkan bahwa sekiranya Alloh -ta’ala-
menghendaki, niscaya seluruh penduduk bumi menjadi beriman, bersatu di
atas al-haq, tidak berpecah-belah dan berselisih. Akan tetapi Alloh -ta’ala- belumlah menghendaki yang demikian itu, karena tidak sesuai dengan kemaslahatan yang dikehendaki-Nya. Ketika Rosululloh -shollallohu ‘alaihi wa sallam- sangat menginginkan berimannya seluruh manusia, Alloh -ta’ala- mengabarkan bahwa hal itu tidak akan terjadi, karena bertentangan dengan hikmah Alloh yang tinggi atas hamba-hamba-Nya. (lihat Fathul Qodir: 2/474, karya Imam Asy-Syaukaniy -rohimahulloh-)
Semisal dengan ayat itu adalah firman-Nya:
ولو أن قرآنا سيرت به الجبال أو
قطعت به الأرض أو كلم به الموتى بل لله الأمر جميعا أفلم ييأس الذين آمنوا
أن لو يشاء الله لهدى الناس جميعا ولا يزال الذين كفروا تصيبهم بما صنعوا
قارعة أو تحل قريبا من دارهم حتى يأتي وعد الله إن الله لا يخلف الميعاد
“Sekiranya ada suatu bacaan (kitab
suci) yang dengan membacanya gunung-gunung dapat tergoncangkan, bumi
menjadi terbelah atau oleh karenanya orang-orang yang sudah mati dapat
berbicara, (namun mereka tidak juga akan beriman). Sebenarnya segala
urusan itu adalah milik Alloh. Maka tidakkah orang-orang yang beriman itu mengetahui bahwa seandainya Alloh menghendaki (semua manusia beriman), tentu Alloh
memberi petunjuk kepada manusia semuanya. Orang-orang yang kafir
senantiasa ditimpa bencana disebabkan perbuatan mereka sendiri atau
bencana itu terjadi dekat tempat kediaman mereka, sehingga datanglah
janji Alloh. Sesungguhnya Alloh tidaklah menyalahi janji.” (QS. Ar-Ro’d: 31)
Maka keimanan seluruh manusia di muka bumi ini serta hidayah untuk mereka tidaklah dikehendaki oleh Alloh untuk terjadi, sehingga perpecahan akan terus ada di antara mereka. Siapa yang dikehendaki oleh Alloh beriman, maka akan diberi hidayah dan siapa yang tidak dikehendaki, maka akan disesatkan. Alloh adalah Al-Malik Al-Hakim Al-‘Alim (maha penguasa, pemilik hikmah dan mengetahui) pada segala urusan-Nya. (lihat Tafsir Ibnu Katsir, Syarh Ath-Thohawiyah: 2/775 dan Fathul Bariy: 13/296)
Rosululloh -shollallohu ‘alaihi wa sallam-
juga telah mengabarkan bahwasanya akan muncul pada zaman Islam
kelompok-kelompok sempalan yang bermacam-macam seperti apa yang telah
terjadi pada agama-agama sebelumnya. Beliau -shollallohu ‘alaihi wa sallam- bersabda:
افترقت اليهود إحدى وسبعين فرقة
وافترقت النصارى اثنتين وسبعين فرقة وتفترق أمتي ثلاثا وسبعين فرقة كلهم في
النار إلا واحدة فقيل يا رسول الله من الناجية فقال ما أنا عليه وأصحابي
وفي خبر آخر أنه قال الجماعة
“Yahudi telah terpecah menjadi 71
kelompok. Nashrani telah terpecah menjadi 72 kelompok. Sedangkan umatku
nanti akan terpecah menjadi 73 kelompok. Semuanya di neraka kecuali satu
saja.” Beliau ditanya: “Siapa yang selamat itu, wahai Rosululloh?” Beliau menjawab: “Apa yang aku dan para sahabatku berada di atasnya.” Dalam riwayat lain beliau menjawab: “Ia adalah al-jama’ah.”
