Meluruskan Penyimpangan Aqidah: Revolusi Bumi
0
comments
MELURUSKAN PENYIMPANGAN AQIDAH
(Terkait Teori Rotasi dan Revolusi Bumi)
Ditulis: Shubhan bin Abi Tholhah Al-Jawiy –Saddadahulloh-
Ahad, 12 Dzulhijjah 1433H
Darul Hadits As-Salafiyyah Dammaj-harosahalloh-
Darul Hadits As-Salafiyyah Dammaj-harosahalloh-
بسم الله الرحمن الرحيم
MUQODIMAH
الحمد لله الذي جعل الأرض قرارا والشمس سائرا يكور اليل على النهار ويكور النهار على الليل إن في ذلك لعبرة لمن كان في قلبه نورا
والصلاة والسلام علي رسول الله ارسله الله بشيرا ونذيرا
أما بعد،
Permasalahan aqidah merupakan
permasalahan yang sangat penting bagi seorang muslim. Aqidah yang shohih
ibarat sebuah pondasi dan termasuk syarat yang menentukan diterima atau
tidaknya amalan seseorang.Tidaklah Alloh-ta’ala-menolak amalan orang-orang musyrik melainkan karena amalan mereka tidak dibangun diatas aqidah yang benar.
Alloh-ta’ala- berfirman:
وَمَا مَنَعَهُمْ أَنْ تُقْبَلَ مِنْهُمْ
نَفَقَاتُهُمْ إِلَّا أَنَّهُمْ كَفَرُوا بِالله وَبِرَسُولِهِ وَلَا
يَأْتُونَ الصَّلَاةَ إِلَّا وَهُمْ كُسَالَى وَلَا يُنْفِقُونَ إِلَّا
وَهُمْ كَارِهُونَ
“Tidak ada yang menghalangi mereka untuk
diterima dari mereka nafkah-nafkah mereka, melainkan karena mereka
kafir kepada Alloh dan Rasul-Nya dan mereka tidak melaksanakan sholat,
melainkan dalam keadaan malas dan tidak (pula) menafkahkan (harta)
mereka, melainkan dalam keadaan terpaksa”. (QS. At-Taubah:54)
Oleh karena itu, para nabi dan rosul memulai dakwah mereka dengan permasalahan tauhid.
Alloh-ta’ala- berfirman:
وَلَقَدْ بَعَثْنَا فِي كُلِّ أُمَّةٍ رَسُولًا أَنِ اعْبُدُوا اللهَ وَاجْتَنِبُوا الطَّاغُوت
“Sesungguhnya Kami telah mengutus pada tiap-tiap umat seorang rosul,supaya mereka beribadah kepada Alloh dan menjauhi thoghut (sesembahan selain Alloh)”. (QS. An-Nahl: 36)
Tatkala Rosululloh -shollallohu ‘alaihi wa sallam- mengutus Muadz –rodhiyallohu’anhu- ke Yaman, beliau mengatakan:
إِنَّكَ تَقْدَمُ عَلَى قَوْمٍ أَهْلِ كِتَابٍ فَلْيَكُنْ أَوَّلَ مَا تَدْعُوهُمْ إِلَيْهِ عِبَادَةُ اللهِ عَزَّ وَجَلَّ
“Sesungguhnya kamu akan mendatangi ahli
kitab, maka jadikanlah awal kali yang kamu seru mereka kepadanya agar
mereka beribadah kepada Alloh -‘azza wa jalla. (HR. Bukhori dan Muslim)
Disebutkan dalam hadits Robi’ah bin ‘Abbad -rodhiyallohu’anhu-, beliau mengatakan:
رأيت رسول الله صلى الله عليه و سلم بصر
عيني بسوق ذي المجاز يقول: يا أيها الناس قولوا لا إله إلا الله تفلحوا.
ويدخل فيفجاجها والناس متقصفون عليه. فما رأيت أحدا يقول شيئا وهو لا يسكت
يقول: أيها الناس قولوا لا إله إلا الله تفلحوا، إلا أن وراءه رجلا أحول
وضيء الوجه ذا غديرتين يقول:إنه صابئ كاذب. فقلت: من هذا؟ قالوا: محمد بن
عبد الله وهو يذكر النبوة. قلت:من هذا الذي يكذبه. قالوا: عمه أبو لهب.
“Saya melihat Rosululloh –shollallohu’alaihi wa sallam- di pasar Dzil Mijaz mengatakan: “Wahai manusia katakanlah la ilaha illalloh maka
kalian akan beruntung”. Beliau masuk di jalan-jalan, sedang saya tidak
melihat seorangpun yang mengucapkan sesuatu dan Rosululloh –shollallohu’alaihi wa sallam-tidak diam. Beliau mengatakan: “Wahai manusia katakanlah,“Laa ilaha illalloh,”maka
kalian akan beruntung”. Hanya saja di belakangnya ada seseorang yang
juling, tampan rupanya dan mempunyai dua buah kucir mengatakan:
“Sesungguhnya dia ini telah keluar dari agamanya lagi pendusta”.
Maka aku bertanya: “Siapa orang ini?”
Mereka menjawab: “Muhammad bin Abdillah dan ia menyebutkan (mengaku)
tentang kenabian”. Aku bertanya lagi: “Siapa orang yang di belakangnya?”
Mereka menjawab:”Pamannya, Abu Lahab”.
(Hadits shohih riwayat Ahmad: 3/492,dishohihkan oleh Imam Al-Wadi’iy -rohimahulloh- dalam kitabnya As-Shohihul Musnad, no.333)
Kalau kita melihat dakwah Rosululloh
-shollallohu ‘alaihi wasallam- di Makkah selama sepuluh tahun, beliau
mengajak kaumnya untuk mentauhidkan Alloh dan meninggalkan kesyirikan.
Hal ini tidak lain adalah untuk membangun pondasi yang sangat penting
ini. Kemudian setelah beliau hijroh ke Madinah, barulah turun berbagai
macam syariat dari Alloh –subhanahu wa ta’ala-.
Hal ini menunjukkan akan pentingnya
permasalahan aqidah, dan di dalamnya juga terdapat pelajaran yang sangat
penting bagi para da’i agar mereka memulai dakwah mereka dengan
permasalahan tauhid, tidak seperti kebanyakan kelompok-kelompok yang
memulai dakwah mereka dengan perkara akhlak,jihad, atau dengan
menegakkan daulah Islamiyyah menurut prasangka mereka, oleh karena itu
kita melihat dakwah mereka tidaklah membuahkan hasil yang bermanfaat
untuk islam dan kaum muslimin.
Maka permasalahan tauhid merupakan
kewajiban pertama dan terakhir sebelum kita keluar dari dunia. Siapa
yang meninggal diatas tauhid, maka kita mengharapkan baginya kebaikan.
Ibnu Abil ‘Izz-rohimahulloh-berkata:
فَالتَّوْحِيدُ أَوَّلُ مَا يُدْخِلُ فِي
الْإِسْلَامِ، وَآخِرُ مَا يُخْرَجُ بِهِ مِنَ الدُّنْيَا، كَمَا قَالَ
النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «مَنْ كَانَ آخِرُ كَلَامِهِ
لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ دَخَلَ الْجَنَّةَ». وَهُوَ أَوَّلُ وَاجِبٍ
وَآخِرُ وَاجِبٍ.فَالتَّوْحِيدُ أَوَّلُ الْأَمْرِ وَآخِرُهُ، أَعْنِي
تَوْحِيدَ الْإِلَهِيَّةِ.
“Tauhid merupakan hal pertama yang
memasukkan seseorang ke dalam Islam dan kewajiban terakhir yang
mengeluarkan seseorang dari dunia, sebagaimana sabda Rosululloh –shollallohu’alaihi wa sallam-:”Siapa yang akhir perkataannya,“Laa ilaha illalloh,”
maka ia akan masuk surga”. Maka tauhid adalah kewajiban pertama dan
terakhir”. Maksudku adalah tauhid uluhiyyah (mengesakan Alloh dalam
peribadahan)”. (Syarh Aqidah Thohawiyyah)
Imam Al-Bukhoriy-rohimahulloh- mengisyaratkan akan hal ini dalam kitab shohihnya, yang memulai kitabnya dengan kitabBad’ul wahyi, kitab Al-Imandan diakhiri dengan Kitab At-Tauhid dan diikuti oleh Asy-Syaikhul Muhadits Muqbil bin Hadiy-rohimahulloh-dalam kitabnya Al-Jami’ Ash-Shohih.
Tidaklah samar bagi kita bagaimana juhud (kesungguhan)
para ulama dalam menyebarkan tauhid kepada kaum muslimin. Mereka
mengorbankan jiwa dan raga dalam dakwah kepada tauhid ini, baik dakwah
dengan lisan maupun tulisan. Juga sangat banyak kitab-kitab para ulama
yang menjelaskan akan permasalahan ini dan juga bantahan-bantahan mereka
dalam rangka memperingatkan umat dari rusaknya aqidah yang banyak
tersebar dikalangan kaum muslimin. Sikap para ulama tersebut juga sangat
keras terhadap orang-orang yang menyelisihi aqidah yang benar serta
siapa saja yang berusaha untuk merusak kaum muslimin dengan menyebarkan
aqidah-aqidah sesat.
Hal itu seperti yang dilakukan Umar bin Khottob-rodhiyallohu’anhu- terhadap Shobigh, kisah penyembelihan Ja’d bin Dirham oleh Kholid Al-Qosry dan pernyataan baro’ (berlepas diri) Abdulloh bin Umar-rodhiyallohu’anhu- terhadap kelompok Qodariyah.
Ini merupakan secuplik contoh akan kerasnya sikap para ulama terhadap
orang-orang yang mempunyai aqidah yang rusak dan ingin menyebarkannya
dikalangan kaum muslimin. Dengan hal ini, maka terjagalah aqidah kaum
muslimin dari berbagai macam penyimpangan yang merusak aqidah mereka.
Kemudian, setelah berlalunya zaman
generasi terbaik dan berkurangnya para ulama, maka semakin banyak
dai-dai (para penyeru) kesesatan yang mengajak kepada pintu-pintu
Jahannam. Siapa yang mengikutinya akan dicampakkan kedalamnya. Maka
tersebarlah berbagai macam penyimpangan dalam permasalahan aqidah,
sehingga kita mendapati kebanyakan kaum muslimin terdidik dengan aqidah
yang salah dan tumbuh diatasnya.Wallohul Musta’an.
Salah satu dari keyakinan yang tersebar
di kalangan kaum muslimin dan diajarkan kepada anak-anak kaum muslimin
di sekolah-sekolah mereka adalah keyakinan bahwasanya bumi itu bergerak
mengelilingi matahari dan matahari diam tak bergerak. Manakala keyakinan
ini menyelisihi nash dari Al-Qur’an, As-Sunnah dan Al-Ijma’, maka kami
ingin menjelaskan akan batilnya keyakinan ini dengan menukil perkataan
para ulama yang telah mendahului kita dalam menjelaskan hal ini dan juga
karena adanya permintaan dari sebagian ikhwan.Mudah-mudahan Alloh
membalas kebaikan para ulama kita yang telah menjelaskan hal ini dan
memperingatkan umat darinya. Tidaklah ada suatu kemungkaran, melainkan
kita dapati para ulama telah mengingkarinya dan kita mendapatkan pula
kitab-kitab yang mereka tulis untuk menjelaskan penyimpangan tersebut. Jazahumullohukhoiron.
SIAPA PENCETUS KEYAKINAN INI
Mahmud Syukry Al-Alusiy berkata: “Telah
tersebar di zaman kita ini perkataan Phythagore -seorang filosof
terkenal dalam bidang Astronomi- dan diikuti oleh para ahli filsafat
belakangan setelah pemikiran ini ditinggalkan, yaitu pendapat yang
mengatakan tentang adanya pergerakan bumi harian (rotasi) dan tahunan
(revolusi) mengelilingi matahari, dan bahwasanya matahari itu adalah
pusat pergerakan (tata surya). Bumi adalah salah satu bintang yang
beredar di orbitnya. Tidak seperti yang dikatakan oleh Ptolemee”.
