بسم الله الرحمن الرحيم
Al-Allamah Al-’Utsaimin Rahimahulloh sebagaimana dalam Kitabul ‘Ilmi (183-184) ditanya: Seorang penuntut ilmu ingin pergi bersama teman-temannya fillah
untuk menuntut ilmu. Namun yang menjadi penghalang baginya untuk
berangkat bersama mereka adalah keluarganya, bapak dan ibunya. maka
bagaimanakah hukum berangkatnya pelajar ini ?
Beliau menjawab:
Apabila pelajar ini memiliki kepentingan mendesak yang mengharuskannya
tinggal bersama mereka, maka hal ini (tinggalnya dia) lebih afdhol.
Bersamaan dengan itu, memungkinkan baginya untuk tinggal bersama mereka
dan tetap menuntut ilmu. Karena berbakti kepada orang tua lebih utama
dari pada jihad fisabilillah dan menuntut ilmu termasuk dari
jihad, oleh karena itu berbakti kepada orang tua lebih dikedepankan
daripada menuntut ilmu jika keduanya butuh kepadanya.
Apabila
mereka tidak butuh kepadanya, dan apabila dia mampu menuntut ilmu lebih
banyak jika dia pergi maka tiada dosa baginya untuk keluar kalau
kondisinya demikian. Namun bersamaan dengan ini, jangan sampai dia
melupakan hak kedua orang tuanya untuk mengunjungi dan berbuat baik,
serta memuaskan mereka.
Adapun jika diketahui
kebencian kedua orang tuanya terhadap ilmu syar`i, maka tiada ketaatan
bagi mereka dan tidak perlu dia meminta izin kepada mereka ketika hendak
pergi (menuntut ilmu). Karena yang mendorong keduanya melarangnya untuk
keluar menuntut ilmu adalah kebencian mereka terhadap ilmu syar`i.”
Selesai
Syaikh kami Yahya bin ‘Ali Al-Hajury Hafizhohulloh sebagaimana dalam Al-Kanzuts Tsamin Al-Majmu’atul Ula
(1/385) ditanya: “Disekitar kami terdapat beberapa pemuda yang ingin
menuntut ilmu akan tetapi bapak-bapak mereka melarang dengan alasan
terdapatnya pekerjaan-pekerjaan (dalam keluarga -pent), sementara
sebagian pekerjaan-pekerjaan tersebut telah diurus oleh si bapak dan
saudara-saudara yang lain. Apa nasehat anda bagi para pemuda tersebut
dan bapak-bapak mereka ?”.
Beliau menjawab:
“Apabila bapak-bapak mereka telah cukup tanpa mereka dari sisi
penjagaan (perlindungan) dan perhatian (pengurusan), maka para pemuda
tersebut pergi menuntut ilmu sebagaimana disebutkan Ath-Thurthusy dalam
kitabnya “Birrul Walidain”, demikian juga Imam Ahmad sebagaimana dalam
“Masa’il Ibni Hani’ dan selain mereka berdua. Bahwasanya apabila kedua
orangtuanya tidak butuh kepadanya (posisinya bisa ditutupi orang
lain-pent) maka boleh baginya untuk menuntut ilmu.
Mereka berdalil: “Dikarenakan Alloh berfirman:
فَأَعْرِضْ عَنْ مَنْ تَوَلَّى عَنْ ذِكْرِنَا وَلَمْ يُرِدْ إِلَّا الْحَيَاةَ الدُّنْيَا ۞ ذَلِكَ مَبْلَغُهُمْ مِنَ الْعِلْمِ
“Maka tinggalkanlah orang yang berpaling dari peringatan kami dan dia hanya menginginkan dunia. Itulah kadar ilmu mereka” (QS An-Najm 29-30)
Sebagian mereka jika anaknya
mau merantau bertahun-tahun untuk mengumpulkan uang mereka tidak peduli
bahkan berepa berbangga-banga di tempat-tempat kumpul: “Anakku merantau
ke Belanda … anakku merantau ke Kanada” dan negara-negara lain walaupun
di tengah-tengah orang kafir. Namun jika anaknya ingin menuntut ilmu
meraka membuat halang-rintang di depannya.
Apabila keadaannya seperti itu maka pergilah menuntut ilmu
طلب العلم فريضة على كل مسلم
“Menuntut ilmu wajib bagi setiap muslim”[1].
Hadits ini memiliki banyak sanad sebagaimana di “Jami’ Bayan Ilmi wa Fadhlih” karya Ibnu ‘Abdil Barr. Hal ini pada perkara-perkara yang berkaitan dengan ilmu-ilmu yang wajib diketahui.
لا طاعة لمخلوق في معصية الخالق
“Tidak ada ketaatan bagi makhluk dalam kemaksiatan kepada Al-Kholiq (Dzat Yang Maha Pencipta” [2]
Apabila dia ingin menuntut
ilmu lebih dari yang diwajibkan (yaitu) yang dengannya dia bisa
beribadah kepada Alloh, maka berbakti kepada kedua orang tua lebih
didahulukan. Kecuali jika dia mengetahui bahwa kedua orang tuanya hanya
ingin menyibukkannya di luar kebutuhan mereka dalam sesuatu dari perkara
dunia, maka perginya dia untuk menuntut ilmu tanpa izin keduanya adalah
perkara yang lebih utama berdasar dalil-dalil yang telah disebutkan, walhamdulillah“. Selesai
Alih Bahasa: Abu Ja’far Al-Minangkabawy Hafizhohulloh
[1] HR Ibnu Majah dari Anas Rodhiyallohu ‘Anhu
[2] HR Imam Ahmad dan selainnya, dari “imron bin Husein Rodhiyallohu ‘Anhu
Sumber: ahlussunnah.web.id
Sumber: ahlussunnah.web.id