Hadits ini diriwayatkan oleh Imam At-Tirmidziy dari Abdulloh bin ‘Amr -rodhiyallohu ‘anhu- dan riwayat kedua oleh Abu Dawud dari Mu’awiyyah -rodhiyallohu ‘anhu-, dihasankan oleh Syaikh Al-Albaniy -rohimahulloh- dalam Shohih Sunan Abu Dawud dan At-Tirmidziy dan riwayat Ibnu Majah dari Anas dan ‘Auf bin Malik -rodhiyallohu ‘anhuma-, dishohihkan oleh beliau dalam Shohih Sunan Ibnu Majah)
Dari dalil-dalil tersebut di atas,
jelaslah bahwa perpecahan umat telah terjadi sebagaimana yang telah kita
lihat bersama di zaman ini dengan munculnya bendera-bendera hizbiyyah,
fanatisme golongan ataupun pemikiran pada perkara-perkara agama, juga
dengan sebab rakus dan tamak terhadap dunia dan ini banyak sekali
terjadi. Dalil-dalil tersebut tidak hanya mengabarkan akan terjadinya
perpecahan umat, sehingga diketahui oleh kaum muslimin dan cukup sampai
di situ saja, akan tetapi juga mengandung perintah untuk senantiasa
waspada akan hal tersebut, sehingga dapat terhindar darinya dengan cara
berpegang teguh dengan as-sunnah dan al-jama’ah serta memperingatkan umat dari kelompok-kelompok Islam sempalan tersebut. (lihat Asy-Syari’ah: 1/280, karya Imam Al-Ajurriy dan Iqtidho’ Shirothil Mustaqim: 1/143, karya Syaikhul Islam -rohimahumalloh-)
Maka wajib atas setiap muslim untuk
membentengi aqidahnya supaya tidak tercampur bahkan rusak dengan
aqidah-aqidah mereka yang rusak, juga pada perkara-perkara agama lainnya
dari kesesatan mereka.
Telah muncul di negeri-negeri Islam kelompok-kelompok ahli bid’ah yang menipu orang-orang awam dan lengah dengan ajaran-ajaran yang mengatas-namakan Ahlussunnah wal jama’ah
untuk melariskan dagangan mereka dan menampakkan diri seolah-olah
merekalah golongan yang benar dengan kekuatan dan banyaknya jumlah
mereka. Sehingga banyak orang-orang yang terlena dengan bujukan serta
rayuan mereka dan tidak mengerti akan kejahatan dan kebatilan mereka.
Akan tetapi jika kaum muslimin sadar dan mau melakukan apa yang telah
menjadi kewajiban mereka, niscaya kebatian yang sementara tampak kuat
itu akan hancur juga dan sirna. Ini merupakan sunnatulloh yang berlaku atas hamba-hamba-Nya.
Alloh -ta’ala- berfirman:
بل نقذف بالحق على الباطل فيدمغه فإذا هو زاهق
“Sebenarnya Kami lontarkan yang haq
kepada yang batil, sehingga yang haq itu akan menghancurkannya. Maka
dengan serta merta yang batil itu lenyap.” (QS. Al-Anbiya’: 18)
يثبت الله الذين آمنوا بالقول الثابت في الحياة الدنيا وفي الآخرة ويضل الله الظالمين ويفعل الله ما يشاء
“Alloh meneguhkan keimanan orang-orang yang beriman dengan ucapan yang teguh (kalimatul haq) dalam kehidupan di dunia dan akhirat dan Alloh menyesatkan orang-orang yang dzolim dan memperbuat apa yang dikehendaki-Nya.” (QS. Ibrohim: 27)
(At-Tabshiir fid-Dien…, hal. 15-16; Mausu’atul Firoq…: 1/26-28)
******************
PENTINGNYA MENGETAHUI KELOMPOK-KELOMPOK SESAT DAN TOKOH-TOKOHNYA
Alloh -tabaroka wa ta’ala-
memerintahkan hamba-Nya untuk mengenal-Nya, baik dalam dzat,
sifat-sifat, keadilan, hikmah, kesempurnaan sifat-sifat-Nya, berlakunya
segalanya apa yang dikehendaki-Nya maupun kesempurnaan serta keumuman
kekuasaan-Nya. Tidaklah hal itu diperoleh dengan sempurna, melainkan
dengan meniadakan segala bentuk kekurangan dari-Nya dan dengan
menetapkan sifat-sifat yang sempurna bagi Alloh tanpa dicampuri dengan kebid’ahan dari orang-orang yang menyimpang.