Kemudian, Muhammad Zuhair Asy-Syawisy memberikan ta’liq (komentar)
terhadap kalam (ucapan) diatas dengan mengatakan: “Phythagore adalah
seorang hakim Yunani yang terkenal. Para pengikutnya dinamakan
Phytagoriyyin sebagai bentuk penisbatan kepadanya. Mereka mempunyai
pendapat bahwa bumi adalah sebuah bintang dari bintang-bintang yang
berputar di sekitar pusat api. Dengan pemikiran ini, mereka menyelisihi
pemikiran yang tersebar di zaman mereka bahwasanya bumi adalah pusat
alam semesta. Phythagore dilahirkan di pulau Samus dan mati di pulau itu
juga sekitar tahun 600 SM.
Ptolemee adalah salah satu pakar Astronomi, sejarah dan geografi. Dia adalah pemilik kitab Majusti yang terkenal. Yang mempunyai pemikiran ptolemeesiyah
yang mengatakan bahwasanya bumi itu tetap dan planet berputar di
sekitarnya dan itu adalah pemikiran yang diisyaratkan oleh pengarang”.
(Risalah: Maa Dalla ‘Alaihil Qur’an Mimmaa Ya’dhidu Al-Haiatul Jadiidah Al-Qodiimatul Burhan, karya Mahmud Syukri Al-Alusy, cet. Al-Maktabul Islami)
Syaikh Abu ‘Amr Al-Hajuriy –hafidhohulloh-berkata:
“Telah nampak pemikiran Yunani yang diucapkan oleh salah seorang ahli
filsafat yang bernama Phytagoras Al-Yunaniy- sebelum dilahirkannya Al-Masih (Nabi
Isa) kurang lebih lima ratus tahun dan ada yang mengatakan enam ratus
tahun- bahwasanya bumi termasuk bintang-bintang yang beredar
mengelilingi matahari. Pemikiran ini ditinggalkan semasa itu dalam waktu
yang lama karena tidak diterima oleh akal dan kenyataan, sampai
munculnya seorang ahli falak (astronom) Yunani yang bernama Choopernight dari abad ke-10 Hijriyah dan menampakkan pemikiran Phytagoras. Kemudian pada abad ke-12 hijriyah, muncul Herchil dan para pengikutnya dari para ahli filsafat Paronji dan menguatkan pemikiran phytagoras.
Awalnya pemikiran ini tidak diterima
oleh seorang pun dari kaum muslimin. Kemudian, muncullah orang-orang
sesat dari kaum muslimin mengambil pemikiran ini dan mempopulerkannya di
antara kaum muslimin dengan menampakkan bahwa pemikiran ini adalah
bagian dari agama!!! (Risalah: An-Narjis bi Qorooril Ardh wa Jaroyaanis Syams, hal.11, cet. Maktabah Ibnu Sirin)
Dari hal di atas dapat kami simpulkan beberapa poin sebagai berikut:
- Pencetus pemikiran ini adalah seorang ahli filsafat Yunani yang kafir.
- Bahwasanya mereka sendiri telah berselisih pendapat dalam permasalahan ini.
SUMBER PENGAMBILAN AQIDAH ADALAH KITAB DAN SUNNAH SESUAI DENGAN PEMAHAMAN SALAFUL UMMAH
Alloh -subhanahu wa ta’ala– berfirman:
اتَّبِعُوا مَا أُنْزِلَ إِلَيْكُمْ مِنْ رَبِّكُمْ وَلَا تَتَّبِعُوا مِنْ دُونِهِ أَوْلِيَاءَ قَلِيلًا مَا تَذَكَّرُونَ
“Ikutilah apa yang diturunkan kepadamu
dari Robbmu dan janganlah kamu mengikuti wali-wali selain-Nya, sangat
sedikit di antara kalian yang mengambil pelajaran (darinya)”.
(QS.Al-A’rof:3)
Alloh -subhanahu wa ta’ala– berfirman:
أَوَلَمْ يَكْفِهِمْ أَنَّا أَنْزَلْنَا
عَلَيْكَ الْكِتَابَ يُتْلَى عَلَيْهِمْ إِنَّ فِي ذَلِكَ لَرَحْمَةً
وَذِكْرَى لِقَوْمٍ يُؤْمِنُون [العنكبوت : 51]
“Apakah tidak cukup bagi mereka
bahwasanya Kami telah menurunkan kepada-Mu Al-Kitab (Al-Quran) yang
dibacakan kepada mereka? Sesungguhnya dalam (Al-Quran) itu terdapat
rahmat yang besar dan pelajaran bagi orang-orang yang beriman”.
(QS.Al-’Ankabut:51)
أَفَحُكْمَ الْجَاهِلِيَّةِ يَبْغُونَ وَمَنْ أَحْسَنُ مِنَ اللهِ حُكْمًا لِقَوْمٍ يُوقِنُونَ
“Apakah hukum jahiliyah yang mereka
inginkan? dan (hukum) siapakah yang lebih baik dari (hukum) Alloh bagi
orang-orang yang yakin?” (QS.Al-Maidah:50)
Rosululloh-sholallohu’alaihi wasallam-bersabda:
أمَّا بَعْدُ أَلاَ أَيُّهَا النَّاسُ
فَإِنَّمَا أَنَا بَشَرٌ يُوشِكُ أَنْ يَأْتِىَ رَسُولُ رَبِّى فَأُجِيبَ
وَأَنَا تَارِكٌ فِيكُمْ ثَقَلَيْنِ أَوَّلُهُمَا كِتَابُ اللهِ فِيهِ
الْهُدَى وَالنُّورُ فَخُذُوا بِكِتَابِ اللهِ وَاسْتَمْسِكُوا بِهِ
“Amma ba’du; wahai manusia, sesungguhnya
aku hanyalah seorang manusia. Dikhawatirkan akan datang utusan Robbku
kemudian aku menjawabnya (yakni kematian) dan aku tinggalkan untuk
kalian dua perkara, salah satunya adalah kitabulloh di dalamnya
terdapat petunjuk dan cahaya. Maka ambillah kitabulloh dan berpegang
teguhlah dengannya”.
وفي رواية: مَنِ اسْتَمْسَكَ بِهِ وَأَخَذَ بِهِ كَانَ عَلَى الْهُدَى وَمَنْ أَخْطَأَهُ ضَلَّ
Dalam satu riwayat: “Siapa yang
berpegang teguh dengannya dan mengambilnya, maka ia berada diatas
petunjuk dan siapa yang berlepas darinya dia akan sesat”. (HR.Muslim,
no. 2408 dari Zaid bin Arqom –rodhiyallohu’anhu-)
Rosululloh–shollallohu ‘alaihi wa sallam-juga bersabda:
لقد تركتكم علي البيضاء ليلها كنهارها لا يزيغ عنها إلا هالك
“Sungguh aku telah meninggalkan kalian
di atas sesuatu yang putih; malamnya sama seperti siangnya, tidak
menyimpang darinya kecuali seorang yang binasa”. (Hadits hasan riwayat
Ibnu Abi ‘Ashim dalam As-Sunnah).
تركت فيكم أمرين لن تضلوا ما تمسكتم بهما : كتاب الله وسنة رسوله
“Aku tinggalkan pada kalian dua perkara
yang kalian tidak akan tersesat selama kalian berpegang teguh dengannya;
Kitabulloh dan Sunnah Rosul-Nya” (Diriwayatkan oleh Imam Malik –rohimahulloh- dalam kitab Al-Muwatho’ dan dihasankan oleh Syaikh Albani dalam Al-Misykah no.186)’
Dari dalil-dalil diatas, menunjukkan
bahwa sumber pengambilan aqidah adalah dari Al-Qur’an dan As-Sunnah
sesuai dengan pemahaman ulama salaf. Siapa yang menyangka bahwa dia akan
mendapatkan petunjuk dan kebenaran dari selain keduanya, maka dia telah
tersesat dan mendapatkan kerugian.
Mengapa harus sesuai dengan pemahaman para ulama salaf?
Sebab mereka adalah orang-orang yang telah dipuji oleh Alloh-subhanahu wa ta’ala-dalam firman-Nya:
وَالسَّابِقُونَ الْأَوَّلُونَ مِنَ
الْمُهَاجِرِينَ وَالْأَنْصَارِ وَالَّذِينَ اتَّبَعُوهُمْ بِإِحْسَانٍ
رَضِيَ اللهُ عَنْهُمْ وَرَضُوا عَنْهُ وَأَعَدَّ لَهُمْ جَنَّاتٍ تَجْرِي
تَحْتَهَا الْأَنْهَارُ خَالِدِينَ فِيهَا أَبَدًا ذَلِكَ الْفَوْزُ
الْعَظِيمُ
“Orang-orang yang terdahulu lagi yang
pertama-tama (masuk Islam) dari golongan muhajirin dan anshor serta
orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik, Alloh ridha kepada mereka
dan mereka pun ridha kepada Alloh.Alloh menyediakan bagi mereka
surga-surga yang mengalir dibawahnya sungai-sungai. Mereka kekal
didalamnya selama-lamanya. Itulah kemenangan yang besar”.
(QS.Al-Maidah:100)
Merekalah orang-orang yang berpegang
teguh dengan Al-Qur’an dan Sunnah, dan mengamalkan Islam ini sesuai
dengan apa yang mereka pahami dari Rosululloh-shollallohu ‘alaihi wasallam-
sampai hari ini. Mereka sangat jauh dari berbagai macam penyimpangan
yang diada-adakan dalam agama ini sehingga kemurnian agama mereka akan
terus terjaga sampai dekatnya hari kiamat.
Rosululloh –shollallohu’alaihi wa sallam –bersabda :
لاَ تَزَالُ طَائِفَةٌ مِنْ أُمَّتِى
ظَاهِرِينَ عَلَى الْحَقِّ لاَ يَضُرُّهُمْ مَنْ خَذَلَهُمْ حَتَّى
يَأْتِىَ أَمْرُ اللَّهِ وَهُمْ كَذَلِكَ
“Akan terus-menerus ada sekelompok dari
umatku yang menampakkan kebenaran tidak akan membahayakan mereka
orang-orang yang memusuhi mereka sampai datangnya perintah Alloh (hari
kiamat), sedang mereka diatas kebenaran”. (HR.Muslim no.5059 dari
Tsauban -rodhiyallohu’anhu-).
DALIL-DALIL DARI AL-QUR’AN DAN AS-SUNNAH YANG MENUNJUKKAN AKAN TETAPNYA BUMI DAN BERJALANNYA MATAHARI MENGELILINGI BUMI
- Alloh –ta’ala-berfirman:
وَالشَّمْسُ تَجْرِي لِمُسْتَقَرٍّ لَهَا ذَلِكَ تَقْدِيرُ الْعَزِيزِ الْعَلِيمِ
“Matahari berjalan ditempat
peredarannya. Demikianlah ketetapan Al-’Aziz (yang Maha Perkasa) dan
Al-’Alim(lagi Maha Mengetahui)”. (QS.Yasin:38)
Syaikh Ibnu ‘Utsaimin –rohimahulloh-
mengatakan ketika menafsirkan ayat ini: “Sebagian faedah dari ayat ini
adalah: bahwasanya matahari itu berjalan dan ini adalah suatu kenyataan
serta zhohir dari Al-Qur’an dan bahwa berjalannya adalah secara dzatnya,
bukanlah yang dimaksud dengan berputar itu adalah bumi. Merupakan suatu
kewajiban untuk membiarkan Al-Quran sesuai zhohirnya sampai tegak
sebuah dalil yang jelas serta bisa dijadikan hujjah bagi kita di hadapan
Alloh-’azza wa jalla-untuk keluar dari zhohirnya, sebab yang
berbicara dengan Al-Qur’an adalah Alloh Al-Kholiq (sang pencipta).
