Jual Beli Secara Kredit…Bolehkah ?

Posted by Admin 0 comments
JUAL BELI SECARA KREDIT
BOLEHKAH…. ?
Ditulis oleh:
Abu Zakaria Irham bin Ahmad Al-Jawiy –Waffaqohulloh-
Darul hadits Dammaj,
Sabtu, 27 Dzulqo’dah 1433
Semoga Alloh menjaganya dari segala kejelekan
بسم الله الرحمن الرحيم
إن الحمد لله نحمده ونستعينه ونستغفره ونعوذ بالله من شرور أنفسنا ومن سيئات أعمالنا
من يهد الله فلا مضل له, ومن يضلل فلا هادي له، وأشهد أن لا إله إلا الله وحده لا شريك له،
وأشهد أن محمدا عبده ورسوله. أما بعد:

Permasalahan jual beli adalah salah satu diantara  sekian banyak permasalahan yang mayoritas manusia tidak tahu bagaimana melakukannya dengan tata cara yang benar, sesuai dengan tuntunan Islam. Terlebih lagi di zaman yang sebagian besar manusia tidak peduli lagi tentang halal atau haram, sampai-sampai diantara mereka mengatakan: “Untuk mencari yang haram saja sulit, apalagi yang halal.” Sungguh benar sabda Rosululloh –Shollallohu ‘alaihi wa sallam- dalam hadits yang diriwayatkan oleh Abu Huroiroh, bahwasanya Rosululloh –Shollallohu ‘alaihi wa sallam- bersabda:
يأتي على الناس زمان، لا يبالي المرء ما أخذ منه، أمن الحلال أم من الحرام
“Akan datang pada manusia suatu zaman yang seseorang tidak peduli tentang apa-apa yang dia ambil, apakah dari yang halal atau yang haram.” (HR. Al-Bukhory: 2053)
Tentunya seorang muslim yang masih peduli dengan keselamatan diri dan agamanya akan berusaha untuk mengetahui tuntunan tersebut sehingga bisa ber-muamalah dengan benar dan tidak terjatuh dalam perkara-perkara yang terlarang.
Diantara perkara yang banyak terjadi perselisihan antara boleh dan tidaknya adalah masalah “Jual beli secara kredit”. Untuk itu dalam pembahasan kali ini –Insya Alloh- akan kami sajikan pembahasan tentang jual beli bentuk ini, sehingga kita bisa dengan mantap dalam melakukannya atau meninggalkannya.
PENGERTIAN JUAL BELI KREDIT
Jual beli kredit dalam bahasa arab disebut “Bai’ut Taqsith” yang pengertiannya adalah: Suatu bentuk kesepakatan jual beli berupa penerimaan barang secara langsung oleh pembeli tapi dengan pembayaran yang diakhirkan dan dibayarkan dengan mencicil dalam tenggang waktu yang telah ditentukan dan jumlah yang ditentukan pula. (Bai’ut Taqsith Wa Ahkamihi: 34)
PENDAPAT ULAMA DALAM PERMASALAHAN INI:
Ulama berbeda pendapat dalam menghukumi jual beli bentuk ini. Hal ini dikarenakan hampir semua penjualan bentuk kredit memberikan dua pilihan kepada pembeli: jika kamu beli secara kontan harganya sekian, dan jika beli secara kredit harganya sekian, dengan harga lebih mahal.
Adapun jika pembelian secara kredit tanpa ada perbedaan harga antara kontan dan mencicil, maka tidak ada keraguan tentang kebolehannya, sebagaimana yang akan datang penukilan ijmak ulama tentangnya.
Ulama berselisih pada permasalahan ini menjadi dua pendapat:
Pertama: Bolehnya bentuk jual beli di atas karena hukum asal jual beli adalah boleh selama tidak ada di dalamnya unsur riba dan tidak ada dalil yang menunjukkkan keharamannya. Alloh berfirman:
وَأَحَلَّ اللَّهُ الْبَيْعَ وَحَرَّمَ الرِّبَا
“Dan Alloh telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba.” (Al-Baqoroh :275)
Alloh juga berfirman:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَأْكُلُوا أَمْوَالَكُمْ بَيْنَكُمْ بِالْبَاطِلِ إِلَّا أَنْ تَكُونَ تِجَارَةً عَنْ تَرَاضٍ مِنْكُمْ
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan jual-beli yang dilakukan dengan saling ridho di antara kalian.” (An-Nisa: 29)
Ayat ini menunjukkan bahwa jika terjadi jual beli dalam keadaan si penjual dan pembeli saling sepakat dan ridho dengan proses jual beli yang disepakati itu, maka jual beli seperti itu boleh, selama tidak ada dalil yang menunjukkan terlarangnya, dan dalil yang melarang ini pada permasalan jual beli kredit tidaklah ada.