Jadi perintah Alloh -ta’ala-
tersebut mencakup dua perkara, yaitu: pengenalan terhadap hal-hal yang
wajib untuk diketahui dan dimengerti dan mengenal perkara-perkara yang
wajib untuk dijauhi. Jika telah terkumpul pada seseorang dua perkara
tersebut, maka ia telah mewujudkan keimanan pada dirinya secara sempurna
dan memisahkan diri dari apa-apa yang mengganggu dari syubhat-syubhat ahli bid’ah dan terlepas dari tali-tali setan. Sehingga keimanannya seperti apa yang dikabarkan oleh Alloh -ta’ala- mengenai keimanan Kholilur-rohman (Ibrohim -‘alaihis-salam-) ketika berkata:
إني وجهت وجهي للذي فطر السماوات والأرض حنيفا وما أنا من المشركين
“(Ibrohim berkata): “Sesungguhnya aku menghadapkan diriku kepada Robb
yang menciptakan langit dan bumi, dengan cenderung kepada agama yang
benar dan aku bukanlah termasuk kaum musyrikin (orang-orang yang
mempersekutukan-Nya).” (QS. Al-An’am: 79)
Alloh -ta’ala- memuji beliau dengan sifat ini; yaitu pengetahuan beliau terhadap kesempurnaan sifat-sifat Alloh dan menjauhkan dirinya dari sesembahan selain-Nya. Alloh -ta’ala- menjuluki beliau sebagai al-kholil, dikarenakan sifat hanif; yaitu menjauhnya beliau dari peribadahan kepada selain Alloh dan melepaskan diri dari tali-tali setan serta jalan-jalan yang menyimpang.
Dari sini dipahami akan wajibnya mengenal dan membedakan antara al-haq dan al-bathil.
Siapa yang belum mengenal akan sifat-sifat kebatilan yang wajib untuk
dijauhi, maka dia belumlah bisa mengenal dengan baik sifat-sifat al-haq yang wajib ia pegang teguh.
Dahulu para sahabat Rosululloh -shollallohu ‘alaihi wa sallam- bertanya kepada beliau tentang al-haq demi kebenaran aqidah mereka dan juga menanyakan tentang kejelekan dan kebatilan agar bisa menjauhinya. Hudzaifah bin Al-Yaman -rodhiyallohu ‘anhu- berkata: “Orang-orang menanyakan tentang kebaikan kepada Rosululloh -shollallohu ‘alaihi wa sallam-, sedangkan aku menanyakan kepada beliau tentang kejelekan lantaran takut akan menimpaku.” (lihat Shohih Al-Bukhoriy dan Muslim)
Hal ini beliau lakukan agar dapat menghindari dan menjauhi kejelekan
itu, karena siapa yang tidak mengetahuinya dengan baik, dikhawatirkan
akan terjatuh kepadanya, sebagaimana kata seorang penyair:
عرفت الشر لا للشر لكن لتوقيه * ومن لا يعرف الشر من الناس يقع فيه
“Aku mengenal kejelekan bukan
semata-mata karenanya, akan tetapi untuk menghindarinya… Siapa yang
tidak mengenal kejelekan manusia, maka ia akan terjatuh padanya.”
Rosululloh -shollallohu ‘alaihi wa sallam-
telah menjelaskan bahwa umat ini telah banyak disusupi oleh para
pengikut hawa nafsu dan kebid’ahan yang memecah-belah dan menghancurkan
keimanan mereka. Maka wajib bagi seorang muslim untuk mengenal ciri-ciri
dan keadaan mereka sampai dapat menjauhkan diri dari mereka dan dapat
menjaga kemurnian aqidahnya dari kebid’ahan dan ajaran-ajaran sesat yang
ada.