Dialah yang mengetahui keadaan makhluk-Nya. Apabila Dia mengatakan bahwa
matahari berjalan, maka wajib bagi kita untuk mengatakan bahwa matahari
berjalan dan tidak boleh bagi kita untuk mengatakan kita yang
berjalan”. (At-Tafsir Ats-Tsamin)
- Alloh –ta’ala-berfirman:
اللهُ الَّذِي رَفَعَ السَّمَاوَاتِ
بِغَيْرِ عَمَدٍ تَرَوْنَهَا ثُمَّ اسْتَوَى عَلَى الْعَرْشِ وَسَخَّرَ
الشَّمْسَ وَالْقَمَرَ كُلٌّ يَجْرِي لِأَجَلٍ مُسَمًّى يُدَبِّرُ
الْأَمْرَ يُفَصِّلُ الْآيَاتِ لَعَلَّكُمْ بِلِقَاءِ رَبِّكُمْ تُوقِنُون
“Alloh-lah yang meninggikan langit tanpa tiang (sebagaimana) yang kamu lihat, kemudian Dia beristiwa’ (meninggi) di atas ‘arsy
dan menundukkan matahari dan bulan. Masing-masing beredar hingga waktu
yang ditentukan. Alloh mengatur urusan (makhluk-Nya), menjelaskan
tanda-tanda (kebesaran-Nya), supaya kamu meyakini pertemuanmu dengan
Robb-mu”. (QS.Ar-Ro’d:2)
- Alloh –ta’ala-berfirman:
وَسَخَّرَ لَكُمُ الشَّمْسَ وَالْقَمَرَ دَائِبَيْن
“Dia telah menundukkan (pula) bagimu
matahari dan bulan yang terus-menerus beredar (dalam orbitnya) dan
menundukkan bagimu malam dan siang”. (QS.Ibrohim:33)
Ibnu Katsir-rohimahulloh- berkata: “Yakni keduanya berjalan dan tidak tetap, baik di waktu siang maupun malam”.
- Alloh –ta’ala-berfirman:
الشَّمْسُ وَالْقَمَرُ بِحُسْبَانٍ
“Matahari dan bulan (beredar) menurut perhitungan”. (QS.Ar-Rohman:5)
Ibnu Katsir-rohimahulloh- berkata: “Yakni keduanya berjalan silih berganti dengan perhitungan yang teliti tanpa berselisih dan tanpa adanya kegoncangan”.
- Alloh-ta’ala-berfirman:
أَلَمْ تَرَ أَنَّ اللهَ يُولِجُ
اللَّيْلَ فِي النَّهَارِ وَيُولِجُ النَّهَارَ فِي اللَّيْلِ وَسَخَّرَ
الشَّمْسَ وَالْقَمَرَ كُلٌّ يَجْرِي إِلَى أَجَلٍ مُسَمًّى وَأَنَّ اللهَ
بِمَا تَعْمَلُونَ خَبِيرٌ
“Tidakkah kamu memperhatikan, bahwa
sesungguhnya Alloh memasukkan malam ke dalam siang dan memasukkan siang
ke dalam malam dan Dia tundukkan matahari dan bulan masing-masing
berjalan sampai kepada waktu yang ditentukan. Sesungguhnya Alloh Maha
Mengetahui apa yang kamu kerjakan”. (QS.Luqman:29)
- Alloh-ta’ala-berfirman:
وَتَرَى الشَّمْسَ إِذَا طَلَعَتْ
تَزَاوَرُ عَنْ كَهْفِهِمْ ذَاتَ الْيَمِينِ وَإِذَا غَرَبَتْ تَقْرِضُهُمْ
ذَاتَ الشِّمَالِ وَهُمْ فِي فَجْوَةٍ مِنْهُ ذَلِكَ مِنْ آيَاتِ اللهِ
مَنْ يَهْدِ اللهُ فَهُوَ الْمُهْتَدِ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلَنْ تَجِدَ لَهُ
وَلِيًّا مُرْشِدًا
“Kamu melihat matahari ketika terbit,
condong dari gua mereka ke sebelah kanan. Bila matahari terbenam,
menjauhi mereka ke sebelah kiri, sedang mereka berada dalam tempat yang
luas dalam gua itu.Itu adalah sebagian dari tanda-tanda (kebesaran)
Alloh. Barangsiapa yang diberi petunjuk oleh Alloh, maka dialah yang
mendapat petunjuk dan barangsiapa yang disesatkan-Nya, maka kamu tidak
akan mendapatkan seorang pemimpin pun yang dapat memberi petunjuk
kepadanya”. (QS.Al-Kahfi:17)
Syaikh Ibnu ‘Utsaimin –rohimahulloh– berkata:
“Dari kalimat, “… apabila matahari terbenam, maka matahari tersebut
menjauhi mereka ke sebelah kiri,” menunjukkan bahwasanya mataharilah
yang bergerak dan dengan pergerakannya tersebut, terjadilah terbit dan
tenggelam berbeda dengan apa yang diucapkan oleh sebagian manusia di
zaman sekarang yang mengatakan bahwa yang berputar adalah bumi,
sementara keadaan matahari, maka ia tetap diam.
Adapun diri kami, maka kami mempunyai bukti dari kalamulloh
yang wajib bagi kita untuk memahaminya sesuai dhohirnya dan supaya
tidak goncang dari dhohir ini, kecuali dengan dalil yang jelas … sebab
Alloh menisbatkan semua perbuatan, berupa terbit dan tenggelam kepada
Matahari … dan kita mengetahui dengan ilmu yakin bahwa Alloh lebih tahu
dengan makhluk-Nya dan kita tidak akan menerima sebuah pemikiran baru
dan persangkaan. (At-Tafsir At-Tsamin)
- Alloh-ta’ala-berfirman:
أَلَمْ تَرَ إِلَى الَّذِي حَاجَّ
إِبْرَاهِيمَ فِي رَبِّهِ أَنْ آتَاهُ اللهُ الْمُلْكَ إِذْ قَالَ
إِبْرَاهِيمُ رَبِّيَ الَّذِي يُحْيِي وَيُمِيتُ قَالَ أَنَا أُحْيِي
وَأُمِيتُ قَالَ إِبْرَاهِيمُ فَإِنَّ اللهَ يَأْتِي بِالشَّمْسِ مِنَ
الْمَشْرِقِ فَأْتِ بِهَا مِنَ الْمَغْرِبِ فَبُهِتَ الَّذِي كَفَرَ
وَاللهُ لَا يَهْدِي الْقَوْمَ الظَّالِمِينَ
“Apakah kamu tidak memperhatikan orang
yang mendebat Ibrahim tentang Robb-nya, karena Alloh telah memberikan
kepada orang itu kekuasaan. Ketika Ibrahim mengatakan: “Robb-ku itulah
yang menghidupkan dan mematikan,” orang itu berkata: “Aku dapat
menghidupkan dan mematikan”. Ibrahim berkata: “Sesungguhnya Alloh
menerbitkan matahari dari timur, maka terbitkanlah dia dari barat!” Lalu
terdiamlah orang kafir itu dan Alloh tidak memberi petunjuk kepada
orang-orang yang dholim”. (QS.Al-Baqoroh:258)
Syaikh Ibnu ‘Utsaimin –rohimahulloh–
berkata: “Dalam ayat ini terdapat bantahan terhadap para ahli Astronom
yang mengatakan bahwa datangnya matahari bukanlah dengan dzatnya, akan
tetapi bumilah yang berputar sampai ia sendiri yang mendatangi matahari.
Sisi bantahannya adalah dari perkataan Nabi Ibrohim-‘alaihissalam-
yang maknanya, “Sesungguhnya Alloh mendatangkan matahari dari arah
timur, maka datangkanlah ia dari arah barat,”… sedang mereka mengatakan,
“Sesungguhnya Alloh tidak mendatangkan ia dari arah timur, akan tetapi
dengan perputarannya, sehingga matahari yang terbit kepadanya” … wajib
bagi kita untuk mengambil perkara ini sesuai dengan dhohir Al-Qur’an dan
tidak berpaling terhadap ucapan siapapun yang menyelisihi dhohir
Al-Qur’an tersebut. Hal itu karena kita beribadah sesuai apa yang
ditunjukkan dalam Al-Qur’an. Dari sisi lain Alloh –ta’ala-lebih
mengetahui dengan apa yang Ia ciptakan.
Alloh –ta’ala– berfirman:
أَلَا يَعْلَمُ مَنْ خَلَقَ وَهُوَ اللَّطِيفُ الْخَبِير
“Apakah Alloh yang menciptakan itu tidak
mengetahui (yang kamu lahirkan atau rahasiakan), sedangkanDia itu
Al-Lathif lagi Al-Khobir (Maha Mengetahui)?”(QS.Al-Mulk:14)
Bersamaan dengan itu, para ahli falak
terdahulu dan sekarang telah berselisih dalam permasalahan ini dan tidak
bersepakat bahwa dengan perputaran bumilah sebab terjadinya siang dan
malam.
Kita katakan: walaupun seluruh ahli
falak semuanya bersepakat dalam hal ini, kami tidaklah akan berpaling
dari dhohir Al-Qur’an. (At-Tafsir At-Tsamin 2/286)
- Rosululloh –shollalohu’alaihi wa sallam-bersabda :
غَزَا نَبِىٌّ مِنَ الأَنْبِيَاءِ فَقَالَ
لِقَوْمِهِ لاَ يَتْبَعْنِى رَجُلٌ قَدْ مَلَكَ بُضْعَ امْرَأَةٍ وَهُوَ
يُرِيدُ أَنْ يَبْنِىَ بِهَا وَلَمَّا يَبْنِ وَلاَ آخَرُ قَدْ بَنَى
بُنْيَانًا وَلَمَّا يَرْفَعْ سُقُفَهَا وَلاَ آخَرُ قَدِ اشْتَرَى غَنَمًا
أَوْ خَلِفَاتٍ وَهُوَ مُنْتَظِرٌ وِلاَدَهَا. قَالَ فَغَزَا فَأَدْنَى
لِلْقَرْيَةِ حِينَ صَلاَةِ الْعَصْرِ أَوْ قَرِيبًا مِنْ ذَلِكَ فَقَالَ
لِلشَّمْسِ أَنْتِ مَأْمُورَةٌ وَأَنَا مَأْمُورٌ اللَّهُمَّ احْبِسْهَا
عَلَىَّ شَيْئًا.فَحُبِسَتْ عَلَيْهِ حَتَّى فَتَحَ اللهُ عَلَيْهِ -
“Salah seorang nabi terdahulu melakukan
peperangan, maka ia berkata kepada kaumnya,”Janganlah mengikutiku
seseorang yang telah memiliki perempuan dan dia ingin menggaulinya,
tidak pula seseorang yang telah membangun rumah, sedangkan ia belum
menaikkan atapnya dan tidak pula seorang yang telah membeli seekor
kambing bunting, sedangkan ia sedang menunggu kelahiran anaknya!”Maka
nabi itu pun berangkat berperang. Ia pun mendekati suatu kampung yang
ingin diperanginya ketika mau masuk sholat Ashar. Maka ia berkata kepada
matahari, “Sesungguhnya kamu diperintah dan aku pun diperintah”. (Lalu
ia berdoa), “Ya Alloh tahanlah ia untukku”. Maka matahari itu pun
ditahan oleh Alloh, sampai Alloh memberikan kepada nabi itu kemenangan”.
(HR.Bukhory, no.3124 dan Muslim no.1747)
Sisi pendalilannya, hadits ini
menunjukkan bahwa matahari itu berjalan, karena nabi tersebut meminta
kepada Alloh untuk menahan jalannya matahari tersebut, agar jangan
tenggelam dahulu sampai ia menyelesaikan peperangan. Kalaulah matahari
itu diam dan bumilah yang berjalan, maka mengapa nabi tersebut harus
meminta matahari untuk ditahan perjalanannya dan tidak meminta bumi saja
yang ditahan?!