Pendapat ini dipilih oleh mayoritas ulama, seperti: Imam Malik, Ahmad, Syafi’iy, Abu Hanifah, Ast-Tsaury, Al-Auza’y, dan Tirmidzy serta  Ulama yang lainnya.
Pendapat kedua adalah pendapat yang menyatakan bahwa jual beli kredit itu hukumnya haram. Pendapat ini dipilih oleh Syaikh Al-Albany dan Syaikh Muqbil –Rohmahumalloh- berdasarkan hadits yang diriwayatkan oleh Abu Huroiroh –Rodhiyallohu ‘anhu- bahwasanya beliau berkata:
نهى رسول الله صلى الله عليه وسلم عن بيعتين في بيعة
“Rosululloh telah melarang dari “Bai’atain fi bai’ah” (dua proses jual beli yang dilakukan dalam satu jual beli)”.
Manakah diantara dua pendapat ini yang kuat?
Adapun pendapat pertama yang merupakan pilihan Jumhur Ulama, mereka menetapkan kehalalan jual beli kredit berdasarkan hukum asal, jadi mereka tidaklah dituntut untuk mengemukakan dalil setelah tetapnya bahwa hukum asal jual beli adalah boleh . Akan tetapi, pihak yang mengatakan haramlah yang dituntut untuk mengemukakan dalil dan menjelaskan sisi pendalilannya.
Oleh karena itu, marilah kita lihat dengan seksama hadits yang dijadikan dasar utama pengharaman jual beli kredit tersebut, apakah hadits tersebut diterima? Terus jika hadits tersesebut diterima, apakah pendalilan dengannya benar?
PENJELASAN TENTANG DERAJAT HADITS:
Hadits ini diriwayatkan oleh: Imam ahmad (2/32, 475, 503), An Nasaiy (7/ 295), At-Tirmidzy (1231), dan selain mereka dari berbagai jalan yang berporos pada: Muhammad bin ‘Amr bin ‘Alqomah dari Abu salamah dari Abu Huroiroh.
Muhammad bin ‘Amr diperselisihkan keadaannya, akan tetapi pendapat yang tepat dalah bahwa dia itu haditsnya hasan. Adapun Abu Salamah, namanya: Abdulloh bin Abdurrohman bin ‘Auf Azzuhry, seorang yang tsiqoh. Jadi hadits ini hukumnya hasan.
Telah meng-hasan-kannya dua imam hadits abad ini: Syaikh Al-Albany (Shohih sunan Nasai: 623) dan Syaikh Muqbil Al-wadi’y (Ash-Shohihul Musnad: 1370)
PENJELASAN MAKNA HADITS
Setelah kita ketahui bahwa hadits tersebut hasan, sekarang pembahasan kita, apakah benar jual-beli bentuk kredit sebagaimana yang marak dilakukan pada masa ini termasuk yang dilarang dalam hadits??
Inilah poros permasalahan, yaitu  tentang makna “Bai’atain fi bai’ah” yang dilarang dalam hadits. Apabila seseorang memahaminya dengan benar, mudahlah baginya menentukan hukum yang tepat dalam permasalahan ini.
Para ulama berbeda pendapat tentang makna “Bai’atain fi bai’ah” menjadi empat pendapat:
Pendapat pertama: maknanya adalah seseorang menjual barang, apabila dibayar kontan harganya seribu –misalnya-, tapi jika dibayar kredit harganya seribu dua ratus, tanpa ada ketentuan dari pembeli bentuk mana yang ia pilih.