Sabda Nabi -shollallohu ‘alaihi wa sallam-:
لا يدخل الجنة من كان في قلبه مثقال ذرة من كبر ولا يبقى في النار من كان في قلبه مثقال ذرة من الإيمان
“Tidak akan masuk jannah orang yang
dalam hatinya terdapat sebiji dzarroh (sedikit) kesombongan (kesyirikan)
dan tidak akan tetap tinggal di neraka orang yang dalam hatinya
terdapat sebiji dzarroh (sedikit) dari keimanan.” (HR. Ibnu Majah dari Ibnu Mas’ud -rodhiyallohu ‘anhu-, dishohihkan oleh Al-Albaniy dalam Shohih Ibnu Majah dan tahqiq Ishlahul Masajid, no. 115)
Sebiji dzarroh (sedikit)
keimanan tersebut hanyalah didapatkan dengan memiliki aqidah yang benar
dan selamat dari seluruh kotoran bid’ah dan penyimpangan serta
macam-macam kekufuran. Siapa yang belum jelas baginya sifat-sifat
kebid’ahan dan para pengikutnya, maka belumlah terwujud pada dirinya
hakekat keimanan yang suci. Sabda Nabi -shollallohu ‘alaihi wa sallam-
tersebut adalah jujur dan janjinya adalah benar akan terjadi dan
beliaulah yang telah mengabarkan akan terjadinya kelompok-kelompok sesat
dalam tubuh kaum muslimin tanpa bisa dipungkiri lagi. (At-Tabshir fid-Dien…, hal. 13-16)
Sasaran mempelajari kelompok-kelompok sempalan (firqoh-firqoh)
Mempelajari firqoh-firqoh
(kelompok-kelompok sempalan) dalam Islam bukan berarti setuju,
bergembira dengannya atau dalam rangka menjatuhkan yang lainnya. Akan
tetapi -bersamaan dengan kesedihan dan duka cita yang mendalam akan
perpecahan yang terjadi-, hal itu hanyalah untuk mencapai maksud-maksud
yang baik untuk Islam dan menumpulkan ketajaman perselisihan yang telah
mencerai-beraikan kaum muslimin dan memecah mereka menjadi
kelompok-kelompok dan golongan-golongan. Demikian juga untuk mencapai
sasaran persatuan kalimat mereka dan mengarahkan pandangan mereka kepada
titik-titik perselisihan (khilaf) yang ada agar terhindar dari apa yang telah dialami oleh umat terdahulu berupa kebinasaan karenanya. Hal itu karena sesungguhnya kembali kepada al-haq itu lebih baik daripada terus-menerus berada dalam kebatilan.
Ini merupakan salah satu bentuk pengobatan -disertai dengan kesungguhan
tekad dan kesucian niat- terhadap perkara yang menyedihkan yang telah
melanda kaum muslimin itu serta merupakan sebab kesembuhan -dengan ijin Alloh-, karena mengetahui pengobatan yang baik bergantung pula pada pengetahuan terhadap jenis penyakit yang akan disembuhkan.
Sasaran-sasaran atau tujuan yang ingin diraih tersebut banyak sekali, diantaranya adalah:
- Mengingatkan kaum muslimin akan kemulian, kejayaan dan kekuatan para salaf mereka (salafush-sholeh) ketika berada dalam persatuan dan kesatuan barisan.
- Mengalihkan pandangan mereka kepada keadaan sekarang, sejauh mana akibat yang dialami berupa kerugian disebabkan perpecahan yang ada.
- Sebagai bimbingan kepada umat Islam menuju persatuan sesama mereka. Hal itu dengan memusatkannya pada penjelasan akan tercelanya perpecahan dan penjelasan akan dampak-dampak buruknya. Sebaliknya menjelaskan akan baiknya persatuan kalimat kaum muslimin dalam satu jalan.