- Rosululloh –shollalohu’alaihi wa sallam-pada suatu hari pernah bertanya:
أَتَدْرُونَ أَيْنَ تَذْهَبُ هَذِهِ
الشَّمْسُ؟ قَالُوا:اللهُ وَرَسُولُهُ أَعْلَمُ. قَالَ إِنَّ هَذِهِ
تَجْرِى حَتَّى تَنْتَهِىَ إِلَى مُسْتَقَرِّهَا تَحْتَ الْعَرْشِ
فَتَخِرُّ سَاجِدَةً وَلاَ تَزَالُ كَذَلِكَ حَتَّى يُقَالَ لَهَا
ارْتَفِعِى ارْجِعِى مِنْ حَيْثُ جِئْتِ فَتَرْجِعُ فَتُصْبِحُ طَالِعَةً
مِنْ مَطْلِعِهَا ثُمَّ تَجْرِى حَتَّى تَنْتَهِىَ إِلَى مُسْتَقَرِّهَا
تَحْتَ الْعَرْشِ فَتَخِرُّ سَاجِدَةً وَلاَ تَزَالُ كَذَلِكَ حَتَّى
يُقَالَ لَهَا ارْتَفِعِى ارْجِعِى مِنْ حَيْثُ جِئْتِ فَتَرْجِعُ
فَتُصْبِحُ طَالِعَةً مِنْ مَطْلِعِهَا ثُمَّ تَجْرِى لاَ يَسْتَنْكِرُ
النَّاسُ مِنْهَا شَيْئًا حَتَّى تَنْتَهِىَ إِلَى مُسْتَقَرِّهَا ذَاكَ
تَحْتَ الْعَرْشِ فَيُقَالُ لَهَا ارْتَفِعِى أَصْبِحِى طَالِعَةً مِنْ
مَغْرِبِكِ فَتُصْبِحُ طَالِعَةً مِنْ مَغْرِبِهَا. فَقَالَ رَسُولُ اللهِ
-صلى الله عليه وسلم- أَتَدْرُونَ مَتَى ذَاكُمْ ذَاكَ حِينَ لاَ يَنْفَعُ
نَفْسًا إِيمَانُهَا لَمْ تَكُنْ آمَنَتْ مِنْ قَبْلُ أَوْ كَسَبَتْ فِى
إِيمَانِهَا خَيْرًا
“Tahukah kalian, kemana perginya
matahari itu (ketika terbenam)?” Mereka menjawab, “Alloh dan Rosul-Nya
lebih mengetahuinya”. Rosululloh-shollallohu ‘alaihi wasallam-menjawab,
“Sesungguhnya matahari ituberjalan sampai ke porosya di bawah arsy.
Kemudian ia pun bersujud. Hal itu ia lakukan secara terus-menerus sampai
diperintahkan kepadanya, “Bangkitlah kamu, kembalilah dari arah kamu
datang!” Maka ia pun kembali terbit dari arah biasanya ia terbit
darinya. Sampai dikatakan (diperintahkan) kepadanya, “Bangkitlah kamu
dan terbitlah kamu dari arah barat!” Maka iapun terbit dari arah barat.
Tahukah kalian, kapan hal itu terjadi? Hal itu terjadi tatkala tidak
bermanfaat lagi keimanan terhadap jiwa seorang, dikarenakan ia tidak
beriman sebelumnya atau berbuat kebaikan untuk keimanannya”. (HR.
Bukhori, no.7424 dan Muslim, no.159)
DALIL-DALIL AKAN TETAPNYA BUMI
- Alloh –subhanahu wa ta’ala-berfirman:
أَمَّنْ جَعَلَ الْأَرْضَ قَرَارًا
وَجَعَلَ خِلَالَهَا أَنْهَارًا وَجَعَلَ لَهَا رَوَاسِيَ وَجَعَلَ بَيْنَ
الْبَحْرَيْنِ حَاجِزًا أَإِلَهٌ مَعَ اللهِ بَلْ أَكْثَرُهُمْ لَا
يَعْلَمُونَ
“Siapakah yang telah menjadikan bumi
sebagai tempat berdiam, menjadikan sungai-sungai di celah-celahnya,
menjadikan gunung-gunung untuk (mengkokohkan)nya serta menjadikan suatu
pemisah antara dua laut. Apakah ada sesembahan yang benar selain Alloh?!
Bahkan (sebenarnya) kebanyakan dari mereka tidak mengetahui”.
(QS.An-Naml: 61)
Ibnu Katsir-rohimahulloh-berkata:
“قرارا” yakni (bumi itu) tetap, tenang tidak condong, tidak bergerak,
tidak goncang. Hal itu karena seandainya tidak demikian, maka tidaklah
nyaman untuk hidup diatasnya. Bahkan Alloh menjadikannya hamparan yang
tetap (sepanjang mata memandang), tidak goncang dan tidak bergerak
sebagaimana hal itu disebutkan dalam ayat yang lain.
اللهُ الَّذِي جَعَلَ لَكُمُ الْأَرْضَ قَرَارًا
“Alloh-lah yang menjadikan bumi bagi kamu tempat menetap” (QS.Ghofir:64)
- Alloh –subhanahu wa ta’ala-berfirman:
الَّذِي جَعَلَ لَكُمُ الْأَرْضَ فِرَاشًا
وَالسَّمَاءَ بِنَاءً وَأَنْزَلَ مِنَ السَّمَاءِ مَاءً فَأَخْرَجَ بِهِ
مِنَ الثَّمَرَاتِ رِزْقًا لَكُمْ فَلَا تَجْعَلُوا لِلهِ أَنْدَادًا
وَأَنْتُمْ تَعْلَمُون
“Dialah yang menjadikan bumi sebagai
hamparan bagimu dan langit sebagai atap, dan dia menurunkan air (hujan)
dari langit. Lalu Dia menghasilkan dengan hujan itu segala buah-buahan
sebagai rezki untukmu. Karena itu janganlah kamu menjadikan
sekutu-sekutu bagi Alloh, padahal kamu mengetahuinya”.
(QS.Al-Baqoroh:22)
- Alloh –subhanahu wa ta’ala-berfirman:
فَأَزَلَّهُمَا الشَّيْطَانُ عَنْهَا
فَأَخْرَجَهُمَا مِمَّا كَانَا فِيهِ وَقُلْنَا اهْبِطُوا بَعْضُكُمْ
لِبَعْضٍ عَدُوٌّ وَلَكُمْ فِي الْأَرْضِ مُسْتَقَرٌّ وَمَتَاعٌ إِلَى
حِينٍ
“Lalu keduanya digelincirkan oleh
syaitan dari surga itu dan dikeluarkan dari keadaan semula dan Kami
berfirman: “Turunlah kamu, sebagian kamu menjadi musuh bagi yang lain
dan bagi kamu ada tempat kediaman di bumi serta kesenangan hidup sampai
waktu yang ditentukan”. (QS. Al-Baqoroh:36)
- Alloh –subhanahu wa ta’ala-berfirman:
إِنَّ اللهَ يُمْسِكُ السَّمَاوَاتِ
وَالْأَرْضَ أَنْ تَزُولَا وَلَئِنْ زَالَتَا إِنْ أَمْسَكَهُمَا مِنْ
أَحَدٍ مِنْ بَعْدِهِ إِنَّهُ كَانَ حَلِيمًا غَفُورًا
“Sesungguhnya Alloh menahan langit dan
bumi supaya jangan lenyap.Sungguh, jika keduanya lenyap, maka tidak ada
seorangpun yang dapat menahan keduanya selain Alloh.Sesungguhnya Dia
adalah halim (Maha Penyantun) lagi Ghofur (Maha Pengampun)”. (QS.
Fathir: 41)
5 Alloh –subhanahu wa ta’ala-berfirman:
وَجَعَلْنَا فِي الْأَرْضِ رَوَاسِيَ أَنْ تَمِيدَ بِهِمْ وَجَعَلْنَا فِيهَا فِجَاجًا سُبُلًا لَعَلَّهُمْ يَهْتَدُونَ
“Telah Kami jadikan di bumi ini
gunung-gunung yang kokoh supaya bumi itu (tidak) goncang bersama
mereka.Telah Kami jadikan (pula) di bumi itu jalan-jalan yang luas, agar
mereka mendapat petunjuk”. (QS.Al-Anbiya:31)
KESEPAKATAN KAUM MUSLIMIN DALAM PERMASALAHAN INI
Abdul Qodir Al-Baghdadiy –rohimahulloh-
mengatakan: “Mereka (ulama kaum muslimin) bersepakat akan tetapnya bumi.
Adapun pergerakannya terjadi karena adanya sesuatu yang muncul, seperti
adanya gempa bumi dan yang semisalnya”. (Al-Firoq Bainal Firoq,hal.318)
Imam Al-Qurthuby –rohimahulloh-
berkata: “Yang diyakini oleh kaum muslimin dan Ahli Kitab (Yahudi &
Nashrani) bahwa bumi itu tetap diam, tak berjalan dan dihamparkan.
Adapun pergerakannya biasanya disebabkan adanya gempa bumi”.
Imam At-Tuwaijiry –rohimahulloh- berkata: “Hal ini sangat jelas untuk menyatakan ijma’ dari kaum muslimin dan ahli kitab akan tetapnya bumi”. (As-Showa’iqus Syadidah,hal. 54)
WAJIBNYA MENERIMA DAN BERIMAN DENGAN BERITA ALLOH DAN ROSULNYA
Alloh –ta’ala- berfirman:
وَمَنْ أَصْدَقُ مِنَ اللهِ قِيلًا
“Siapakah yang lebih benar perkataannya daripada Alloh?!” (QS.An-Nisa:122)
وَمَا كَانَ لِمُؤْمِنٍ وَلَا مُؤْمِنَةٍ
إِذَا قَضَى اللهُ وَرَسُولُهُ أَمْرًا أَنْ يَكُونَ لَهُمُ الْخِيَرَةُ
مِنْ أَمْرِهِمْ وَمَنْ يَعْصِ اللهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ ضَلَّ ضَلَالًا
مُبِينًا
“Tidaklah pantas bagi seorang mukmin dan
mukminah, apabila Alloh dan Rosul-Nya telah menetapkan suatu ketetapan,
masih ada bagi mereka pilihan (yang lain) tentang urusan mereka.
Barangsiapa mendurhakai Alloh dan Rosul-Nya, maka sesungguhnya dia telah
tersesat dengan kesesatan yang nyata”. (QS.Al-Ahzab:36)
إِنَّمَا كَانَ قَوْلَ الْمُؤْمِنِينَ
إِذَا دُعُوا إِلَى اللهِ وَرَسُولِهِ لِيَحْكُمَ بَيْنَهُمْ أَنْ
يَقُولُوا سَمِعْنَا وَأَطَعْنَا وَأُولَئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ
“Sesungguhnya perkataan orang-orang yang
beriman itu apabila mereka diseru kepada Alloh dan Rosul-Nya untuk
menghukumi (mengadili) di antara mereka adalah, “Kami mendengar dan Kami
taat”. Mereka itulah orang-orang yang beruntung”. (QS.An-Nur:51)
Dari dalil-dalil diatas, menunjukkan
akan wajibnya seseorang untuk menerima dan membenarkan berita Alloh dan
Rosul-Nya. Apabila terjadi perselisihan di antara kita, maka wajib untuk
mengembalikan perkaranya kepada Alloh dan Rosul-Nya, yaitu kepada Kitabulloh dan Sunnah Rosululloh –shollallohu ‘alaihi wa sallam-.