Pendapat ini dipilih oleh kebanyakan ulama: Imam Malik, Syafi’y, Ahmad, Ats-Tsaury, abu Hanifah dan yang lainnya –Rohimahumulloh-.
Pendapat kedua: mirip dengan pendapat pertama. Hanya saja, ulama yang berpendapat dengan pendapat ini mengatakan bahwa larangan tetap berlaku walaupun pembeli menentukan salah satu dari dua bentuk jual beli yang ditawarkan kepadanya itu, yaitu bentuk kontan atau kredit.
Pendapat inilah yang dipilih oleh Syaikh Al-Albany, sehingga dengannya beliau berpendapat tidak bolehnya jual beli kredit.
Beliau mengatakan bahwa ini juga pendapat para Tabi’in semisal: Thowus, Ibnu Sirin, Al-Auza’y, dan Ats-Tsaury –Rohimahumulloh-.
Akan tetapi setelah dilihat kembali perkataan para imam Tabiin tersebut pada sumbernya, seperti di Mushonnaf Abdirrozzaq, dan Musnad ahmad, tidaklah bisa dipahami bahwa mereka berpendapat seperti pendapat kedua ini, bahkan pendapat mereka itu kembali pada pendapat pertama yang mensyaratkan tidak adanya kepastian dari pembeli bentuk mana yang dia pilih. Hal ini sebagaimana yang dijelaskan oleh Syaikh kami Muhammad Hizam dalam kitab beliau “Fathul ‘Allam” demikian pula penjelasan pengarang kitab “Aro’ Syaikh Al-Albany Al-Fiqhiyyah”.
Pendapat ketiga: Jual beli yang dilarang dalam hadits adalah jika salah satu dari kedua pihak yang melakukan transaksi jual-beli mempersyaratkan pada lawannya untuk melakukan transaksi yang lain.
Contohnya: Seorang penjual mengatakan: ”Aku jual rumahku seharga lima puluh juta kepadamu, dengan syarat kamu menjual mobilmu kepadaku seharga empat puluh juta.”
Makna ini dipilih oleh: Imam Syafi’y dan yang lainnya –Rohimahumulloh-. (Al-Um: 7/291).
Pendapat keempat: larangan yang dimaksud adalah larangan untuk melakukan jual beli ‘Inah, sebagaimana juga telah datang hadits lain yang dengan tegas menyatakan terlarangnya jual-beli ‘Inah ini.
Contoh bentuk Jual beli ‘Inah adalah: seorang penjual mengatakan: “Aku jual barang ini kepadamu seharga satu juta, dan kau bayar dalam tempo satu tahun, tapi dengan syarat kamu menjualnya kembali kepadaku seharga sembilan ratus ribu, dan akan aku bayar secara kontan.”
Terkadang penjual tidak mempersyaratkan, yang penting barang tersebut dijual kembali kepadanya dengan kontan dan harga yang lebih murah.
Jadi bentuk jual beli ‘inah ini seperti tipuan untuk mengubah hutang mengutang uang dengan bunga yang sudah jelas keharamannya seolah-olah jual beli yang diperbolehkan. Misalnya pada contoh diatas, pembeli akhirnya mendapatkan uang sembilan ratus ribu, tapi dia utang kepada penjual satu juta, jadi bunga yang diperoleh penjual sebagai pihak yang menghutangi seratus ribu.
Makna yang keempat ini dipilih oleh: Syikhul Islam Ibnu Taimiyah dan muridnya; Ibnul Qoyyim –Rohimahumalloh-.
KESIMPULAN:
Setelah melihat pendapat para ulama di atas, dapat disimpulkan bahwa makna-makna tersebut tidaklah keluar dari “Bai’atain fi bai’ah” karena yang diinginkan dari hadits ini adalah semua transaksi jual beli yang padanya terjadi dua bentuk transaksi dalam satu transaksi jual beli, kecuali makna kedua yang disebutkan oleh Syaikh Al-Albany. Sebab, makna yang beliau sebutkan itu kembalinya pada satu bentuk jual-beli saja.