- Memahamkan kaum muslimin akan sebab-sebab perselisihan yang telah mencerai-beraikan mereka sejak dahulu agar bisa dihindari setelah dipelajari, disertai dengan tekad yang bulat dan niat yang jujur.
- Mengenal perkara-perkara yang merusak aqidah Islam yang bertentangan dengan hakekat Islam dan terjauh dari jalannya yang terang.
- Mengawasi gerakan-gerakan kelompok-kelompok sempalan tersebut dan pemikiran-pemikiran mereka yang menyimpang dari jalan yang lurus, guna membongkar upaya mereka untuk memecah persatuan umat Islam dengan cara memberitahukannya kepada manusia dan memperingatkan mereka tentang hakekat perkara-perkara mereka agar dijauhi serta penjelasan tentang bentuk-bentuk upaya mereka untuk melariskan pemikiran mereka tersebut. Hal itu karena tidaklah setiap bencana yang telah terjadi pada zaman sebelumnya, melainkan terdapat pula pengaruhnya pada zaman sekarang dengan sangat jelas. Sudah menjadi sunnatulloh bahwa setiap kaum itu pasti mempunyai pewaris harta peninggalannya.
- Dengan demikian, akan tetap nampaklah golongan yang selamat (al-firqotun-najiyah) itu sebagai tanda atau rambu petunjuk umat agar terhindar dari hal-hal yang merusak aqidah mereka.
Kemudian mempelajari firqoh-firqoh yang
ada -meskipun seolah-olah kelihatannya seperti penggalian peninggalan
zaman dahulu- dimaksudkan pula di belakang itu semua untuk menyeru para
ulama Islam untuk bangkit dalam mempelajari, meneliti dan menampakkan al-haq
dari itu semua dan menjauhkan diri dari segala yang mengeluarkan kaum
muslimin dari aqidah mereka yang benar atau memecah-belah kalimat
mereka. Ini merupakan salah satu cara terbaik untuk menegur dan
memberitahu para pengikut golongan-golongan tersebut agar bersikap adil
dan mencari kebenaran berdasarkan penyimpangan mereka dari kebenaran
bersumber dari kitab-kitab dan ucapan para pemimpin mereka guna
mematahkan seluruh argumentasi yang menyimpang setelah itu.
Menolak syubhat orang-orang yang enggan untuk mempelajarinya
Banyak dari kaum muslimin merasa enggan untuk mempelajari dan mengenal firqoh-firqoh sempalan yang ada dan menyebarkan syubhat atau keraguan di kalangan kaum muslimin, baik dengan niat yang baik ataupun jahat.
Syubhat yang mereka dengung-dengungkan
tersebut diantaranya adalah: “Mengapa kita masih menyibukkan diri dengan
menelaah dan mempelajari kelompok-kelompok yang telah punah dan sirna
itu, bahkan tidak pernah disebut-sebut orang lagi… Para ulama, baik yang
dahulu maupun belakangan sudah membantahnya dan perkaranya telah
selesai?!”
Maka jawaban dari syubhat ini:
bahwa pertanyaan ini, telah terkumpul di dalamnya pemutar-balikan fakta
secara tersamar disertai dengan niat jahat atau kebodohan yang
mengerikan;
Pertama: firqoh-firqoh
ini, meskipun telah lama kemunculannya dan telah mati para pendirinya,
akan tetapi yang dilihat adalah adanya pengaruh pemikiran mereka di
zaman kita sekarang. Pemikiran tersebut terus diwariskan secara
turun-temurun dan tersebar di kalangan kaum muslimin dengan cepat
bagaikan wabah penyakit yang menular.
Sebagai contoh: kelompok Mu’tazilah,
bukankah pemikiran mereka masih hidup dengan kuat sampai sekarang.