Alloh –ta’ala-berfirman:
فَإِنْ تَنَازَعْتُمْ فِي شَيْءٍ
فَرُدُّوهُ إِلَى اللهِ وَالرَّسُولِ إِنْ كُنْتُمْ تُؤْمِنُونَ بِاللهِ
وَالْيَوْمِ الْآخِرِ ذَلِكَ خَيْرٌ وَأَحْسَنُ تَأْوِيلًا
“Hai orang-orang yang beriman, taatilah
Alloh dan taatilah Rosul (Nya) serta ulil amri (pemimpin) di antara
kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka
kembalikanlah ia kepada Alloh (Al-Quran) dan Rosul-Nya (sunnahnya), jika
kamu benar-benar beriman kepada Alloh dan hari kemudian. Yang demikian
itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.
فَلَا وَرَبِّكَ لَا يُؤْمِنُونَ حَتَّى
يُحَكِّمُوكَ فِيمَا شَجَرَ بَيْنَهُمْ ثُمَّ لَا يَجِدُوا فِي
أَنْفُسِهِمْ حَرَجًا مِمَّا قَضَيْتَ وَيُسَلِّمُوا تَسْلِيمًا
“Maka demi Robb-mu, mereka tidaklah
beriman hingga menjadikan kamu sebagai hakim terhadap perkara yang
mereka perselisihkan, kemudian mereka tidak merasa dalam hati mereka
suatu keberatan terhadap putusan yang kamu berikan dan mereka menerima
dengan sepenuhnya”. (QS. An-Nisa’: 65)
Setiap muslim mengakui bahwa Nabi Muhammad –shollallohu ‘alaihi wa sallam-sebagai
Rosululloh dan makna persaksian bahwa beliau sebagai Rosululloh
sebagaimana yang disebutkan oleh Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab –rohimahulloh- dalam kitabnya Tsalatsatul Ushul adalah:
“Taat terhadap apa yang beliau diperintahkan, membenarkan terhadap apa
yang beliau khabarkan, menjauhi apa yang beliau larang dan supaya tidak
beribadah, kecuali dengan apa yang disyariatkan”.
Seluruh makna yang disebutkan oleh Syaikh Muhammad –rohimahulloh-diatas semuanya berdasarkan dalil-dalil dari Al-Qur’an dan As-Sunnah.
Seseorang juga tidak boleh mendahulukan
perkataan selain dari perkataan Alloh dan Rosul-Nya di atas perkataan
Alloh dan Rosul-Nya.
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تُقَدِّمُوا بَيْنَ يَدَيِ اللهِ وَرَسُولِهِ وَاتَّقُوا اللهَ إِنَّ اللهَ سَمِيعٌ عَلِيمٌ
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah
kamu mendahului Alloh dan Rosul-Nya dan bertakwalah kepada Alloh.
Sesungguhnya Alloh itu Sami’ (Maha Mendengar) lagi ‘Alim (Maha
Mengetahui)”. (QS. Al-Hujurot:1)
Alloh –ta’ala-mengancam orang-orang yang
menyelisihi perkara Alloh dan Rosul-Nya dengan ditimpakan kepadanya
suatu fitnah dan siksaan yang pedih.
فَلْيَحْذَرِ الَّذِينَ يُخَالِفُونَ عَنْ أَمْرِهِ أَنْ تُصِيبَهُمْ فِتْنَةٌ أَوْ يُصِيبَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ
“Maka hendaklah orang-orang yang
menyalahi perintah-Nya takut akan ditimpa cobaan atau ditimpa azab yang
pedih”. (QS. An-Nur: 63)
Setelah penyebutan semua dalil-dalil
ini, apakah kita masih mendahulukan perkataan orang-orang kafir dan
mengatakan bahwa perkataan mereka itu lebih sesuai dengan kenyataan?!
Siapa yang lebih mengetahui Alloh
Al-’Alim Al-Khobir yang ilmu-Nya meliputi semua apa yang ada di langit
dan di bumi dan apa yang ada diantara keduanya ataukah orang kafir yang
tidak mengenal siapa pencipta langit dan bumi?!
Tidakkah kita takut apabila kita menolak dan mendustakan kalamulloh yang tidak ada keraguan di dalamnya dan kalam Rosululloh –shollallohu ‘alaihi wa sallam-yang tidaklah berucap melainkan wahyu yang diturunkan kepada-Nya dengan sebuah fitnah dan siksaan yang pedih?!
Wahai Saudaraku, berimanlah dengan semua yang dikabarkan Alloh dan Rosul-Nya serta yakinilah bahwa semua itu adalah kebenaran. Insyaalloh dengan
demikian akan dibukakan bagi kita pemahaman dan dibukakan hati kita
untuk menerimanya. Hal ini merupakan sebuah kaedah yang disebutkan oleh
Syaikh Ibnu ‘Utsaimin –rohimahulloh- dalam kitab Syarhul Aqidah
Al-Washitiyah, hal. 289-290. Kaedah tersebut berbunyi: “Berimanlah
kamu, maka engkau akan mendapatkan petunjuk”. Siapa yang tidak beriman
dengan ayat-ayat Alloh, maka ia tidak akan mendapatkan petunjuk;
sehingga ia tetap buta dari kandungan Al-Qur’an dan tidak mampu untuk
mengambil hidayah darinya. Kita memohon kepada Alloh untuk memberikan
hidayah-Nya untuk kita semua. Amin
Dalil dari kaedah ini adalah firman Alloh–ta’ala-:
وَمَنْ يُؤْمِنْ بِاللهِ يَهْدِ قَلْبَهُ وَاللهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيمٌ
“Barangsiapa yang beriman kepada Alloh,
niscaya Dia akan memberi petunjuk kepada hatinya dan Alloh itu ‘Alim
(Maha Mengetahui) atas segala sesuatu”. (QS.At-Taghobun:11)
إن الَّذِينَ لَا يُؤْمِنُونَ بِآيَاتِ
اللهِ لَا يَهْدِيهِمُ اللهُ وَلَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ * إِنَّمَا
يَفْتَرِي الْكَذِبَ الَّذِينَ لَا يُؤْمِنُونَ بِآيَاتِ اللهِ وَأُولَئِكَ
هُمُ الْكَاذِبُونَ
“Sesungguhnya orang-orang yang tidak
beriman kepada ayat-ayat Alloh (Al-Quran), maka Alloh tidak akan memberi
petunjuk kepada mereka dan bagi mereka azab yang pedih.Sesungguhnya
orang-orang yang mengada-adakan kebohongan itu, hanyalah orang-orang
yang tidak beriman kepada ayat-ayat Alloh dan mereka itulah orang-orang
pendusta”. (QS.An-Nahl:104-105)
Maka saya menyeru kepada semua kaum
muslimin, tatkala datang kepadanya sebuah ayat Al-Qur’an, untuk
menerimanya dengan penuh ketaatan tanpa keraguan atau berat hati.
Jikalau bukan kita kaum muslimin, maka siapa lagi yang akan menerima dan
mengamalkan Al-Qur’an itu? Bukankah Al-Qur’an itu diturunkan untuk
diamalkan? Mengapa hati kita tidak bisa mengambil petunjuk
darinya,sedang orang kafir sendiri bisa mendapatkan hidayah hanya karena
mendengar lantunan ayat Al-Qur’an sebagaimana kisah Jubair bin Muth’im -rodhiyallohu ‘anhu- (ketika masih kafir) tatkala mendengar Rosululloh –shollallohu ‘alaihi wa sallam- membaca surat At-Thur pada sholat Maghrib. Beliau -rodhiyallohu ‘anhu- mengatakan,
“Seakan-akan hatiku terbang…” Maka sejak saat itu, Alloh memberikan
hidayah kepadanya dan masuklah ia ke dalam Islam.
Sekeras apa hati kita, sampai kita mendustakan ayat-ayat Al-Qur’an??!
Padahal jin saja, yang sifat kejelekan
dikalangan mereka lebih banyak daripada manusia, tetapi tatkala salah
satu dari mereka mendengar ayat Alloh, maka dia pun beriman dengannya
sebagaimana yang Alloh –ta’ala-sebutkan dalam firman-Nya:
وَأَنَّا لَمَّا سَمِعْنَا الْهُدَى آمَنَّا بِهِ فَمَنْ يُؤْمِنْ بِرَبِّهِ فَلَا يَخَافُ بَخْسًا وَلَا رَهَقًا
“Sesungguhnya kami (para jin) tatkala
mendengar petunjuk (Al-Quran), kami beriman kepadanya. Barangsiapa
beriman kepada Robb-nya, maka ia tidak takut akan pengurangan pahala dan
tidak (takut pula) akan penambahan dosa dan kesalahan”. (QS.Al-Jin: 13)
Wahai saudaraku, berimanlah sebelum
datangnya penyesalan yang pada waktu itu tidak akan bermanfaat lagi
keimanan dan orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Alloh meminta untuk
dikembalikan lagi ke dunia untuk beramal dan beriman dengan
ayat-ayat-Nya.
Alloh –subhanahu wata’ala- berfirman:
وَمَنْ خَفَّتْ مَوَازِينُهُ فَأُولَئِكَ
الَّذِينَ خَسِرُوا أَنْفُسَهُمْ فِي جَهَنَّمَ خَالِدُونَ * تَلْفَحُ
وُجُوهَهُمُ النَّارُ وَهُمْ فِيهَا كَالِحُونَ *أَلَمْ تَكُنْ آيَاتِي
تُتْلَى عَلَيْكُمْ فَكُنْتُمْ بِهَا تُكَذِّبُونَ * قَالُوا رَبَّنَا
غَلَبَتْ عَلَيْنَا شِقْوَتُنَا وَكُنَّا قَوْمًا ضَالِّينَ * رَبَّنَا
أَخْرِجْنَا مِنْهَا فَإِنْ عُدْنَا فَإِنَّا ظَالِمُونَ * قَالَ اخْسَئُوا
فِيهَا وَلَا تُكَلِّمُونِ
“Barangsiapa yang ringan timbangannya,
maka mereka itulah orang-orang yang merugikan dirinya sendiri.Mereka
kekal di dalam neraka Jahannam. Muka mereka dibakar api neraka dan
mereka di dalam neraka itu dalam keadaan cacat. Bukankah ayat-ayat-Ku
telah dibacakan kepada kalian, tetapi kalian selalu mendustakannya?
Mereka berkata: “Wahai Robb kami, kami telah dikuasai oleh kejahatan
kami dan kamiadalah orang-orang yang sesat.Wahai Robbkami, keluarkanlah
kami darinya (dan kembalikanlah kami ke dunia), maka jika kami kembali
(juga kepada kekafiran), maka sesungguhnya kami adalah orang-orang yang
dzolim. Alloh berfirman: “Tinggallah dengan hina di dalamnya dan
janganlah kalian berbicara dengan-Ku!” (QS. Al-Mukminun: 103-108)
وَأَنِيبُوا إِلَى رَبِّكُمْ وَأَسْلِمُوا
لَهُ مِنْ قَبْلِ أَنْ يَأْتِيَكُمُ الْعَذَابُ ثُمَّ لَا تُنْصَرُونَ *
وَاتَّبِعُوا أَحْسَنَ مَا أُنْزِلَ إِلَيْكُمْ مِنْ رَبِّكُمْ مِنْ قَبْلِ
أَنْ يَأْتِيَكُمُ الْعَذَابُ بَغْتَةً وَأَنْتُمْ لَا تَشْعُرُونَ * أَنْ
تَقُولَ نَفْسٌ يَا حَسْرَتَا عَلَى مَا فَرَّطْتُ فِي جَنْبِ اللَّهِ
وَإِنْ كُنْتُ لَمِنَ السَّاخِرِينَ *أَوْ تَقُولَ لَوْ أَنَّ اللَّهَ
هَدَانِي لَكُنْتُ مِنَ الْمُتَّقِينَ * أَوْ تَقُولَ حِينَ تَرَى
الْعَذَابَ لَوْ أَنَّ لِي كَرَّةً فَأَكُونَ مِنَ الْمُحْسِنِينَ * بَلَى
قَدْ جَاءَتْكَ آيَاتِي فَكَذَّبْتَ بِهَا وَاسْتَكْبَرْتَ وَكُنْتَ مِنَ
الْكَافِرِينَ * وَيَوْمَ الْقِيَامَةِ تَرَى الَّذِينَ كَذَبُوا عَلَى
اللَّهِ وُجُوهُهُمْ مُسْوَدَّةٌ أَلَيْسَ فِي جَهَنَّمَ مَثْوًى
لِلْمُتَكَبِّرِينَ
“Kembalilah kalian kepada Robb kalian
dan berserah dirilah kepada-Nya sebelum datang adzab kepada kalian,
kemudian kalian tidak dapat ditolong (lagi). Ikutilah sebaik-baik apa
yang telah diturunkan kepada kalian dari Robb kalian sebelum datang
adzab kepada kalian dengan tiba-tiba, sedang kalian tidak menyadarinya.