Ya, karena pada proses jual beli kredit, penjual dan pembeli berpisah dalam keadaan telah ditetapkan bentuk manakah yang dipilih, ingin kontan atau kredit. Jadi yang terjadi saat itu cuma satu bentuk transaksi saja. Jika mau pilih yang kontan maka sangatlah jelas kehalalannya, kalau mau pilih dengan cara mencicil, maka inipun tidak ada masalah, bahkan para ulama telah sepakat tentang bolehnya jual beli dengan membayar di akhir secara mencicil.
Ibnul Mundzir Rohimahulloh mengatakan: “Mereka (para ulama) telah sepakat bahwa siapa saja yang menjual suatu barang dengan harga yang telah diketahui dan dibayar akhir dalam jangka waktu yang telah diketahui berdasarkan bulan-bulan Arab adalah boleh.” (Al-Ijma’: 93).
Oleh karena itu, perlu ditegaskan di sini perbedaan utama antara pendapat pertama dengan pendapat kedua. Kalau makna yang tersebut dalam pendapat pertama, disana tidak ada kejelasan jual beli manakah yang dipilih? Kontan atau kredit? Jadi masuklah bentuk  ini dalam “Bai’atain fi bai’ah”. Bisa saja seorang pembeli berniat bayar kontan dan pergi sebentar untuk mengambil uang, namun si penjual manyangka bahwa dia memilih kredit karena dia pergi dulu, sehingga terjadilah persengketaan yang bertentangan dengan kemuliaan syareat Islam. Inilah makna yang diinginkan para ulama sebagaimana ditegaskan oleh Imam Syaukani dalam Nailul Author (5/250).
Mungkin seseorang akan mengatakan: “Bukankah tambahan harga pada transaksi kredit melebihi harga kontan termasuk riba?”
Kami jawab: Adapun perbedaan harga antara yang bayar kontan dan kredit, hal ini tidaklah masuk dalam riba dan tidak pula menyelisihi aturan Syareat, sebagaimana yang dipilih oleh imam madzab yang empat. Bahkan hal tersebut merupakan sesuatu yang diperbolehkan, sebab penangguhan pembayaran sampai tempo yang ditentukan mempunyai bagian dalam harga sebagaimana diterangkan oleh Syaikhul Islam (Majmu’ Fatawa: 29/ 99). Sebab jika suatu barang dibayar kontan maka penjual akan mendapatkan faedah dari penjualannya dengan segera, sehingga modal kembali dan bisa mengembangkan usahanya, berbeda dengan kredit.
Demikian pula, sebagaimana seorang penjual diperbolehkan untuk menaikkan sedikit harga barangnya dari harga pasar dengan ridho pembeli, diperbolehkan pula untuk menaikkan harga barang secara kredit dari harga kontan.
Jadi, kesimpulannya: jual beli dengan cara kredit dalam tempo yang telah ditentukan dengan memberikan harga yang lebih tinggi dari harga kontan adalah boleh dan tidak ada pelanggaran syareat padanya.
Ini adalah pendapat jumhur ulama dan dipilih oleh: Syaikh Ibnu Baz, Syaikh Utsaimin, Syaikh Al-Fauzan, demikian pula Syaikh kami Yahya Al-hajury dan Syaikh kami Muhammad Hizam. Semoga Alloh merahmati yang telah wafat dari mereka dan menjaga yang masih hidup serta mengokohkan mereka di atas al-haq sampai ajal menjemput. Wallohu a’lam
CATATAN PENTING:
Setelah diketahui kehalalan jual beli secara kredit, perlu kami ingatkan bahwa pada sebagian transaksi jual beli kredit terjadi penyelisihan syareat yang dengan sebabnya transaksi yang seperti itu dilarang, jadi hendaknya seseorang juga jeli untuk melihat transaksi-transaksi yang ada sehingga tidak terjatuh dalam keharaman. Untuk itu kami peringatkan dua bentuk transaksi yang sering terjadi padanya pelanggaran syareat.
Pertama: Transaksi yang sering terjadi di dealer-dealer motor atau yang lainnya, berupa perjanjian bahwa jika si pembeli terlambat dalam menyetorkan cicilan akan mendapatkan denda, demikian pula jika ternyata pembeli tidak sanggup melunasi angsurannya, maka pihak dealer akan menyita barang dan uang yang telah dicicilkan hangus. Perjanjian ini adalah perjanjian yang batil, yang tidak boleh bagi seorang muslim untuk menyetujuinya, walaupun dia yakin bahwa dirinya dapat mencicil tepat waktu dan melunasinya. Dengan sekedar menandatangani perjanjian tersebut berarti dia telah jatuh dalam pelanggaran syareat berupa keridhoan terhadap kemaksiatan dan riba.