Mereka mengagungkan akal dan menjadikannya pedoman -bahkan sebagai
Rosul- dalam memutuskan atau menghukumi segala sesuatu dan mensifati
orang-orang yang tidak berpijak pada akal tersebut sebagai orang yang
kuno dan terbelakang! Sebenarnya mereka ingin keluar dari manhaj Islamiy,
akan tetapi mereka tidaklah berani untuk berterus terang. Sehingga
mereka bersembunyi di balik pengagungan akal sebagai sarana terbaik
untuk melariskan paham dan meraih tujuan mereka. Insyaalloh akan dikupas mengenai paham ini selengkapnya di waktu mendatang, semoga Alloh -ta’ala- memudahkannya.
Kedua: telah dimaklumi,
bahwa seluruh pemikiran tersebut memiliki pengikut yang menyerukan dan
mendakwahkannya kepada manusia. Telah nampak dampak dari dakwah kepada
pemahaman mereka di kalangan masyarakat muslim, seperti sikap
penentangan terhadap pemerintah muslimin, melampaui batas dalam
beragama, menghalalkan darah kaum muslimin walaupun dengan selemah-lemah
syubhat, pengkafiran terhadap seorang muslim walaupun dengan
sekecil-kecil dosa dan lain sebagainya. Hal ini semua dianggap oleh
orang-orang yang dangkal ilmu dan pengetahuannya terhadap agama yang
lurus -sehingga mudah tertipu- sebagai jalan agama yang benar!
Demikian pula paham Shufiyah,
telah banyak mempengaruhi kaum muslimin, baik dari kalangan awam maupun
intelektual. Sehingga mereka menyerukannya dengan kejahilan,
khurofat-khurofat, mengikuti dan berpedoman dengan mimpi-mimpi,
kedatangan arwah orang yang telah mati, mengaku mengetahui perkara gaib,
pengagungan terhadap seseorang yang dianggap wali serta melampaui batas
di dalamnya dan sebagainya. Insyaalloh akan dikupas pula mengenai hal ini di waktu mendatang.
Oleh karena itu, pembahasan mengenai
firqoh-firqoh sesat itu meskipun nampaknya merupakan pembahasan perkara
yang telah lampau dalam perjalanan sejarah umat Islam, akan tetapi
sebenarnya juga merupakan pembahasan masa kini yang menyingkap asal-usul
bencana yang menimpa kaum muslimin, mencerai-beraikan dan melemahkan
kekuatan mereka. Bahkan hal ini adalah seberkas cahaya terang yang
menerangi jalan para pemuda kaum muslimin di tengah-tengah kegelapan
pemikiran yang pekat, dengan bimbingan akan keberadaan kelompok-kelompok
yang beraksi di kegelapan tersebut untuk menyebarkan pemikiran dan
mewujudkan rencana-rencana jahat mereka terhadap Islam dan kaum
muslimin.
Ketiga: sesungguhnya
dengan mempelajari kelompok-kelompok sempalan dan menyerukan kepada
persatuan kalimat kaum muslimin tersebut merupakan upaya untuk
memperbanyak jumlah al-firqotun-najiyah
(golongan yang selamat) dengan menarik kembali dan mengembalikan
orang-orang yang telah menyimpang dari jalan yang lurus kepada al-haq. Sehingga menjadi banyaklah jumlah ahlussunnah dan terus menang, termasuk dalam apa yang diberitakan oleh Rosululloh -shollallohu ‘alaihi wa sallam- dalam sebuah hadits:
لا تزال طائفة من أمتي ظاهرين على الحق لا يضرهم من خذلهم حتى يأتي أمر الله وهم كذلك
“Senantiasa ada segolongan umatku
yang nampak di atas al-haq, tidak merugikan mereka orang-orang yang
menelantarkan mereka sampai datangnya keputusan Alloh (hari kiamat) dan mereka tetap berada di atasnya.” (HR. Muslim dari Tsauban -rodhiyallohu ‘anhu-)
Sebaliknya, dengan meninggalkan untuk mempelajari hal tersebut, akan terlewatkan dari kita kebaikan yang besar.