Supaya jangan ada orang yang mengatakan: “Amat besar penyesalanku atas
kelalaianku dalam (menunaikan kewajiban) terhadap Alloh, sedang aku
sesungguhnya termasuk orang-orang yang memperolok-olokkan (agama
Alloh)”. Atau supaya jangan ada yang berkata: “Kalau sekiranya Alloh
memberi petunjuk kepadaku tentulah aku termasuk orang-orang yang
bertakwa”. Atau supaya jangan ada yang berkata ketika ia melihat adzab:
“Kalau sekiranya aku dapat kembali (ke dunia), niscaya aku akan termasuk
orang-orang berbuat baik”. (Bukan demikian), sebenarnya telah datang
ayat-ayat-Ku kepadamu lalu kamu mendustakannya dan kamu menyombongkan
diri.Kamu adalah termasuk orang-orang yang kafir”. Pada hari kiamat kamu
akan melihat orang-orang yang berbuat dusta terhadap Alloh, mukanya
menjadi hitam. Bukankah dalam neraka Jahanam itu adalah tempat bagi
orang-orang yang menyombongkan diri?!”
PERKATAAN PARA ULAMA TENTANG PERMASALAHAN INI
- 1. Syaikh Muhammad bin Ibrohim Alu Syaikh –rohimahulloh-.
Pertanyaan: “Telah ditetapkan pada tahun ini kurikulum geografi di‘Darut-Tauhid’.
Mengingat karena kurikulum tersebut pada asalnya adalah materi agama
saja, akan tetapi telah ditetapkan kurikulum tentang pemikiran mereka
yang menyatakan bahwa bumi itu berputar sedang matahari tetap yang
disertai dengan dalil-dalil yang tidak bersumber dari Al-Qur’an dan
As-Sunnah. Akan tetapi hanya berdasarkan pikiran dan dugaan semata yang
bertentangan dengan apa yang ada dalam Al-Qur’an seperti firman Alloh
–ta’ala-yang berbunyi:
وَالشَّمْسُ تَجْرِي لِمُسْتَقَرٍّ لَهَا
Juga selain dari ayat ini sebagaimana
tidak samar lagi bagi Anda. Lebih-lebih kami melihat para siswa, pikiran
mereka lebih condong kepada pemikiran ini, yang tidak diragukan lagi
bahwa hal ini mengurangi keimanan mereka … Sampai terjadi salah seorang
siswa telah menulis di papan tulis sebuah kalimat: “Kabar penting
bahwasanya bumi itu berputar!” Saya mengharapkan adanya faedah dari
Anda”.
Jawaban: “Apa yang
disebutkan oleh ahli Geografi adalah suatu kebatilan yang sangat dan
menafikan terhadap ayat yang telah Antum sebutkan. Alhamdulilah,
yang telah memberikan taufiq kepada kalian untuk mengingkari
khayalan-khayalan yang batil seperti ini. Sungguh saya bergembira sekali
dengan sikap Anda. Barokallohu fikum”. (Majmu’wa Rosail Muhammad bin Ibrohim Alu Syaikh: 98/13)
- 2. Syaikh Imam Abdul Aziz bin Abdillah bin Baaz –rohimahulloh-.
Beliau berkata dalam kitab ‘Syarh Kitab Tauhid’, hal. 202:
“Kaum muslimin (yaitu para ulamanya)
bersepakat bahwasanya bumi itu tetap dan matahari berjalan … Orang-orang
yang mengatakan dengan perputaran bumi disekitar matahari itu, mereka
berusaha untuk mengajak kepada suatu pemikiran bahwa matahari itu diam
dan ini adalah kekufuran.
وَالشَّمْسُ تَجْرِي لِمُسْتَقَرٍّ لَهَا ذَلِكَ تَقْدِيرُ الْعَزِيزِ الْعَلِيم
- 3. Syaikh Muhadits (Pakar Hadits) Muqbil bin Hadiy Al-Wadi’iy –rohimahulloh-
Pertanyaan:“Apa hukum orang yang mengatakan tentang perputaran bumi dan diamnya matahari?”
Jawaban:“Orang yang
mengatakan bahwasanya matahari diam, makaia teranggap telah mendustakan
Al-Qur’an, dikarenakan Alloh telah berfirman:
وَالشَّمْسُ تَجْرِي لِمُسْتَقَرٍّ لَهَا ذَلِكَ تَقْدِيرُ الْعَزِيزِ الْعَلِيمِ
Kemudian kisah Dzulqornain, sebagaimana
yang disebutkan Alloh dalam surat Al-Kahfi dan juga hadits Abu Dzar, Abu
Huroiroh dan sejumlah sahabat yang berbunyi: “Bahwasanya matahari
meminta izin dan tidak diizinkan baginya. Kemudian ia sujud di bawah
‘arsy dan ingin kembali dari arah timur, akan tetapi tidak diizinkan.
Maka ia pun terbit dari arah barat. Hadits-hadits lain juga sangat
banyak yang menunjukkan akan hal ini. Saya nasehatkan untuk membaca
kitab Syaikh At-Tuwaijiriy –hafidzohulloh- yang berjudul:”Ash-Showa’iq As-Syadidah fir Rod ‘Ala Ahlil Haiatil Jadidah” dan juga pelengkapnya. Saya nasehatkan untuk membaca dua kitab ini.
Hal yang terpenting adalah kita bisa kokoh diatas Sunnah Rosululloh –shollallohu’alaihi wasallam-.
Kemudian yang perlu untuk diketahui, bahwa musuh-musuh sunnah biasanya
mereka mendatangkan dengan pertanyaan seperti ini dalamsebuah
perkumpulan, sedang para pemuda itu patut dikasihani. Pikiran mereka
telah kacau dan rusak. Diantara mereka ada yang mengatakan bahwa asal
manusia itu dari kera. Ini adalah perkataan Darwin. Juga pikiran mereka
telah kacau di sekolah-sekolah disebabkan karena guru-guru mereka
mendatangkan hal-hal seperti ini di masyarakat dengan tujuan untuk
melarikan dari Ahlussunnah … Siapa yang menerima Kitab dan
Sunnah, maka dia tidak akan perduli dengan perkataan Darwin dan
selainnya dari orang-orang yang mempunyai penyimpangan. Siapa yang
goncang aqidahnya, maka dia ini adalah orang yang patut dikasihani.
Setiap kali saya katakan, “Alloh telah berfirman seperti ini,” maka ia
pun menjawab: “Mereka (orang-orang barat) telah berkata seperti itu”.
Hal yang seperti ini hanyalah ikut-ikutan. (Ijabatus Sa’il ‘ala Ahammil Masail,hal. 384-385)
- 4. Syaikh Al-Faqih Muhammad bin Sholeh Al-’Utsaimin-rohimahulloh-
Pertanyaan:“Apakah matahari berputar mengelilingi bumi?”
Jawaban: “Dzohir
dalil-dalil syar’iy menetapkan bahwa matahari itulah yang berputar
mengelilingi bumi dan dengan perputarannya tersebut, terjadilah
pergantian malam dan siang. Tidak boleh bagi kita untuk melanggar dzohir
dalil-dalil ini, kecuali dengan dalil lain yang lebih kuat yang
membolehkan kita untuk memalingkan dalil tersebut dari dzohirnya”.
Kemudian beliau menyebutkan dalil-dalil yang menunjukkan akan berputarnya matahari mengelilingi bumi. (Fatawa Arkanul Islam,hal. 43)
- 5. Syaikh Al-’Allamah Sholeh bin Fauzan Al-Fauzan –hafidzohulloh-.
Beliau mengatakan dalam kitab Syarh Tsalatsatul Utsul:
“Matahari adalah sebuah bintang yang besar, begitu juga bulan merupakan
salah satu tujuh bintang yang berjalan. Masing-masing berjalan
mengelilingi bumi. Sedangkan bumi itu tetap. Alloh menjadikannya tetap
untuk kemaslahatan hamba-Nya. Sedangkan matahari dan seluruh … berputar
mengelilinginya, tidak seperti yang dikatakan oleh orang-orang yang
memprediksi pada zaman sekarang dari orang-orang yang mengaku mempunyai
ilmu pengetahuan, mereka mengatakan bahwasanya matahari itu tetap dan
bumi yang berputar mengelilinginya. Hal ini berbeda dengan apa yang ada
dalam Al-Qur’an.
وَالشَّمْسُ تَجْرِي لِمُسْتَقَرٍّ لَهَا ذَلِكَ تَقْدِيرُ الْعَزِيزِ الْعَلِيمِ
“Matahari berjalan ditempat peredarannya. Demikianlah ketetapan Al-’Aziz (yang Maha Perkasa) dan Al-’Alim (Maha Mengetahui)”. (QS.Yasin:38)
Sedang mereka mengatakan bahwa matahari itu tetap! Ya subhanalloh…!“
- 6. Fatwa Al-Lajnah Ad-Daimah.
Pertanyaan: “Dalam
sebuah pelajaran yang saya ajarkan menyebutkan bahwa bumi berputar
mengelilingi matahari. Hanya saja saya mendengar dari Syaikh Abu Bakr
Al-Jazairy bahwa mataharilah yang berputar mengelilingi bumi dan beliau
mengatakan, “Siapa yang mengajarkan materi ini hendaknya takut kepada
Alloh, sebab hal ini sangat berbahaya terhadap aqidahnya dan menyebabkan
kafirnya seseorang. Kemudian saya menjelaskan hal ini kepada para siswa
setelah pelajaran selesai. Apakah yang saya lakukan ini benar atau
salah? Berikanlah faedah kepada saya, mudah-mudahan Alloh membalas
kebaikan Anda sekalian”.
Jawaban: “Apa yang
dikatakan oleh Syaikh Abu Bakr adalah benar, sebab bumi itu tetap dan
mataharilah yang berputar mengelilingi bumi sebagaimana yang disebutkan
oleh Alloh -’azza wa jalla- dalam firman-Nya:
اللهُ الَّذِي جَعَلَ لَكُمُ الْأَرْضَ قَرَارًا
“Alloh-lah yang menjadikan bumi bagi kalian sebagai tempat menetap”. (QS. Ghofir: 64)
وَالشَّمْسُ تَجْرِي لِمُسْتَقَرٍّ لَهَا
“Matahari itu berjalan ditempat peredarannya”. (QS. Yasin: 38)
Alloh -ta’ala- juga berfirman tentang matahari dan bulan:
كُلٌّ يَجْرِي إِلَى أَجَلٍ مُسَمًّى
“Masing-masing berjalan sampai kepada waktu yang ditentukan”. (QS.Luqman:29)
Siapa yang mengatakan bahwa bumi itu
yang berputar dan matahari itu tetap, maka dia telah mendustakan
Al-Qur’an.Sedangkan mendustakan Al-Qur’an itu adalah sebuah kekafiran
yang besar.Nas’alulloh al-’afiyah was-salamah, wabillahit-taufiq“.
Al-Lajnah Ad-Daimah untuk pembahasan ilmiyah dan fatwa.
Ketua: Abdul Aziz bin Abdillah bin Baz.
Wakil ketua: Abdul Aziz Alu Syaikh.
Anggota : Sholeh Al-Fauzan.