Jalan keluar dari permasalahan ini, jika pembeli tetap ingin untuk meneruskan transaksi, adalah dengan meminta pihak penjual untuk meniadakan persyaratan tersebut, dan meyakinkan penjual bahwa dia akan mencicil dengan tepat waktu serta melunasinya.
Kedua: Jual beli kredit yang sering terjadi di koperasi-koperasi pegawai yang bentuknya sebagai berikut: Datang penjual barang, misalnya mesin cuci ke suatu kantor dan menawarkan dagangannya secara kontan. Para pegawai ingin membelinya tapi tidak sanggup untuk membayarnya secara kontan. Akhirnya mereka memanfaatkan koperasi yang ada untuk membeli barang-banrang tersebut secara kontan terus menjual kepada para pegawai yang telah memesannya secara kredit dengan menaikkan harganya sebagai laba untuk koperasi.
Bentuk proses jual beli seperti ini, jika kita tidak cermat, mungkin akan mengatakan boleh-boleh saja, tapi coba kita cermati lagi: apakah koperasi memang berniat untuk membeli barang-barang tersebut sebelumnya kemudian menjualnya? Ataukah koperasi membeli barang itu sebagai bentuk bantuan bagi para pegawai dengan uang kontan yang dimiliki koperasi sehingga para pegawai itu bisa dapatkan barang dengan mencicilnya pada koperasi?
Kalau jawabannya yang pertama, maka jual beli seperti ini tidak mengapa, terlepas dari pembahasan tentang hukum koperasi dan aturan-aturan yang ada di dalamnya.
Kalau jawabannya yang kedua, dan memang inilah yang sering terjadi, maka jual beli tersebut tidaklah diperbolehkan. Sebab hal itu tidak lain adalah upaya untuk mengubah bentuk utang-mengutang yang dibayar dengan mencicil disertai tambahan bunga yang jelas keharamannya, menjadi bentuk yang samar dan seolah-olah merupakan jual beli kredit yang diperbolehkan.
Ketahuilah –semoga Alloh memberikan hidayahNya pada kita semua- bahwa suatu akad jual beli itu dilihat dari lafadz dan niat. Pada jual beli ini, koperasi sama sekali tidak berniat untuk jualan barang-barang tersebut, buktinya koperasi tidaklah membeli dari penjual kontan kecuali barang-barang yang dipesan para pegawai tersebut, jadi pada hakekatnya koperasi meminjamkan uang pada para pegawai yang memesan barang, kemudian mereka mengangsurnya ke koperasi dengan disertai bunga. Perbuatan seperti ini sangat mirip dengan sifat orang-orang yahudi, yang berusaha untuk melegalisasi sesuatu yang diharamkan Alloh dengan mengubahnya kepada bentuk yang samar hukumnya.
Inilah pembahasan singkat tentang permasalahan jual-beli kredit yang marak pada masa ini, semoga bisa memberikan manfaat bagi kita semua, teriring doa semoga Alloh memberikan hidayah-Nya kepada saudara-saudara kita kaum muslimin untuk kembali kepada agamanya dan tunduk kepada syareat yang telah ditetapkan oleh Alloh Pencipta semesta.
سبحانك اللهم وبحمدك أشهد ألا إله إلا أنت أستغفرك وأتوب إليك

Sumber: ahlussunnah.web.id 
TERIMA KASIH ATAS KUNJUNGAN SAUDARA
Judul: Jual Beli Secara Kredit…Bolehkah ?
Ditulis oleh Admin
Rating Blog 5 dari 5
Semoga artikel ini bermanfaat bagi saudara. Jika ingin mengutip, baik itu sebagian atau keseluruhan dari isi artikel ini harap menyertakan link dofollow ke http://risalahkajian.blogspot.com/2013/03/jual-beli-secara-kreditbolehkah.html. Terima kasih sudah singgah membaca artikel ini.
credit for cara membuat email - Copyright of Risalah Kajian.