Keempat: membiarkan
umat tanpa adanya dakwah untuk berpegang teguh dengan ajaran agama yang
benar dan tanpa penjelasan akan kerusakan dan bahaya kelompok-kelompok
sesat yang menyimpang adalah bertentangan dengan kewajiban syariat untuk
ber-amar ma’ruf nahi mungkar. Hal itu karena kelompok-kelompok
sempalan yang muncul tersebut tidaklah tertegak, melainkan di atas
banyak kemungkaran yang dengan itu mereka merasa benar sendiri dan yang
lainnya berada di atas kesesatan tanpa dalil, sehingga mereka
mencampur-adukkan antara kebatilan dengan kebenaran. Menghiasi kejahatan
dan keluarnya mereka dari manhaj Al-Kitab dan As-Sunnah dengan baju-baju gemerlapan untuk melariskan kebid’ahan mereka dan menyeru umat kepada hal tersebut.
Kelima: tidak adanya
upaya mempelajari tentang keadaan kelompok-kelompok sesat dan membantah
pemikiran-pemikiran mereka yang bertentangan dengan al-haq tersebut dapat membuka kesempatan bagi para ahli bida’ untuk melakukan apa yang mereka inginkan. Mereka akan berdakwah kepada kebid’ahan dan khurofat dengan bebas tanpa adanya penghalang sedikitpun sebagaimana kenyataan yang ada. Banyak dari kalangan pelajar agama (thullabul ‘ilmi) -terlebih lagi awam kaum muslimin- tidak memahami akan keberadaan firqoh-firqoh
yang telah merebak dan menyebarkan kebatilan siang-malam tersebut.
Mungkin juga ini merupakan hasil dari gerakan-gerakan tersamar mereka
yang jahat, sehingga banyak kita temui buah pemikiran ataupun
bahasa-bahasa mereka banyak disebut-sebut dan didengung-dengungkan oleh
kebanyakan kaum muslimin tanpa menyadari bahwa hal itu bersumber dari
kelompok-kelompok sesat tersebut, baik dari Mu’tazilah, Shufiyah, Syi’ah, Khowarij dan sebagainya yang semua itu sebabnya kembali kepada kejahilan umat Islam akan pemikiran-pemikiran mereka. (Mausu’atul Firoq..: 1/2-4)
Inilah beberapa hal yang perlu diperhatikan berkaitan dengan fenomena perpecahan umat Islam sebagai muqoddimah terhadap pembahasan-pembahasan selanjutnya, sehingga kita bisa mengerti dan memahami mengapa Ahlussunnah wal jama’ah senantiasa membicarakan masalah ini di setiap kesempatan yang ada dan tidak merasa phobi dan antipati akan hal tersebut. Wallohu -ta’ala- a’lam, wa billahit-taufiq wal hidayah, wal-hamdulillahi robbil ‘alamin.
Sumber penulisan risalah: At-Tabshir fid-Dien wa Tamyiz Al-Firqotin-Najiyah ‘anil-Fiqoq Al-Halikah, karya Abul Mudzoffar Thohir bin Muhammad Al-Isfiroyiniy (wafat 471H) -rohimahulloh-; cet. ‘Alamul Kutub – Lebanon (1403H); Mausu’ah Al-Firoq Al-Muntasibah lil-Islam, prakarsa Syaikh ‘Alawiy bin Abdul Qodir As-Saqqof -waffaqohulloh-; naskah Maktabah Asy-Syamilah; seri 3,47 (1433H).
Sumber: ahlussunnah.web.id
Sumber: ahlussunnah.web.id
TERIMA KASIH ATAS KUNJUNGAN SAUDARA
Judul: Perpecahan Umat Islam; Antara Larangan dan Kepastian
Ditulis oleh Admin
Rating Blog 5 dari 5
Semoga artikel ini bermanfaat bagi saudara. Jika ingin mengutip, baik itu sebagian atau keseluruhan dari isi artikel ini harap menyertakan link dofollow ke http://risalahkajian.blogspot.com/2013/03/perpecahan-umat-islam-antara-larangan.html. Terima kasih sudah singgah membaca artikel ini.Ditulis oleh Admin
Rating Blog 5 dari 5