Anggota: Bakr Abu Zaid.
- 7. Syaikh Yahya bin ‘Ali Al-Hajuriy –hafidzohulloh-.
Beliau mengatakan dalam kitabnya Ash-Shubhu Asy-Syariq,hal.
154-158, tatkala membantah Az-Zandaniy seorang tokoh Ikhwanul Muslimin
yang meyakini aqidah ini, setelah menyebutkan teks dari perkataan
Az-Zandaniy:
“Ini adalah ta’wil yang rusak dan takalluf (sikap memaksakan diri) yang terbantah dengan dalil-dalil dari Al-Qur’an dan As-Sunnah. Benarlah Abu Muhammad Ibnu Hazm –rohimahulloh-
tatkala mengatakan: “Alloh tidak akan menolong agamanya dengan seorang
ahli bid’ah”. Az-Zandaniy membantah orang-orang yang mengatakan tetapnya
matahari dan menta’wil ayat bahwa matahari berjalan disekitar dirinya
saja dan pengakuannya bahwa Al-Qur’an menunjukkan akan adanya kebatilan
dan pertentangan satu dengan yang lainnya. Semua itu hanyalah sikap
taklid dan percaya terhadap mereka (orang-orang kafir)”.
Kemudian Syaikh Yahya –hafidzohulloh- menyebutkan dalil-dalil yang membantah keyakinan ini.
Kemudian beliau juga mengatakan dalam
hal. 159: “Pembahasan masalah ini termasuk dalam bagian aqidah. Siapa
yang meyakini bahwa bumi itu berputar, bergerak dan berjalan, maka wajib
baginya untuk mencari dalil dari Al-Qur’an dan As-Sunnah. Apabila tidak
mendapatkan dalil, maka ia adalah orang yang mempunyai aqidah yang
rusak, tidak bersandar diatas dalil”.
Apa yang telah lewat berupa ayat-ayat,
hadits-hadits dan perkataan para ulama, cukup bagi orang yang Alloh
inginkan baginya hidayah untuk melepaskan diri dari keyakinan yang rusak
ini.
فَمَنْ يُرِدِ اللهُ أَنْ يَهْدِيَهُ
يَشْرَحْ صَدْرَهُ لِلْإِسْلَامِ وَمَنْ يُرِدْ أَنْ يُضِلَّهُ يَجْعَلْ
صَدْرَهُ ضَيِّقًا حَرَجًا كَأَنَّمَا يَصَّعَّدُ فِي السَّمَاءِ كَذَلِكَ
يَجْعَلُ اللهُ الرِّجْسَ عَلَى الَّذِينَ لَا يُؤْمِنُونَ * وَهَذَا
صِرَاطُ رَبِّكَ مُسْتَقِيمًا قَدْ فَصَّلْنَا الْآيَاتِ لِقَوْمٍ
يَذَّكَّرُونَ
“Barangsiapa yang Alloh kehendaki untuk
memberikan petunjuk kepadanya, niscaya Dia melapangkan dadanya kepada
agama Islam. Dan barangsiapa yang Alloh kehendaki padanya kesesatan,
niscaya Alloh akan menjadikan dadanya sesak lagi sempit, seolah-olah ia
sedang mendaki langit. Begitulah Alloh menimpakan siksa kepada
orang-orang yang tidak beriman. Inilah jalan Robb-mu yang lurus.
Sesungguhnya Kami telah menjelaskan ayat-ayat (Kami) kepada orang-orang
yang mengambil pelajaran”. (QS. Al-An’am: 125-126)
Mudah-mudahan Alloh memberikan hidayah-Nya kepada kita semua,amin.
Adapun yang masih ragu dan tidak terima
dengan apa yang dikabarkan Alloh dan Rosul-Nya, maka hidayah itu
hanyalah di tangan Alloh. Mudah-mudahan Alloh menghindarkan kaum
muslimin dari kejelekan hawa nafsunya. Hal yang terpenting adalah telah
sampai kepadanya hujjah.
لِيَهْلِكَ مَنْ هَلَكَ عَنْ بَيِّنَةٍ وَيَحْيَى مَنْ حَيَّ عَنْ بَيِّنَةٍ وَإِنَّ اللهَ لَسَمِيعٌ عَلِيم
“Yaitu agar orang yang binasa itu,
binasa dengan keterangan yang nyata dan orang yang hidup itu hidup
dengan keterangan yang nyata (pula). Sesungguhnya Alloh Sami’ (Maha
Mendengar) lagi ‘Alim (Maha Mengetahui)”. (QS.Al-Anfal:42)
PENERANG BAGI HATI YANG MASIH BIMBANG
Sebagian orang yang mempunyai keyakinan ini berdalil dengan firman Alloh –ta’ala-:
وَتَرَى الْجِبَالَ تَحْسَبُهَا جَامِدَةً
وَهِيَ تَمُرُّ مَرَّ السَّحَابِ صُنْعَ اللهِ الَّذِي أَتْقَنَ كُلَّ
شَيْءٍ إِنَّهُ خَبِيرٌ بِمَا تَفْعَلُون
“Kamu lihat gunung-gunung itu yang kau
sangka ia tetap di tempatnya, padahal ia berjalan sebagaimana jalannya
awan. (Begitulah) perbuatan Alloh yang membuat dengan kokoh segala
sesuatu. Sesungguhnya Alloh itu Khobir (Maha Mengetahui) apa yang kalian
kerjakan”. (QS.An-Naml:87-88)
Dengan ayat ini mereka berdalil akan
bergeraknya bumi, akan tetapi tidak ada dalam ayat ini yang menunjukkan
akan hal tersebut, sebab hal ini terjadi pada hari kiamat tatkala alam
semesta ini dihancurkan. Apa yang ada di bumi beterbangan seperti kapas
yang ditiup angin. Adapun sebelum hari kiamat, maka bumi dan gunung tak
bergerak, kecuali apabila terjadi gempa bumi. Hal ini menjadi jelas
dengan melihat konteks ayat sebelumnya:
وَيَوْمَ يُنْفَخُ فِي الصُّورِ فَفَزِعَ
مَنْ فِي السَّمَاوَاتِ وَمَنْ فِي الْأَرْضِ إِلَّا مَنْ شَاءَ اللهُ
وَكُلٌّ أَتَوْهُ دَاخِرِينَ * وَتَرَى الْجِبَالَ تَحْسَبُهَا جَامِدَةً
وَهِيَ تَمُرُّ مَرَّ السَّحَابِ صُنْعَ اللهِ الَّذِي أَتْقَنَ كُلَّ
شَيْءٍ إِنَّهُ خَبِيرٌ بِمَا تَفْعَلُونَ
“Ingatlah hari ketika ditiupnya
sangkakala, maka terkejutlah segala yang di langit dan di bumi, kecuali
siapa yang dikehendaki oleh Alloh. Mereka semua datang menghadap-Nya
dengan merendahkan diri. Demikian pula kamu lihat gunung-gunung yang
kamu sangka tetap di tempatnya itu, padahal ia berjalan sebagaimana
jalannya awan. (Begitulah) perbuatan Alloh yang membuat dengan kokoh
segala sesuatu.Sesungguhnya Alloh itu Khobir (Maha Mengetahui)atas apa
yang kamu kerjakan”. (QS. An-Naml: 87-88)
Sebagaimana pula Alloh –ta’ala-menyebutkan dalam ayat yang lain:
الْقَارِعَةُ* مَا الْقَارِعَةُ * وَمَا
أَدْرَاكَ مَا الْقَارِعَةُ * يَوْمَ يَكُونُ النَّاسُ كَالْفَرَاشِ
الْمَبْثُوثِ * وَتَكُونُ الْجِبَالُ كَالْعِهْنِ الْمَنْفُوشِ
“Hari kiamat.Apakah hari kiamat itu?
Tahukah kamu, apakah hari kiamat itu? Pada hari itu manusia seperti
anai-anai yang bertebaran. Gunung-gunung seperti bulu domba yang
dihambur-hamburkan”. (QS. Al-Qori’ah: 1-5)
وَيَوْمَ نُسَيِّرُ الْجِبَالَ وَتَرَى الْأَرْضَ بَارِزَةً وَحَشَرْنَاهُمْ فَلَمْ نُغَادِرْ مِنْهُمْ أَحَدًا
“Ingatlah akan hari yang ketika itu Kami
perjalankan gunung-gunung. Kamu akan melihat bumi itu datar dan Kami
kumpulkan seluruh manusia. Tidak Kami tinggalkan seorangpun dari
mereka”. (QS. Al-Kahfi: 47)
إِذَا الشَّمْسُ كُوِّرَتْ * وَإِذَا النُّجُومُ انْكَدَرَتْ * وَإِذَا الْجِبَالُ سُيِّرَتْ * وَإِذَا الْعِشَارُ عُطِّلَتْ
“Apabila matahari digulung. Apabila
bintang-bintang berjatuhan. Apabila gunung-gunung dihancurkan. Apabila
unta-unta yang bunting ditinggalkan (tidak diperdulikan)”. (QS.
At-Takwir: 1-4)
Masih banyak ayat-ayat lain yang semakna
dengannya. Hal ini menunjukkan bahwa Al-Qur’an itu benar dan saling
menguatkan satu dengan yang lain dan tidak mungkin Al-Qur’an itu
menunjukkan kebatilan atau menguatkannya, kecuali oleh orang-orang yang
menyalah-gunakannya untuk kebatilan dari orang-orang yang tidak menuntut
ilmu dan berguru dengan Ahlussunnah, sehingga dengan seenaknya
sendiri mengambil ayat tanpa mengetahui makna serta kandungannya,
apalagi tafsir dan sisi pendalilannya. Oleh karena itu, tidak heran
apabila pendalilan mereka justru dipakai untuk membantah diri mereka
sendiri.Wallohul Musta’an.
Ayat lain yang dipakai oleh mereka adalah firman Alloh –ta’ala-:
كُلٌّ فِي فَلَكٍ يَسْبَحُونَ
“Masing-masing dari keduanya itu beredar dalam garis edarnya”. (QS. Al-Anbiya’: 33)
Sisi pendalilan mereka bahwa ayat ini mencakup matahari, bulan, bumi dan semua bintang-bintang yang berjalan.
Jawaban:
Ayat ini dalam Al-Qur’an terdapat pada dua tempat, dalam surat Al-Anbiya’ ayat 33 dan surat Yasin ayat 40.
وَهُوَ الَّذِي خَلَقَ اللَّيْلَ وَالنَّهَارَ وَالشَّمْسَ وَالْقَمَرَ كُلٌّ فِي فَلَكٍ يَسْبَحُونَ
“Dialah yang telah menciptakan malam dan
siang, matahari dan bulan, masing-masing dari keduanya itu beredar di
dalam garis edarnya”. (QS. Al-Anbiya’: 33)
لَا الشَّمْسُ يَنْبَغِي لَهَا أَنْ تُدْرِكَ الْقَمَرَ وَلَا اللَّيْلُ سَابِقُ النَّهَارِ وَكُلٌّ فِي فَلَكٍ يَسْبَحُونَ
“Tidaklah mungkin bagi matahari
mendapatkan bulan dan malam pun tidak dapat mendahului siang.
Masing-masing beredar pada garis edarnya”. (QS. Yasin: 40)
Tidak ada satu pun pada dua ayat di atas
penyebutan tentang bumi, akan tetapi kedua ayat tersebut berkaitan
dengan matahari dan bulan, yang masing-masing dari keduanya berjalan
digaris peredarannya, sehingga ayat ini hanyalah menunjukkan perjalanan
matahari dan bulan. Lagi-lagi dalil ini justru membantah diri mereka
sendiri.
فَاعْتَبِرُوا يَا أُولِي الْأَبْصَارِ
“Maka ambillah (hal itu) sebagai pelajaran, wahai orang-orang yang mempunyai wawasan”. (QS. Al-Hasyr: 2)
Kebanyakan dari orang-orang yang
berkeyakinan seperti ini tidaklah terbetik dalam pikiran mereka kalau
mereka mempunyai pendalilan dari Al-Qur’an. Hal itu karena kebanyakan
mereka mendapatkan keyakinan ini di sekolah-sekolah dengan bermodalkan
sikap taklid semata dan langsung percaya dengan teori-teori orang-orang
kafir yang mereka kagumi keilmuannya.
Dengan demikian, masuklah keyakinan ini
ke dalam hati mereka yang kosong dengan ilmu syar’i dan tertancaplah
keyakinan itu dalam hati, sehingga sangat sulit untuk dihilangkan,
meskipun orang-orang tersebut telah hadir dalam majelis-majelis ilmu,
kecuali orang-orang yang dirahmati oleh Alloh. Sehingga tidak heran
tatkala disampaikan kepadanya akan kebatilan hal ini, sebagian mereka
membela mati-matian akan keyakinan ini, sebagaimana dalam sebuah syair
Arab:
أتاني هواها قبل أن أعرف الهوى فصادف قلبا خاليا فتمكنا
“Datang kepadaku cintanya sebelum aku mengenal akan sebuah cinta
Masuklah ia ke dalam hati yang kosong maka ia pun menetap di sana”.
Mudah-mudahan Alloh memberikan hidayah kepadanya untuk menerima kebenaran dengan hati lapang.
Ada juga sebagian dari mereka yang
mengatakan bahwa para ulama tidak mengetahui perkara-perkara dunia dan
berdalil dengan hadits yang berbunyi:
أَنْتُمْ أَعْلَمُ بِأَمْرِ دُنْيَاكُمْ
“Kalian lebih tahu tentang perkara duniamu”. (Al-Hadits)
Jawaban:
Perlu untuk diketahui bahwasanya perkara
ini berkaitan dengan permasalahan aqidah,sebab Alloh dan Rosul-Nya
telah mengabarkan kepada kita tentang hal ini.Maka tidaklah benar kalau
permasalahan ini dikatakan perkara dunia. Perkara ini adalah perkara
aqidah yang sangat penting bagi seorang muslim. Apakah kita akan menolak
pengkabaran Alloh dan Rosululloh -shollallohu ‘alaihi wa sallam-hanya karena berdalil dengan hadits ini? Apakah Alloh-ta’ala-juga tidak mengetahui perkara dunia, sedangkan Dia-lah yang telah menciptakan semua yang ada didunia ini!
Apa saja yang telah datang nashnya dari
Al-Qur’an dan As-Sunnah, wajib untuk diterima baik dalam permasalahan
dunia maupun akhirat. Menolak ayat atau hadits yang shohih merupakan
kekufuran dan telah berlalu penyebutan hal tersebut dengan
dalil-dalilnya. Maka sangat mengherankan kalau hadits Rosululloh -shollallohu ‘alaihi wa sallam- dipakai untuk pendalilan terhadap kekufuran!
Permasalahannya bukanlah dengan para
ulama saja. Kita tidak mengambil keyakinan ini semata-mata dari
perkataan para ulama! Kita dan para ulama mengambil keyakinan ini dari
Alloh dan Rosul-Nya, sehingga jangan dipahami bahwa para ulama yang
mencetuskan keyakinan ini. Keyakinan ini bersumber dari Alloh dan
Rosul-Nya, tidak ada campur tangan dari para ulama sedikitpun. Mereka
hanya menyampaikan dan menjelaskan kepada umat kandungan dari ayat-ayat
Al-Quran dan hadits-hadits Rosululloh –shollallohu ‘alaihi wa sallam-.
Mudah-mudahan penjelasan ini bisa
memperbaiki kesalah-pahaman orang yang menyangka bahwa keyakinan ini
bersumber dari para ulama, walhamdulillah.
Termasuk dari perkara yang membuat
bimbang adalah perkataan sebagian orang, “Bagaimana matahari tenggelam
dan sujud di bawah ‘arsy, sedangkan di negara lain masih terang bersinar
dan di tempat lain baru terbit?”
Untuk menghilangkan kebimbangan ini, kami nukilkan perkataan Syaikh Muhammad Nashirudin Al-Albaniy -rohimahulloh-
tatkala ditanya tentang hal ini. Inti pertanyaan yang diajukan kepada
beliau tentang hadits yang mengatakan bahwa setiap hari matahari meminta
izin dan bersujud di bawah ‘arsy.
Beliau –rohimahulloh- menjawab:
“Hadits ini shohih dan perginya ia ke bawah ‘arsy tidaklah bertentangan
dengan hakekat syar’iyyah, sebab matahari itu terus-menerus dibawah
‘arsy. Akan tetapi sujudnya itu dinisbatkan kepada negeri tertentu yaitu
Madinah, sebab Rosululloh –shollallohu ‘alaihi wa sallam-berbicara di sana ketika berkata kepada Abu Dzar –rodhiyallohu ‘anhu-: “Tahukah kamu kemana perginya matahari itu?” Maka Rosululloh –shollallohu ‘alaihi wa sallam-
mengabarkan bahwasanya ia pergi dan bersujud di bawah ‘arsy ketika
waktu tenggelamnya bila dinisbatkan ke kota Madinah. Makna inilah yang
dapat menghilangkan kebingungan, … sehingga yang dimaksud adalah
terbenamnya matahari ketika di kota Madinah. Maka sujudnya adalah waktu
yang sesuai dengan waktu terbenamnya di kota tersebut dan bukan di semua
tempat di dunia ini.
Pertanyaan: Apakah dipahami dari hadits ini bahwa matahari itu berhenti ketika sujud?
Jawaban: Tidaklah hal
itu merupakan suatu keharusan, dikarenakan manusia yang lemah saja dapat
bersujud bersamaan dengan itu pula dia berjalan, benar atau tidak? Kita
contohkan misalnya pada sholat khouf (sholat yang dilakukan
dalam medan peperangan) ada dua bentuk: pertama, dalam keadaan tidak
berhadapan dengan musuh dan yang kedua dalam keadaan berkecamuknya
peperangan. Dalam keadaan yang seperti ini mereka mengerjakan sholat
tanpa adanya gerakan ruku dan sujud sebagaimana yang kita ketahui, akan
tetapi hanyalah melakukan isyarat dengan kepala. Jadi seorang muslim
ketika berperang menghadapi orang-orang kafir kemudian datang waktu
sholat, maka ia mengerjakan sholat dalam keadaan berjalan menyerang
musuh. Hal yang seperti ini saja dapat terjadi pada manusia biasa, maka
lebih mungkin lagi untuk terjadi pada bintang-bintang seperti matahari.
Robb kita lebih tahu akan hakekat (sujudnya matahari yang sebenarnya).
Jadi,hal ini tidaklah bertentangan antara sujud dengan berjalannya”. (Al-Fatawa Al-Kuwaitiyyah, hal. 53-54,cet. Dar Adh-Dhiya’)
Perkataan Syaikh Al-Albaniy-rohimahulloh-
tersebut menunjukkan bahwa perkara-perkara ghaib itu tidak kita ketahui
hakekatnya. Yang wajib bagi kita adalah beriman dengan hal tersebut
tanpa menggambar-gambarkan hakekatnya, sebab hanya Alloh-ta’ala-
sajalah yang mengetahui hakekatnya. Dan tidaklah menjadi suatu
keharusan bahwa sujudnya matahari itu sama seperti sujudnya manusia.
Hanya Alloh sajalah yang tahu bagaimana hakekat sujudnya, sebagaimana
Alloh -ta’ala- mengabarkan tentang sujudnya bintang-bintang dan pepohonan.
وَالنَّجْمُ وَالشَّجَرُ يَسْجُدَانِ
“Bintang dan pohon-pohonan, keduanya sujud kepada-Nya”. (QS. Ar-Rohman: 6)
تُسَبِّحُ لَهُ السَّمَاوَاتُ السَّبْعُ
وَالْأَرْضُ وَمَنْ فِيهِنَّ وَإِنْ مِنْ شَيْءٍ إِلَّا يُسَبِّحُ
بِحَمْدِهِ وَلَكِنْ لَا تَفْقَهُونَ تَسْبِيحَهُمْ إِنَّهُ كَانَ حَلِيمًا
غَفُورًا
“Langit yang tujuh, bumi dan semua yang
ada di dalamnya bertasbih kepada Alloh.Tak ada sesuatupun melainkan
bertasbih dengan memuji-Nya, tetapi kamu sekalian tidak mengerti tasbih
mereka. Sesungguhnya Dia adalah Halim (Maha Penyantun) lagi Ghofur (Maha
Pengampun)”. (QS. Al-Isro’: 44)
Mudah-mudahan dengan penjelasan ini hilanglah kebimbangan yang masih ada di dalam hati, dan kita memohon kepada Alloh -ta’ala-untuk
menghilangkan segala macam penyimpangan yang terjadi di kalangan kaum
muslimin dan memberikan hidayah-Nya kepada kita semua.
FAEDAH: APAKAH BUMI ITU BULAT?
Dalam permasalahan ini tidak didapatkan nash yang shorih (jelas),
baik dari Al-Qur’an maupun As-Sunnah. Oleh karena itu, para ulama
Ahlussunnah berbeda pendapat dalam masalah ini. Ada yang mengatakan
bahwa bumi itu bulat dan ada yang mengatakan berbentuk hamparan.Hanya
saja mereka tidak saling menyalahkan dan menyesatkan satu dengan yang
lainnya. Sehingga bisa disimpulkan bahwa permasalahan ini adalah suatu
permasalahan yang luas, tidak perlu untuk diperselisihkan. Permasalahan
ini kami sebutkan sebagai tambahan faedah buat kita dikarenakan adanya
keterkaitan dengan pembahasan kita ini.
PENUTUP
Mudah-mudahan dengan pembahasan ini Alloh –ta’ala-memberikan
taufiq-Nya kepada kita semua untuk menerima kebenaran dan menghilangkan
berbagai macam penyimpangan yang membahayakan aqidah kita. Dan kita
meyakini bahwa apa yang disebutkan oleh orang-orang kafir dalam
permasalahan ini merupakan suatu kedustaan dikarenakan bertentangan
dengan Al-Qur’an dan Sunnah. Semua ilmu yang menyelisihi Kitab dan
Sunnah adalah kebathilan. Dari sini kita bisa melihat akan pentingnya
ilmu syariat bagi seorang muslim, sebab dengannya seseorang bisa
mengetahui aqidah yang benar dan yang salah, sebagaimana yang dikatakan
oleh Imam Ahmad-rohimahulloh-: “Kebutuhan manusia terhadap ilmu
itu melebihi kebutuhannya terhadap makan dan minum. Makanan dan minuman
itu ia butuhkan dua atau tiga kali saja dalam sehari, akan tetapi ilmu
itu dibutuhkan sejumlah nafasnya”.
Oleh karena itu,sepatutnya kita
melaksanakan apa yang selalu dinasehatkan oleh para ulama kita yaitu
hendaknya kita tidak diharomkan dari ilmu dan agar mencurahkan waktu
kita untuk menuntut ilmu. Kita memohon kepada Alloh agar tidak
memalingkan kita dari ilmu syariat tersebut.
سبحانك اللهم وبحمدك أشهد أن لا إله إلا أنت أستغفرك وأتوب إليك
Sumber: ahlussunnah.web.id
TERIMA KASIH ATAS KUNJUNGAN SAUDARA
Judul: Meluruskan Penyimpangan Aqidah: Revolusi Bumi
Ditulis oleh Admin
Rating Blog 5 dari 5
Semoga artikel ini bermanfaat bagi saudara. Jika ingin mengutip, baik itu sebagian atau keseluruhan dari isi artikel ini harap menyertakan link dofollow ke http://risalahkajian.blogspot.com/2013/03/meluruskan-penyimpangan-aqidah-revolusi.html?m=0. Terima kasih sudah singgah membaca artikel ini.Ditulis oleh Admin
Rating Blog 5 dari 5